"Tuan Henry meminta anda untuk menemuinya siang ini, Tuan," ucap Peter yang merupakan tangan kanan Davian.
"Dia pikir dia siapa bisa memerintahku?" Davian berdecih lalu menghisap kembali nikotin yang berada di sela-sela jarinya. "Katakan padanya jika aku tak akan menemuinya." Ucapnya tak ingin dibantah.
"T-tapi beliau hendak menawarkan kerjasama dengan Tuan," Peter berucap terbata.
"Aku tak peduli. Dia yang membutuhkanku, seharusnya dia juga yang datang padaku." Ia beranjak dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan Peter yang masih tertunduk.
Saat ini Davian telah duduk dalam mobilnya, menatap tajam pada objek di depannya yang membuat dadanya bergemuruh di selimuti amarah. Kedua tangannya mencengkeram kuat pengemudi hingga urat-uratnya nampak. Tadi, setelah perbincangan singkatnya dengan Peter Davian bergegas pergi dari mansionnya dan di sinilah ia berada saat ini.
Seorang gadis cantik dengan surai panjangnya yang ia biarkan tergerai tengah tertawa lepas dengan seorang pria tampan dihadapannya serta masing-masing tangannya memegang sebuah cup es krim. Keduanya duduk di sebuah bangku taman, hanya sekedar mengisi waktu luang sebelum nanti siang Elina harus berangkat ke kampus untuk mengikuti kelasnya.
"Apakah kau bahagia El?" tanya Gerald dengan senyum lembutnya.
"Of course. Why?" Elina kembali bertanya namun kali ini gadis itu bergerak menyandarkan kepalanya pada dada bidang Gerald.
"Hanya memastikan bahwa kau selalu bahagia setiap harinya," usapan lembut ia berikan pada puncak kepala Elina disertai dengan berbagai kecupan.
"Aku akan bahagia selama kau ada bersamaku," Elina mendongak lalu tersenyum jahil sembari mengatakannya dan dapat ia lihat semburat merah pada pipi laki-laki di hadapannya itu.
"Stop it, Elina." Gerald menangkup kedua pipi Elina dan menekannya gemas. Ingin sekali ia mengecup bibi ranum milik gadis itu, namun ia masih enggan melakukannya. Gerald tau jika Elina tak begitu menyukai ketika ada seseorang menyentuhnya terlalu jauh bahkan dirinya sekalipun, meski ia adalah kekasih gadis itu.
Elina masih terkekeh mendapati Gerald yang salah tingkah dibuatnya. "Ayo pergi, perutku lapar." Ucapnya masih dengan kekehan.
"Jangan menertawaiku seperti itu. Aku tidak akan pergi sebelum kau menghentikan tawamu," ancam Gerald yang semakin membuat Elina tertawa gemas lalu mencubit hidung mancung milik laki-laki itu.
"Apa kau akan membiarkanku kelaparan, hm?"
"Baiklah. Kau ingin makan apa tuan putri?"
"Burger!" Elina berseru seraya menyeret lengan Gerald mengikuti langkahnya.
"Okey, mari membeli burger untukmu Little Princess."
Keduanya berjalan meninggalkan area taman dengan diiringi kekehan ringan serta tangan yang saling bertaut. Dan jangan lupakan sepasang netra yang terus menatap keduanya tajam.
~~
Elina berjalan dengan santai di sepanjang lorong menuju kelasnya berada. Sebuah notifikasi dari ponsel miliknya membuat langkahnya terhenti. Ia meraih ponsel yang tersimpan di tas miliknya lalu memeriksa siapa yang mengirimkan pesan. Alisnya bertaut bingung ketika mendapati sebuah nomor tak dikenal mengiriminya pesan. Dadanya berdetak tak karuan ketika membuka isi dari pesan yang dikirimkan nomor itu terhadapnya. Ia mengangkat pandangannya lalu menoleh kanan dan kiri guna mencari seseorang yang mungkin saja berada di sekitarnya. Namun nihil, tak ada siapapun yang mencurigakan hingga sebuah pesan kembali masuk dalam ponselnya.
"Kau mencariku Baby Girl?" kedua tangan Elina semakin bergetar takut dibuatnya ketika sebuah pesan dari nomor yang sama kembali masuk ke ponselnya. Jari-jarinya mengetikkan beberapa kalimat untuk membalas pesan misterius tersebut, menanyakan siapa pelaku yang membuatnya takut saat ini. Namun pesan tersebut tak dapat terkirim lantaran sang pelaku yang telah me-nonaktifkan nomornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVIAN
RomansaMungkin, sebagian orang berpikir untuk apa mereka diciptakan di dunia jika tujuan mereka dihidupkan hanya untuk mati. Tak hanya perihal hidup, beberapa juga sering bertanya tentang apa tujuan cinta yang dibangun begitu megahnya dalam sukma jika pada...