Gadis itu duduk dengan wajah tertunduk, seperti seorang narapidana yang tengah menunggu vonis diterima. Dua tangannya mengepal di atas kedua lutut, cemas. Sesekali menggigit bibir sedikit keras karena setiap kali sudut matanya melirik ke arah laki-laki di sisinya, dua belah bibir sontak bergetar, dan dadanya bergemuruh tak keruan.
Sahabat laknat! Ia mengumpati laki-laki jangkung yang sesekali tersenyum jail dan duduk berdempetan dengannya.
Sementara itu, dua perempuan paruh baya itu mondar-mandir di tengah ruangan. Berbeda dengan dua laki-laki paruh baya yang sejak tadi duduk memperhatikan situasi, mereka tetap berusaha tenang. Meski beberapa kali Talitha dan Bara bisa melihat keduanya menghela napas berat.
“Jadi, kamu mau jelasin apa ke kami soal kejadian tadi, Bar? Papa nungguin kamu bersikap gentle sebagai laki-laki.” Farhan—papa Bara—mulai bersuara.
Bara baru saja menarik napas ketika Talitha sigap mendongak dan menyela, “Tata bisa jelasin, Om! Tadi itu cuma salah pa—”
“Seperti yang kalian lihat, kami saling suka, dan aku bersedia menikahi Talitha.” Bara cepat-cepat memotong kalimat sahabatnya sedari bayi.
Talitha sontak melongo mendengar pengakuan sepihak Bara.
Dania—mama Bara—mengangguk paham. Pun sama dengan Ira—mama sang gadis—mengangguk berhias senyum kelegaan.
“Kenapa nggak bilang dari dulu? Kalau tahu saling suka, Papa nggak perlu repot-repot tuh pasang terali besi di jendela kamar Tata. Langsung aja kita nikahin, beres. Ya, kan, Ma?” Diaz—papa Talitha—berseloroh.
Mendengar cara Diaz mencairkan suasana, para orang tua mendadak tertawa gembira.
“Ta-tapi … Tata sama Bara itu ….” Gadis itu mulai panik. Tubuh langsingnya bergerak-gerak gelisah. Beberapa kali pantatTalitha terlihat berpindah posisi. “Tadi itu Bara yang ….”
Telunjuk Bara spontan menunjuk tepat di depan hidung Talitha. “Gue yang mulai, tapi lo nggak nolak!”
“Gu-gue ….”
“Nah, nggak bisa nyangkal, kan, lo?” Satu sudut bibir laki-laki berambut sedikit panjang menyentuh tengkuk itu terangkat, tersenyum penuh kemenangan. “Kita nikah besok pagi juga mau, kan?”
Talitha mati kutu. Ya, ia memang tak bisa menyangkal. Mereka berciuman di depan pintu pagar rumah mereka yang bersisian, itu benar. Meski Bara yang memulai, Talitha tak menolak, itu juga benar! Semua terjadi begitu saja, secepat kilat. Ia tak punya celah untuk mengelak.
Oh, tidak, tidak! Seharusnya tadi dorong saja Bara, lalu tampar pipinya dua kali. Tapi sayang, tadi otaknya mendadak lumpuh untuk berpikir jernih.
Sumpah! Bagaimana bisa ia menolak kalau apa yang Bara tawarkan benar-benar … membuatnya deg-degan? Ya, deg-degan seperti dalam cerita romantis dalam novel, walau terkesan tiba-tiba.
Tapi menikah? Dengan Bara? Sahabat sedari orok? Talitha terpekur, tatap matanya mendadak kosong, hatinya gelisah tak menentu. Sejujurnya, ia sudah menghapus daftar mimpinya menaruh hati pada sahabat gantengnya sejak menginjak masa-masa puber. Talitha takut.Ya, Tuhaaaan! Bagaimana ini?
**
====💙💙💙====
Halo, apa kabar? Sehat-sehat, ya, kalian yang di sini. Aamiin. 🥰
Lama tak jumpa, ya. Maafkan karena aku hiatus begitu lama.
Ini adalah cerita pendek yang semula berupa cerpen sepanjang seribu kata. Aku ubah jadi semacam novelet sepanjang 6 sampai 7 ribu kata.
Cerita ini aku tulis untuk mengobati rasa kangenku sama nulis karena hiatus berbulan-bulan. Aku mulai dari bikin cerita pendek, mencoba membangkitkan lagi minat nulis yang sempat hilang.
Aku udah berusaha berkali-kali buat lanjut, tapi tiap kali buka Wattpad, nggak ada satu adegan pun yang bisa aku tulis. Nggak tahu kenapa. Itu sebab cerita Sania dan Secret Marriage terbengkalai.
Jadi, sebelum aku menemukan ritme menulis yang pas lagi, aku sengaja tulis cerita ini buat kembali mengasah skill menulis yang beberapa bulan kemarin tiba-tiba tumpul.
Ceritanya cuma ada 4 bab aja. Udah tamat di KaryaKarsa. Yang mau baca cepet, silakan mampir ke KaryaKarsa. Masih aku setting gratis. Tapi kalau kalian mau kasih aku tip, aku sangat berterima kasih dan berdoa semoga rezeki kalian lancar selalu. Aamiin. 🥰
See you on next part! 😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me, Please!
RomanceYang Tata yakini, ia tak akan mungkin jadian dengan Bara--sahabat sedari bayi sekaligus tetangga sebelah rumah. Gadis itu tak mau mempertaruhkan hubungan erat persahabatan bak saudara kandung. Tapi bagaimana bila Bara tiba-tiba melamarnya? Tata yaki...