Bab 31

2 0 0
                                    

Seisi kelas terdiam, semua mata tertuju padaku dan Mark. Seketika, rasa malu menjamur di pikiranku, membuatku merasa terpojok. Aku melirik ke sana sini, terutama ke arah Jessi yang melirikku dengan sinis.

Aku perlahan kembali duduk, menenggelamkan kepalaku di meja untuk menghindari tatapan mereka. Susi segera berbisik, "Kau mengenal siswa itu?" tanyanya dengan penasaran.

Aku tidak langsung menjawab, hanya mengangguk dan menggeleng secara bersamaan, menimbulkan kebingungan pada Susi.

"Aku tidak mengerti," balas Susi dengan nada bingung.

"Ah, aku tak mengenalnya. Kebetulan saja ... dia agak mirip dengan seseorang yang kukenal dulu," jawabku sambil meringis, berusaha mencari jawaban yang bisa diterima tanpa terlalu banyak pertanyaan.

Susi hanya mengangguk percaya, memberi sedikit kelonggaran bagi aku.

"Baiklah, perkenalkan namamu," ujar kepala sekolah dengan suara tegas.

"Hai! Perkenalkan namaku Kai!" kata Aerol dengan senyum lebar.

Suara hentakan keras dari belakang membuatku terkejut. Mark langsung tertawa kencang.

"HAHAHA! Yang benar saja! Kau memilih nama yang jelek banget! Apalagi untuk makhluk sepertimu!" ejek Mark sambil menggebrak meja dengan keras sembari terus tertawa.

"Kau tak punya nama yang lebih bagus? Kurasa nama aslimu lebih cocok daripada yang tadi," tambah Mark, setelah puas tertawa, sambil menyeka setitik air mata di ujung matanya.

"Mark, sepertinya kau mengenalnya dengan sangat baik," ujar kepala sekolah, suaranya menggema di ruangan yang tiba-tiba hening. "Nah, Kai. Kau bisa duduk di sampingnya," perintahnya dengan nada tegas.

"OH! Tentu saja dia sangat mengenalku. Kami seperti saudara! Terima kasih sudah membuatku bergabung di kelas ini!" kata Aerol dengan nada girang, seakan-akan mengabaikan ketegangan yang memenuhi udara.

Aku tak bisa berkata-kata selain melihat ekspresi Mark yang berubah dari gembira menjadi jengkel dalam sekejap. Wajahnya yang mendadak merah membuatku ingin tertawa, tetapi aku menahan diri.

Mark menatap Aerol dengan tatapan tajam, rahangnya mengeras. "Halo, saudara!" kata Aerol dengan nada mengejek, duduk di kursi di sebelah Mark. "Terima kasih telah mengizinkan aku duduk di sini," tambahnya, senyum puas terpampang di wajahnya.

"Siapa yang mengizinkanmu? Aku tak pernah bilang begitu," jawab Mark dengan dingin. Dia segera memindahkan mejanya menjauh dari Aerol, menggeser kursi dengan suara berderit yang memecah keheningan kelas.

"Aww! Kau sangat manis!" Aerol tersenyum, tatapannya beralih padaku. "Halo, manis!" katanya dengan senyum lebar.

Aku langsung membuang wajah dan menatap lurus ke depan, berusaha mengabaikan tatapan tajam yang kini diarahkan padaku dari berbagai sudut ruangan. Jessi menatapku dengan sinis.

Dan Susi menatapku dengan khawatir, sementara yang lain bergumam di antara mereka, menciptakan suasana penuh ketegangan dan rasa ingin tahu.

Sekarang ada dua makhluk aneh di kelas ini, dan mereka saling tidak akur. Masalahku bertambah lagi, dan setiap detik yang berlalu semakin mengingatkan bahwa waktuku kurang dari dua bulan. Aku merasakan beban yang semakin berat, seolah-olah dinding kelas ini semakin mendekat, menekanku dengan ancaman yang tak terlihat. Suasana di dalam kelas menjadi lebih tegang, seakan-akan setiap orang menunggu ledakan berikutnya.

🕊🕊🕊

Jam yang menegangkan di kelas akhirnya usai untuk sementara waktu. Aku dan Mark sama sekali tak berbicara, namun Aerol tetap berusaha keras mengajakku berbicara. Dia menendang-nendang kursiku, menarik ujung rambutku, dan mengeluarkan suara panggilan yang terdengar basah dan pelan. Aku berusaha mengabaikan semuanya.

Suddenly I've Become My MasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang