Yok vote sebelum baca.
.................
“Apartemen nomor 68.”
“Bukan.” Segara bergumam pelan saat melihat nomor enam puluh tertera pada pintu.
“Bukan.” Digumamkan kembali sepatah katanya manakala nomor enam puluh tiga yang dilihat.
Langkah kaki dipercepat, menyusuri satu demi satu apartemen dengan mata elang yang secara saksama memerhatikan setiap nomor.
Namun kemudian, langkahnya terhenti tiba-tiba karena netra menangkap sosok Samiya Ayodya.
Wanita itu baru keluar dari apartemen.
Jarak mereka cukup jauh, sehingga Segara pun harus berlari ke arah sang mantan kekasih, saat Samiya mulai berjalan berlawanan dengannya.
Dengan langkah setengah berlari, akhirnya bisa disusul Samiya, tepat sebelum wanita itu masuk ke dalam lift. Namun lantas ditariknya masuk.
Tentu sang mantan kekasih kaget akan kehadiran dan juga tindakan dilakukannya. Mata Samiya membeliak lebar ke arah dirinya.
“Selamat siang, Bu Bos,” sapa Segara ramah. Ia menyengir guna menetralkan situasi.
“Kapten Segara ngapain di sini?”
“Mau bertemu Bu Bos.”
“Bertemu denganku? Kenapa Kapten bisa tahu tempat tinggalku? Menguntit, ya?”
Segara lekas menggeleng seraya juga tangannya dikibas-kibaskan, menampik tuduhan Samiya.
“Aku tidak menguntit, Bu Bos.”
“Aku juga tinggal di sini.”
“Lantai sepuluh.” Segara memberi keterangan spesifik guna memperjelas jawabannya.
Samiya Ayodya diam. Tak bertanya lagi.
“Mau ke lantai berapa, Bu Bos?”
“Basement.”
Segara langsung saja menekan tombol menuju tempat dimaksud Samiya. Butuh beberapa detik saja untuk sampai di areal basemen parkir.
Keheningan lantas tercipta di antara mereka. Tak ada yang saling bicara. Segara memang tengah menunggu Samiya mengucapkan sesuatu, tapi sang mantan kekasih malahan diam.
Tentu artinya ia harus memulai obrolan lagi.
“Bu Bos ada acara penting?”
“Tidak.”
Segara butuh penjelasan yang lebih lengkap, tapi sang mantan kekasih rasanya tak akan bersedia memberi tahu. Ia tidak boleh memaksa juga.
“Bisa bicara sebentar, Bu Bos?”
“Ingin membicarakan apa?”
Sebelum sempat menjawab, pintu lift pun sudah membuka. Samiya bergegas keluar mendahului dirinya. Ia pun pesimis jika wanita itu akan mau mengobrol dengannya seperti apa diminta.
Namun kemudian, Samiya berhenti melangkah dan membalikkan badan ke arahnya.
“Mau bicara tentang apa, Kapt?”
Segara seakan mendapatkan angin segar untuk kesediaan sang mantan kekasih memenuhi apa yang dimintanya tadi. Ia punya kesempatan.
“Aku ingin mengajak Bu Bos ke apartemenku.”
“Beberapa menit saja, Miya,” imbuh Segara.
Dan ketika tepat menyelesaikan ucapannya, ada perubahan pada mimik ekspresi sang mantan.
Samiya lebih tegang menatapnya.
Apakah wanita itu berpikir ia akan melakukan sesuatu yang buruk karena minta ke apartemen?
Sepertinya pemilihan kata-katanya kurang tepat. Tentu harus dijelaskan lebih terperinci.
“Aku tidak ingin macam-macam, Bu Bos.”
“Aku cuma ingin memberikan surat-surat cinta kita dulu. Aku masih menyimpannya.”
“Aku ingin memberikan padamu. Mungkin bisa membantumu segera ingat denganku, Miya.”
“Kamu tidak usah masuk ke apartemenku, kamu tunggu di luar saat aku ambil surat-suratnya.”
“Bagaimana?” Segara meminta persetujuan lagi.
Dan sempat dikira Samiya akan menolak, namun wanita itu melenggang masuk kembali ke lift.
“Lantai sepuluh?”
Walau masih tak percaya sang mantan kekasih memenuhi permintaannya, lekas dianggukkan kepala mengiyakan pertanyaan Samiya.
Segara pun lantas bergabung.
“Makasih, Bu Bos.”
Segara menunjukkan senyumannya paling lebar yang bisa dipamerkan ke sang mantan kekasih, mereka berdua pun saling bersitatap sekarang.
“Apa kita sering berkirim surat dulu?”
Anggukan mantap dilakukan Segara.
“Waktu SMA, setiap hari kita saling kirim surat walau bangku kita berdekatan di kelas.”
“Ada berapa banyak surat?”
“Kayaknya ratusan, Bu Bos.”
Samiya ingin bertanya lagi, namun pintu liff sudah membuka. Artinya mereka tiba di lantai tujuan. Dan Segara mempersilakannya keluar.
Pilot itu berjalan lebih dulu. Ia pun mengikuti dari belakang dengan tetap waspada. Walau yakin jika Segara Adyatama tak akan berbuat tindakan buruk pada dirinya seperti dijanjikan.
Tidak lama berjalan, mereka pun sampai di depan sebuah apartemen yang tertulis angka lima puluh delapan. Ia berdiri di dekat pintu.
“Aku ambil dulu kotaknya.”
Hanya anggukan pelan yang dilakukan sebagai balasan atas ucapan Kapten Segara Adyatama.
Sang pilot segera beranjak ke dalam apartemen.
Dan harusnya ia menunggu saja di luar, namun karena pintu sedikit terbuka, kakinya spontan bergerak ke sana mengikuti naluri.
Ya, melewati ambang pintu dan bergerak masuk.
Saat tiba di ruangan tamu, mata langsung tertuju ke bingkai foto cukup besar yang terpasang pada dinding. Terpampang jelas potret dirinya dan juga Segara Adyatama dalam balutan seragam SMA. Mereka tertawa bahagia di foto tersebut.
Kepala Samiya seketika berdenyut hebat. Ia puj nyaris jatuh, andaikan tak ada sepasang tangan kokoh sang pemilik apartemen menyangganya.
“Ada apa, Miya?”
...............
Komen yuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Pilot Posesif
Fiksi Umum[Follow dulu untuk bisa membaca part secara lengkap] Hati Kapten Segara Adyatama masih tertinggal di masa lalunya, untuk sang mantan kekasih, Samiya Ayodya. Dulu hubungan mereka boleh kandas, tapi tetap ada peluang di masa depan untuk bersama, memba...