Pertama.

652 12 2
                                    

Berbeda dengan Jeonghan yang tengah kalut karena kabar pernikahan sang ibu yang begitu mendadak. Seungcheol, lelaki dalam balutan kemeja putih dengan kedua lengan yang digulung hingga menyentuh siku justru enggan menggulirkan tatap dari jemari kaki Jeonghan yang bergerak gelisah karena sibuk menghalau udara dingin dari sapuan Air conditioner di dalam café.

Pemilik mata chestnut brown itu menatap intens sepasang kaki mungil Jeonghan yang sudah mencuri perhatiannya sejak ia memasuki café. Gumpalan yang bergerak lembut dan tanpa sengaja menyentuh pergelangan kaki Seungcheol itu semakin memberikan senyar aneh yang menjalar melalui batang leher hingga selanjutnya rebah di pangkal perut.

"Non, ngantuk ya?"

Chang Wook menyentuh punggung tangan Jeonghan. Menarik kembali yang lebih muda dari rasa kantuknya.

"Ini memang jam tidurnya non mas."

Seungcheol tidak bisa menyembunyikan tawanya setelah mendengar Hae Sun memanggil putranya dengan sebutan 'Non'.

Dibanding merasa marah atau terejek. Jeonghan justru masa bodoh dengan tawa Seungcheol yang sebenarnya sedikit memekakkan telinga.

"Mau mamah pesenin gojek atau nunggu mamah?"

Ah. Jeonghan benci jika sang ibu sudah menghadapkannya pada pilihan. Pilihan sederhana sebetulnya. Hanya saja berbeda jika datangnya dari Hae Sun.

"Tapi kalau nunggu mamah lama non, mamah harus ketemu tante Hera dulu. Pesen gojek aja ya?"

"Biar bareng sama Cheol aja tante, sekalian mau ketemu temen."

Mata Hae Sun membulat. Menyetujui tawaran Seungcheol tanpa bertanya pendapat Jeonghan.

Oh astaga. Jeonghan keki betulan. Ia paling tidak bisa langsung berakrab akraban dengan orang dalam sekali pertemuan.

"Nah iya, dianter Seungcheol aja. Rumah kami sama Olive tower kan searah."

Kini giliran Chang Wook yang ikut membuka jalan.

"Iya ..."

Dengan jawaban lemahnya Jeonghan mengikuti apa kata sang ibu.

Maka setelah berdiri. Mengenakan kembali sneakers-nya yang sempat terlepas. Jeonghan dan Seungcheol berpamitan. Lelaki manis itu mengekori yang lebih tua. Diam-diam merasa geram dengan langkah lebar Seungcheol. Betisnya lelah dan kakinya sakit.

Brak'

Sial. Kening halus itu harus menghantam punggung lebar di depannya. Jeonghan menggerutu kecil sambil terus sibuk mengusap keningnya yang mungkin akan memerah.

"Sorry, gue lupa. Parkiran di sebelah sana."

Tubuh dengan ukuran tiga kali lebih besar dari tubuh Jeonghan itu berbalik menghadap ke utara. Kembali Jeonghan mengekori langkah lebar si pemilik wajah galak. Mulutnya tidak henti merapalkan sumpah serapah tentang kenapa malam ini dirinya begitu sial.

Dan di sinilah keduanya berada. Di basement sebuah pusat perbelanjaan. Lengkap dengan Jeonghan dan otot di kedua kakinya yang seolah menggembung.

"Jauh banget parkirannya."

Tipis-tipis Jeonghan mengeluh pada Seungcheol.

"Iya, gue juga sebel sama parkiran di sini. Jauh banget dari pintu masuk, sialan."

Kekehan halus yang berasal dari mulut Jeonghan samar-samar terdengar di telinga Seungcheol.

"Kok ketawa? Bener kan? Letak basemen sama lobby utama ga ngotak, jauh banget. Kaya tiga kali muterin GBK." Keluhnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jeongcheol (Kinda 18+) AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang