15

1.9K 133 5
                                    

Sore itu terlihat beberapa karyawan tampak aneh bagi Arsena. Sering terlihat mereka berhenti dan menatap sebentar pintu salah satu ruangan yang agaknya ramai dengan teriakan. Ya meski ia tak peduli Dan tak mau tau dengan apapun yang terjadi disana.

"Sen, kamu baik-baik saja?" Ucap Bernard dengan menekan amarahnya.

"Kenapa? Lanjutkan saja urusan Kakek." Ia tau raut orang yang memendam emosi dan mencoba tenang. Bahkan amat kentara baginya, pria tua itu tak pandai menyimpan rasa sepertinya.

"Bibirmu luka, kau bilang baik-baik saja? Siapa yang melakukannya?" Desak Bernard menyelidik.

Arsena menghela nafas panjang sambil menyuruh kakeknya duduk. Sangat tak sopan kan dengan atasan yang dibiarkan berdiri sementara ia duduk.

"Hanya dipukul orang." Jawabnya acuh dengan mengerdilkan bahunya.

"Ayo keluar sebentar." Kali ini suara tenang dan tarikan lembut tangan Bernard membawa Arsena keluar ruangan.

Ia tak paham mengapa dibawa ke tempat ramai tadi. Baginya yang tak tahu menahu soal perselingkuhan antar karyawan disini. Dia baru, mengapa diseret kesini bahkan ini urusan pribadi.

"Ck," decak malas Arsena, dipikirannya masalah perselingkuhan atau mungkin berbuntut korupsi untuk menghidupi selingkuhannya.

"Lah..." Dia tak menyangka tersangka perselingkuhan itu adalah Alfredo yang ditemuinya tadi. Abaikan wajah yang membiru dengan beberapa lebam. Dia tetap mengenali dari sorot tajam yang sering menatapnya tak suka.

"Sen, Arsen baik-baik saja?" Kini malah suara Andrean yang terdengar bergetar. Tunggu, sejak kapan pikir Arsena orang itu disini.

"Ceweknya mana?" Bingung Arsena celingukan mencari tersangka lain. Seharusnya ikut dipegang bodyguard atau satpam wanita bukan?

"Maksudmu apa?" Timpal Bernard kesal dengan pertanyaan cucunya.

"Ya cewek, kan ini perselingkuhan karyawan! Mungkin buntutnya penggelapan uang perusahaan." Jelasnya singkat.

Bernard menatapnya datar, heran apa yang dipikirkan cucunya itu. Sementara Andrean merasa terkikik dalam hatinya. Dalam waktu yang lama tak melihat sosok ini, sekarang bertemu sedekat ini dengan kalimat absurd.

Bugh

Sial, pegangan bodyguard itu melemah. Dan tersangka menggunakan sisa tenaganya lepas dan meninju sosok penyebab kemalangannya.

"Cih." Arsena benci hal ini. Dia tak menyentuh orang itu namun dengan sangat entengnya dia dipukul lagi. Pasti rahangnya akan lebam nanti.

Prakk

Kepalan tangan kirinya mendarat dengan cepat di rahang Alfredo. Pun dengan orang itu yang langsung merasakan pusing. Mungkin pukulan para tuan-tuan tadi tak menyebabkan demikian, hanya sakit serta lebam.

Bernard dan Andrean terkejut, tak percaya sejak kapan Arsena benar-benar bisa memukul langsung orang lain. Yang mereka tau Arsena tak terlalu mau urus panjang dan lebih sering menghilang tiba-tiba. Dan sekarang mereka melihat sosok dingin dan amat datar menatap orang yang mereka tahan sedari tadi siang.

"Engghh..." Kepalanya sakit dengan pengelihatan yang tak terlalu fokus. Namun tak terlalu lama hingga bisa dilihatnya si pemukul yang paling ia ingin hina.

"Bangsat, lo cuma karyawan rendahan disini. Lo bahkan orang hina! Gue ingatkan lagi kalo gue bisa nikmatin lobang dan tubuh lo lagi seperti dulu." Ancaman itu terdengar jelas di tempat itu.

Karyawan disana tercengang menutup mulut mereka. Berbeda dengan itu, kilatan kemarahan memuncak pada Andrean dan Bernard.

"Lo bangga dengan pengalaman pemerkosaan?" Sarkas Arsena dengan datar.

SOLOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang