Chapter 6

20 2 1
                                    

Hi, readers!
Makasih udah mampir lagi ❤
Sebelum baca, absen dulu dong kalian tahu cerita ini dari mana?
Kalian suka gak tipe dua cerita yang sama dengan POV yang berbeda begini?
Daaan, jangan lupa vote dulu yaa
Satu bintang itu sangat berarti buat author 😁🙏
Happy reading! 📚

Hi, readers! Makasih udah mampir lagi ❤Sebelum baca, absen dulu dong kalian tahu cerita ini dari mana? Kalian suka gak tipe dua cerita yang sama dengan POV yang berbeda begini?Daaan, jangan lupa vote dulu yaaSatu bintang itu sangat berarti buat au...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senin pagi, Jena menyambut kedatangan Caca di kelas dengan senyum lebar. Sejak Jumat malam, Jena telah menanti-nanti sahabatnya itu bercerita tentang kedatangan Pete dengan membawa hadiah dan makanan spesial yang ia bantu pilihkan. Pete memang meminta Jena untuk merahasiakan pada Caca tentang pencarian hadiah mereka, agar tidak merusak kejutan yang ingin pemuda itu berikan. Namun, hingga Minggu berakhir, Caca tidak juga menelepon Jena. Mengirim pesan WhatsApp pun tidak.

"Ke mana aja sih, bestie aku yang kemarin sakit nihhh?" Jena menyengir sambil menepuk bangku di sebelahnya.

"Parah! Menderita banget, guys! Baru pertama aku keracunan sampai separah itu, sampai harus ke IGD." Caca bercerita sambil secara dramatis melempar tasnya ke sandaran bangku. "Sampai Sabtu aku masih lemes parah. Minggu udah lumayan, tapi tetep istirahat total."

Tubuh ramping Caca terlihat lebih kurus dari biasa. Namun, dilihat dari energinya, sepertinya gadis itu sudah sepenuhnya pulih.

"Pantesan gak ada chat atau telepon aku! Tapi, sekarang kelihatannya udah seger, Ca? Apa tuh yang bikin seger?" pancing Jena dengan alis diangkat-angkat penuh arti.

"Gimana gak seger, Jen! Obat dari dokter banyak bener. Belum lagi aku tidur terus sampai pegel, udah kayak soulmate sama kasur," celoteh Caca.

"Kamu salah makan apa emang, Ca?" tanya Yuni dari bangku depan.

Caca menjawab pertanyaan Yuni dan larut dalam obrolan mengenai pengalaman keracunan makanan bersama beberapa teman sekelas lain yang pernah mengalaminya juga.

Sementara, Jena memperhatikan dengan sedikit keheranan. Sangat tidak seperti Caca untuk tidak langsung menceritakan momen romantisnya bersama Pete, apalagi setelah Jena dengan sengaja memancing seperti tadi. Rasa heran di benak Jena berubah menjadi cemas. Mungkin telah terjadi sesuatu yang membuat Caca kecewa saat Pete datang, sehingga ia enggan membahasnya. Tapi, itu tetap tidak menjawab mengapa Caca tidak bercerita pada Jena. Biasanya, sepasang sahabat itu selalu saling bercerita tentang segala hal, baik yang paling sepele sekalipun.

"Ada tugas Kimia ya waktu Jumat? Buat besok?" tanya Caca, membuyarkan pemikiran Jena.

Jena cepat mengangguk. "Aku sengaja nih bawa buku Kimia. Siapa tahu kamu mau lihat catatan yang hari Jumat, buat bahan ngerjain tugas." Diserahkannya sebuah buku tulis bersampul pada Caca.

"Thanks, bestie!" seru Caca sambil meraih buku itu. "Aku udah pernah bilang, kan?"

Jena memutar matanya, tahu persis apa yang akan sahabatnya katakan. "Udaaah! Berisik ah!

The Wolf I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang