Bab 11

3.2K 133 13
                                    

"Siapa ya?" Tanyanya.

Ayra tidak menjawab. Matanya melihat pakaian gadis itu yang terlalu santai, bahkan wajah dan suaranya yang masih aura tempat tidur. Menandakan kalau gadis itu tidur di sana tadi malam yang entah malam-malam sebelumnya apakah juga tidur di sana atau tidak.

"Siapa, Din?" Terdengar suara Adrian dari dalam rumah. Menyebut nama gadis itu dengan begitu akrab.

Ayra melihat Adrian yang menghampiri pintu tersebut, dengan pakaian yang terlalu santai juga, sama seperti saat bersamanya di apartemen.

"Nggak Tau, Pak." Jawab Dina sambil menoleh kearah Adrian.

Tatapan Adrian dan Ayra bertemu. Bahkan Adrian terlihat kaget sambil melihat kearah Ayra dan Dina.

"Ayra." Dengan cepat Adrian menghampiri Ayra, tapi Ayra berlari lebih cepat keluar dari rumah tersebut.

Ayra berlari tak tentu arah. Dia sama sekali tidak tahu kota ini. Semuanya membuat dia bingung. Kota ini.. adrian.. gadis itu.. kehamilan ini.. bahkan pernikahannya..

"Ayra." Panggil Adrian yang sudah berhasil memegang tangan istrinya.

Ayra berbalik dan menepis tangan Adrian dengan kasar. Tatapan matanya tajam melihat suaminya yang masih tersengal karena berlari.

Plak

Adrian terdiam saat Ayra tiba-tiba menamparnya. Ayra yang masih marah dan sedih secara bersamaan benar-benar tidak ingin melihat Adrian lagi.

Tak lama sebuah taksi kosong hampir melewatinya. Dia memanggil dan menaiki taksi tersebut serta pergi dari sana secepatnya.

***

Lagi.. Ayra merasa sendiri. Tidak cukup foto dan kunjungan gadis itu di hotel waktu itu. Bahkan Ayra memergokinya berada di rumah sewa Adrian.

Pikiran Ayra sedang kacau. Beruntung dia sempat mengajukan cuti untuknya selama satu minggu setelah peristiwa itu. Membuatnya dengan leluasa berdiam diri di apartemennya.

Panggilan telepon, pesan teks, voice note, dan video call dari Adrian tidak pernah ditanggapi olehnya bahkan ponselnya pun sudah cukup lelah hingga baterai tersisa 0%, tidak dia isi daya kembali. Sehingga ponselnya benar-benar mati total. Dan dia sama sekali tidak peduli.

Satu minggu, meski belum cukup memulihkan pikirannya. Tapi setidaknya bisa meringankan beban hatinya. Ayra kembali bekerja seperti biasa. Setidaknya dia mencoba.

Setiap hari, bahkan setiap saat, Adrian masih terus mencoba menghubungi Ayra yang lagi-lagi tidak ditanggapi olehnya. Dia pun akhirnya memblokir nomor Adrian karena terlalu berisik baginya.

Dua bulan berlalu. Tepat dua tahun mutasi Adrian keluar pulau. Sebuah email dari kantor pusat mampir ke dirinya yang langsung dibaca dan tanpa basa basi menyetujuinya. Seperti dua tahun lalu.

Adrian mengemas barang-barang pribadinya yang berada di kantor dan rumah sewanya dibantu oleh Dina dan Ari.

"Berarti kita nggak ketemu lagi, Pak?" Tanya Dina sambil memasukkan barang-barang pribadi Adrian ke kardus.

Adrian hanya tersenyum tidak menjawab. Dia mengangkat kedua bahunya.

"Mungkin suatu saat nanti." Jawabnya santai.

"Pak, saya mau minta maaf untuk kesekian kalinya." Ucap Dina yang membuat kegiatan Adrian terhenti.

Dia menatap Dina sambil tersenyum kemudian mengacak rambutnya. Adrian tidak ingin Dina merasa bersalah.

"Itu bukan salah kamu. Jadi nggak usah dipikirin."

"Tapi, Pak. Surat Cerai itu.." Dina baru saja ingin meneruskan tapi tatapan tajam Adrian menghentikannya.

"Itu urusan saya, nggak ada sangkut pautnya sama kamu." Adrian kembali mengemas barang-barang yang memang hanya sedikit.

Dia akan mengirimkan semua barang tersebut lewat ekspedisi. Sehingga sore ini dia hanya membawa diri untuk pulang kerumah.

Dina benar-benar merasa bersalah, kalau saja saat itu dia tidak bertengkar dengan Ari yang membuatnya mampir untuk curhat kepada Adrian hingga akhirnya dia tertidur di sofa. Pasti Ayra tidak akan salah sangka padanya dan mengirimkan surat cerai kepada Adrian satu minggu setelahnya.

"Maaf." Ucap Dina lagi-lagi merasa bersalah.

***

"Apa maksudnya? Ibu masih belum ngerti, Nak. Kamu mau cerai dari Ayra?"

Adrian yang sudah kembali ke Jakarta langsung pulang kerumah orang tuanya tanpa memberitahu Ayra. Sebenarnya dia tidak ingin memberitahu Ibunya mengenai Surat Cerai yang dilayangkan Ayra padanya dua bulan lalu yang belum diisi hingga sekarang karena memang dia tidak ingin bercerai.

Tapi Surat Cerai tersebut tidak sengaja terlihat saat Adrian membuka kopernya untuk memberikan oleh-oleh kepada Ibunya dan Sukma.

Adrian menggeleng. Dia bahkan bingung harus mulai darimana. Terlalu malu juga untuk menceritakan semua kepada Ibunya.

"Adri nggak mau cerai, Bu. Ayra hanya salah paham ajah sama Adri makanya dia langsung kirim ini." Ucapnya sambil menggoyangkan kertas tersebut.

"Salah paham? Memang kamu ngapain? Adri, Ayla itu menantu kesayangan Ibu. Kamu apain dia sampai salah paham gitu? Ibu nggak mau ada cerai-cerai begini."

Akhirnya dengan berat hati Adrian menceritakan peristiwa saat Ayra melihat Dina di rumah sewanya. Bahkan dia harus juga menjelaskan mengenai Dina bahwa dia menganggapnya sebagai adik karena mirip dengan Sukma.

Ibu Adrian yang mendengar hal tersebut sampai bingung, hingga hanya suara tangis saja yang terdengar dari mulutnya.

"Apa yang kamu pikirkan? Sampai membawa masuk wanita lain kerumah kamu, malah sampai nginep segala?" Tanya Ibunya.

"Kalau Ibu jadi Ayra juga pasti akan berpikir yang aneh-aneh terhadap kalian berdua." Ibu Adrian kembali menangis.

"Beribu kata maaf kamu ucap, beratus kata kamu ukir untuk menjelaskan. Nggak akan pernah diterima oleh Ayra. Karena dia lihat sendiri kalau gadis itu ada di dalam rumah kamu." Adrian hanya terdiam.

"Apa kamu nggak mikir sebelum bertindak? Mentang-mentang kamu jauh, jadi Ayra tidak akan tahu? Mungkin ajah dia tahu jauh lebih lama sebelum peristiwa itu."

Adrian akui kalau dia tidak berpikir sejauh itu. Dia merasa yang dia lakukan tidak salah. Toh dia tidak selingkuh. Hanya dekat dengan seseorang yang mirip Sukma sehingga dia menganggapnya HANYA sebagai adik.

Adrian pun tidak berpikir kalau Ayra harus dia ceritakan mengenai Dina karena takut istrinya tersebut salah paham. Sehingga dia hanya diam saja. Yang penting dalam pikirannya kalau dia tidak selingkuh, dan itu cukup untuk meyakinkan dirinya. HANYA dirinya.

"Maaf, Bu."

"Bukan ke Ibu kamu harus minta maaf, tapi ke Ayra."

-----

Wingzzzz.....

Cerita ini sudah tamat loh di KaryaKarsa dengan judul sama.

Cari nama akun @wingz35 atau judul karya Love Expired

Enjoy!

Boleh banget nih diklik gambar bintang di kiri bawah sebagai bentuk apresiasi.. makasih 😊🙏

Love ExpiredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang