"Dapat nomornya saja sudah senang banget, apalagi dapatin hatinya"
HAPPY READING
Gibran memakan roti buatan Adara hingga bersih tanpa sisa. Hanya kotak bekalnya yang tersisa. Di dalam hatinya, ia benar-benar terkesan karena roti buatan Adara terasa lebih enak dari yang ia bayangkan. Setelah selesai, Gibran menutup kotak bekal itu dan menyerahkannya kembali kepada Adara.
“Nih, kotak bekal lo,” kata Gibran sembari menyodorkan bekal itu kepada Adara. Ia tampak ragu-ragu sejenak, lalu menambahkan dengan suara lebih pelan, “Makasih banyak, ya, Adara.”
Adara tersenyum lebar, hatinya menghangat melihat ekspresi tulus di wajah Gibran. “Yoi, sama-sama, Gib,” jawabnya dengan ringan.
Gibran menghela napas lega. “Kebetulan banget tadi pagi gue belum sempat sarapan,” ucapnya sambil tersenyum kecil.
Adara menoleh, menatap Gibran dengan alis berkerut. “Kenapa nggak sempat sarapan?” tanyanya heran.
“Gue bangun kesiangan,” jawab Gibran sambil menggaruk tengkuknya, merasa sedikit malu mengakuinya.
“Memang nggak ada yang bangunin lo?” tanya Adara lagi, suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu.
“Enggak ada,” Gibran menggeleng pelan. “Gue biasanya dibangunin alarm. Tapi, tadi pagi, gue terlalu nyenyak tidur,” jelasnya sambil terkekeh pelan.
Adara mendengus pelan, lalu menatap Gibran dengan pandangan setengah menegur. “Makanya, jangan suka begadang!” katanya dengan nada setengah memerintah.
“Siap, bos,” balas Gibran sambil berdiri tegak dan memberi hormat dengan tangan di pelipis. Ekspresi seriusnya berubah menjadi lucu, membuat Adara tak bisa menahan tawa.
“Sumpah, Gibran lucu banget,” gumam Adara dalam hati, pipinya sedikit merona melihat tingkah laku Gibran yang spontan itu.
Setelah tawa mereka mereda, suasana berubah menjadi lebih tenang. Gibran memandang Adara sejenak, tampak ragu sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berbicara.
“By the way, selama kita temenan, gue belum punya nomor WhatsApp lo,” kata Gibran hati-hati, mencoba mencari celah untuk menanyakan sesuatu yang sudah lama ia ingin tahu.
Adara menaikkan alisnya, senyum kecil tersungging di bibirnya. “Oh, jadi lo mau nomor WhatsApp gue?” tanyanya menggoda.
“Ya… iya. Kalau boleh,” jawab Gibran sambil tersenyum kikuk.
Adara tersenyum lebar, lalu tanpa banyak bicara, ia meraih ponselnya dari dalam tas dan menyodorkannya ke Gibran. “Nih, nomor WhatsApp gue,” ucapnya santai.
“Thank you!” sahut Gibran dengan antusias, matanya berbinar penuh rasa senang. Dengan cepat, ia menyimpan nomor Adara di ponselnya.
Adara memperhatikan Gibran yang tampak fokus, jari-jarinya lincah mengetik nama kontak di ponselnya. Namun, saat Adara mengintip sekilas, ia menyadari sesuatu yang membuatnya terkejut.
“Kenapa nama kontaknya ‘Dara’?” tanyanya spontan, suaranya terdengar bingung.
Gibran menoleh, senyum jahil terukir di bibirnya. “Sengaja. Biar beda dari yang lain,” jawabnya santai sambil mengangkat satu alis. “Jadi, mulai hari ini gue bakal panggil lo Dara.”
Adara menatapnya dengan ekspresi setengah bingung, setengah geli. “Yaudah, terserah lo aja, deh,” katanya akhirnya, menyerah. Ia hanya bisa menggeleng pelan, meskipun ada rasa hangat yang menjalari hatinya.
Mulai hari ini, panggilan ‘Dara’ dari Gibran akan menjadi sesuatu yang baru, sesuatu yang hanya dimiliki mereka berdua. Satu hal kecil yang membuat pertemanan mereka terasa lebih spesial dari sebelumnya.
Bersambung...
-JANGAN LUPA DIVOTE YA GUYS-
KAMU SEDANG MEMBACA
Perantara Gidara
Teen FictionAdara Bianca & Gibran Narendra adalah kisah tentang pertemuan dua jiwa yang terjalin dalam konflik. Adara, sosok gadis yang sulit percaya dengan orang yang sudah mengecewainya dan Gibran, sosok pemuda yang berjuang untuk mendapatkan hati Adara meski...