Bab 5 : Waktu, berpihaklah padaku meski hanya untuk sekali ini saja!

134 43 17
                                    

“Kakek, ini Keenan, kau sudah bertemu dia sebelumnya, kan? Dia akan belajar denganku mulai sekarang!"

Kakekku mau tidak mau merasa sedikit khawatir karena ia tahu Keenan Qey juga dikenal sebagai pemimpin geng remaja berandalan di daerah sekitar rumahku, "Tidak apa-apa, dia berjanji padaku bahwa dia akan memberitahu teman-temannya untuk tidak mencuri dari kita lagi, dia temanku sekarang."

Aku memperkenalkan Keenan pada kakekku yang dulunya merupakan seorang guru sastra dan mantan pengajar, mengisi suasana yang semula dipenuhi ketegangan. Meskipun Keenan tampaknya tidak keberatan, kewaspadaan tidak sepenuhnya menghilang dari wajahnya saat dia memberikan anggukan sopan pada kakekku.
Kakek nampak sedikit gugup saat berada di dekat Keenan, aku cukup maklum karena reputasi anak itu yang amat buruk di antara sebagian besar pedagang dan pemilik toko, tapi aku telah memantapkan hati, lagipula aku melakukan semua ini bukan tanpa alasan, aku memang membutuhkan Keenan sebagai temanku, dan selain itu, karena berteman dengan Keenan, aku dapat menghentikan perbuatan liar geng berandalan di daerah pertokoan kumuh ini, aku merasa membantu kakekku dan toko-toko lainnya mengurangi tingkat kerugian akibat pencurian dan pemerasan.
Kakek sudah menderita sangat banyak akibat ulah kedua orang tuaku, beliau terpaksa mengambil pinjaman di sana sini untuk modal dagang menutupi uang modal yang dirampas orang tuaku dari kami.
Mulai sekarang, dengan ketiadaan tindak pencurian dan pemerasan dari anak-anak remaja berandalan, setidaknya satu masalah telah teratasi.

Kakek berdehem setuju.
Sepertinya aku sudah dapat mencairkan suasana di antara mereka.
Itu artinya Keenan sekarang akan belajar setiap hari bersamaku!

"Dia ingin kembali sekolah?" Kakek bertanya dengan sedikit khawatir, "Dia? Apakah dia mengerti cara belajar?"

"Jangan khawatir, Keenan hanya berhenti sekolah sekitar 2 tahun lalu, dia masih sempat menerima pendidikan di sekolah dasar, kan?" Aku melirik ke arah Keenan, Keenan tetap diam tapi ia menganggukkan kepalanya mengiyakan pertanyaanku. Kata-kataku sepertinya telah meredakan kekhawatiran Kakek, dan dia tidak lagi terlihat cemas.
Sejak dulu, kakekku memang mempercayai semua keputusanku meskipun aku masih kecil.
Pendidikan yang disertai rasa saling percaya itulah yang menanamkan tanggung jawab moral padaku.

Tingkah laku Keenan yang tenang dan sopan juga sepertinya meyakinkan kakek bahwa dia bukanlah ancaman bagi kami. Keenan masih diam saja, menatap kakekku dengan ekspresi netral, tidak menunjukkan terlalu banyak emosi.

“Kalau begitu, aku akan dengan senang hati membantu, aku akan menulis surat rekomendasi ke sekolah manapun yang dia inginkan,” kata kakek, “Apakah kau sudah memutuskan mau melanjutkan kemana, nak?”

Keenan terdiam lagi, dengan ekspresi khasnya yang acuh tak acuh. Dia akhirnya membalas perkataan kakekku.
"Tidak, aku masih belum tahu, saat ini aku masih terbuka dengan saran."

Kakekku mengangguk, "Selama kau bersedia belajar dengan rajin, aku yakin aku bisa membantumu semampuku," kakek kelihatan percaya diri dengan kemampuannya dan bersemangat membantu Keenan, Keenan sendiri tampak berterima kasih atas tawaran itu dan bersedia menerimanya. Faktanya, sudah jelas bahwa Keenan telah memikirkan sekolah mana yang ingin dia masuki, dan dia mungkin akan meminta bantuan Kakekku untuk membuatkan surat rekomendasi saat dia datang ke sini lagi nanti.
"Santai saja, Ayana sudah menceritakan situasinya, aku akan membuatkan kalian makan malam, tunggulah," kakekku berkata ramah, meninggalkanku berdua saja dengan anak itu di ruang tamu.

Saat Keenan terus diam, Aku menyadari bahwa matanya terfokus pada rak buku yang tertata rapih di ujung ruangan. Tatapannya dipenuhi ketertarikan dan kekaguman terhadap buku-buku ini; dia tampaknya memiliki apresiasi yang tulus terhadap sastra dan buku.
Aku memaklumi reaksinya, akupun memiliki minat baca yang amat tinggi sedari kecil, mungkin karena kakekku adalah seorang guru sastra, tapi itu juga merupakan bagian dari kepribadianku. Aku terus memperhatikan Keenan secara seksama, saat dia sedang serius melihat-lihat buku, dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu secara mendalam, aku mengira dia sedang mencoba mengambil keputusan tentang di mana dia akan bersekolah dan sekolah macam apa yang harus dia pilih.
Aku lalu tersenyum maklum, sepertinya dia sudah melakukannya.

Eir AN:GE°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang