Gila. Itu yang mungkin akan kalian ucapkan saat mendengar cerita Joanna. Wanita 32 tahun yang baru saja putus dengan pacarnya. Pacar yang sudah menemani saat masih susah mencari kerja hingga kini menjadi owner skincare yang sedang naik daun sekarang. Karena tahun lalu Joanna berhasil menjadikan idol Korea sebagai BA. Sehingga nama produknya semakin dikenal di kalangan anak muda."Gue putus sama Jeffrey. Kali bener-bener putus dan nggak akan pernah balikan lagi!"
"Kenapa?"
Tanya Irin, salah satu teman baik Joanna yang masih sering ditemui. Karena mereka satu gedung apartemen namun berbeda unit. Tidak heran jika mereka begitu dekat dibanding dengan yang lain.
"Jeffrey mukul gue, tapi gue juga yang mulai. Gue kelepasan nampar dia pas berantem di bawah. Lo tau, kan, Rin? Gue paling anti sama cheating dan KDRT! Ini baru pacaran aja dia udah berani kayak gini! Apalagi pas udah nikah nanti?"
"Wait, wait, ini konfliknya apa dulu?"
Air mata Joanna mulai turun perlahan. Sebab apa yang akan diceritakan benar-benar melukai hatinya. Bahkan ini lebih sakit daripada saat mendapat tamparan di pipi kanan.
"Tadi dia jemput ke kantor, gue kira dia mau ngajak makan berdua kayak biasa. Tapi ternyata, di restoran itu ada orang tuanya. Gue shock! Gue marah karena nggak ada persiapan. Bayangin! Gue cuman pake kemeja hitam sama jeans hitam, udah kayak mau ke kuburan! Bibir gue juga pucet kayak mayat karena nggak sempet touch up pas dijemput dia! Rambut gue? Jangan ditanya! Acak-acakan, cuman pakai jedai ini aja! Gue belum pernah ketemu orang tuanya, Rin. Gue pengen kasih kesan yang baik buat mereka. Tapi, bisa-bisanya dia merencanakan pertemuan tanpa bilang apa-apa! Gue ngerasa, dia mulai egois belakangan. Dia mulai sering memaksakan kehendak. Ngajak keluar tiba-tiba dan kalau ditolak marah. Padahal dia tau kalo sekarang gue banyak agenda. Tiba-tiba ngilang setelah bertengkar, lalu dateng lagi tanpa minta maaf. Seolah pertengkaran kita yang sebelumnya ngga berarti apa-apa. Gue udah nggak sanggup rasanya, ngadepin dia yang makin seenaknya. Menurut lo, apa gue salah? Apa gue salah nampar dan putus sama dia?"
Joanna menatap Irin dengan mata berkaca-kaca. Dia berharap teman baiknya bisa memberi saran. Karena dia lulusan psikologi dan sedang menjadi HRD sekarang. Tidak heran jika dia selalu menjadi panggilan pertama saat teman-temannya mendapat masalah. Tidak terkecuali Joanna yang unit apartemennya berada tepat di samping unitnya.
Segala saran Irin bisa kalian dengarkan di media. Scroll up. Lalu tekan bagian tengah.
Joanna memutuskan kembali ke unitnya setelah merasa tenang. Karena dia tahu Irin akan pergi juga. Bersama Danuarta, seorang fullstack di perusahaan strat up Jakarta.
Apa itu fullstack? Ya, semacam pemimpin tim untuk pengembangan aplikasi di smartphone ataupun website. Kerjaannya banyak dan sering keliling kantor-kantor cabang yang ada di berbagai kota. Sama seperti Irin juga. Tidak heran jika sekali bertemu akan sangat berharga.
Sekedar informasi, mereka sudah empat tahun berpacaran. Namun karena kesibukan, mereka hanya akan bertemu saat pulang kerja, jika memang sedang berada di satu kota. Drive thru dan night drive adalah qulity time mereka.
Ya. Selayaknya pasangan dewasa yang sudah sama-sama matang secara emosional dan mental. Sehingga mau sekeras apapun semesta memporak-porandakan, mereka akan tetap baik-baik saja.
Ceklek...
Joanna membuka pintu unit apartemennya. Dia langsung melepas sepatu dan melempar tas ke sembarang arah. Lalu menjatuhkan diri di atas sofa. Sembari memegangi kepala yang terasa pening karena sudah menangis cukup lama.
Tiga jam. Dari jam sembilan hingga jam sebelas. Beruntung Danu tidak marah karena pacarnya dipinjam sebentar. Mengingat besok hari libur dan wajar kalau mereka ingin menghabiskan akhir pekan bersama.
"Kenapa rasanya berat sekali melepas Jeffrey? Aku masih cinta dia, sangat. Dia satu-satunya orang yang ada di sampingku saat masih susah. Susah dalam segalanya. Susah cari kerja, susah karena ada masalah keluarga dan bahkan susah mengenali diriku sendiri saat sedang hilang arah. Dia segalanya bagiku, tapi kenapa akhir-akhir ini dia seperti itu?"
Joanna menangis lagi. Namun kali ini tidak sekencang tadi. Karena dia mulai agak sedikit pulih. Setelah menjalani sesi terapi gratis dengan Irin.
Joanna memutuskan mandi. Berendam cukup lama dengan air hangat. Agar bisa tidur lelap setelahnya. Mengingat besok hari libur juga. Sehingga dia bisa sedikit berlama-lama di atas ranjang.
Ceklek...
Joanna terbangun saat mendengar suara pintu terbuka. Dia yang sejak semalam tidak nyenyak tidur jelas langsung terjaga. Dia mulai membuka mata, lalu menatap siapa gerangan yang datang.
Mengingat selain Jeffrey, ada teman-teman dan beberapa karyawan yang tahu kode akses unitnya. Karena sebelum memiliki kantor sendiri seperti sekarang, Joanna jelas menjadikan unit ini sebagai tempat bekerja.
"Aku bawa bubur ayam. Ada siomay juga. Bangun kalau mau makan selagi hangat!"
Joanna yang merasa lapar kini mulai bangkit dari ranjang. Ke kamar mandi guna bersih-bersih sebentar. Lalu keluar kamar dan mendekati meja makan yang kini sudah ditata rapi oleh pria tinggi berkulit putih dan berlesung pipi juga.
Iya. Dia Jeffrey, mantan pacar yang kemarin diceritakan pada Irin. Pria yang sudah ditampar dan menamparnya kembali. Pria yang sudah membuat wanita ini menangis dan tidak bisa tidur kemarin. Namun dengan wajah tanpa dosa si pria justru datang membawa makanan kemari.
Benar. Ini memang bukan kali pertama Joanna dan Jeffrey bertengkar dan terucap kata putus dari mulut si wanita. Namun, baru kali ini terjadi kekerasan secara fisik seperti tamparan. Itu sebabnya Joanna mulai yakin jika keputusannya benar. Dia hanya perlu sedikit tamparan saja agar tidak goyah.
"Sedang apa kamu kemari?"
"Bawa sarapan, lah! Ayo makan! Aku sudah lapar!"
Jeffrey langsung menyantap bubur ayam tanpa menunggu Joanna mendudukkan badan. Entah apa yang ada di kepalanya, sampai-sampai dia bisa duduk di sini tanpa sedikitpun merasa bersalah.
"Kita sudah putus kalau kamu lupa."
"Ini juga sudah yang kedua puluh kali kamu mengatakan putus dalam tahun ini kalau kamu lupa. Tapi endingnya apa? Kita kembali bersama. Karena memang itu yang seharusnya. Kita saling membutuhkan. Kamu butuh aku dan begitu juga sebaliknya."
"Iya, itu dulu! Tapi sekarang sudah tidak sama dengan dulu! Karena aku sudah tidak butuh kamu!"
Ucapan Joanna berhasil menyita atensi Jeffrey. Pria ini langsung meraih tisu dan mulai berhenti memakan bubur yang masih hangat ini. Lalu beralih menatap si kekasih hati.
"Mulai sekarang aku akan mengurus bisnisku sendiri. Aku akan mengembalikan dana investasi yang kamu beri. Aku juga akan melobby para investor dan vendor sendiri. Karena ini memang tanggung jawabku. Sejak awal seharusnya aku yang mengurus. Bukan kamu!"
"Oh. Begitu, ya? Fine! Kamu sudah tidak butuh aku, kan? Mari kita lihat, sampai kapan kamu sanggup tanpa aku Joanna Kathrina?"
Jeffrey berdiri dari duduknya. Lalu mendorong bahu Joanna dengan telunjuknya. Hingga wanita itu agak mundur ke belakang. Namun masih tegak dan tidak jatuh tentu saja. Karena dorongan telunjuk pria ini masih pelan.
Setelah berkata demikian, Jeffrey langsung meninggalkan unit itu. Meninggalkan bubur yang asapnya masih mengepul. Serta meninggalkan Joanna yang hanya membeku.
Joanna takut. Takut tidak bisa hidup tanpa pria itu. Karena selama ini dialah yang dipanggil saat butuh. Dialah orang nomor satu di hidupnya selama tujuh tahun.
Gimana? Kalian suka kalo ketambahan media? Mau di chapter selanjutnya ada media juga?
Jangan lupa tambahkan ke library, ya!
10 comments for next chapter.
Tbc...