💫 - Tiga

539 61 3
                                    

"Nek.. kamu benar tidak apa-apa kami tinggal ke perpustakaan kota?" tanya Sabina yang merasa berat membiarkan Matilda berdagang seorang diri.

Matilda tersenyum penuh ketenangan, "Selama ini juga aku selalu berdagang sendiri."

"Tapi biasanya Grace akan menemanimu."

"Sudah, tidak apa-apa. Kalian pergilah, sebelum hari semakin siang."

"Tapi--."

"Pergilah, nak."

Sabina menghela napas, "Baiklah. Jika terjadi sesuatu, suruh orang untuk mencariku ke perpustakaan kota ya nek."

"Iya nak."

Belum sempat Sabina dan Grace pergi dari tempat itu. Suara seseorang yang cukup menjengkelkan pun terdengar.

"Wah.. wah.. wah.. siapa yang bersamamu ini, nenek Matilda?"

Sabina menoleh ke arah sumber suara, sedangkan Grace langsung berlari bersembunyi di belakang Matilda. Terlihat sekelompok orang berpakaian urakan dan tampak angkuh.

"Cucuku." jawab Matilda yang sepertinya sudah mengenali mereka semua.

"Cantik juga." ucapnya dan berusaha menyentuh dagu Sabina, tapi langsung ditepis oleh Sabina dengan cukup kencang.

"Wahh sombong sekali dia."

"Beraninya dia menepis tanganmu, bos."

Para anak buah dari pria yang dipanggil bos itu tampak mengompori, membuat pria yang ternyata ketua kelompok mereka pun menggeram marah.

"Beraninya kau."

Pria itu hendak menampar Sabina, tapi sudah lebih dulu ditahan oleh wanita itu. Suasana di pasar pun mendadak mencekam, orang-orang yang melakukan transaksi jual beli itu tampak menghentikan kegiatan mereka, menatap penuh penasaran pada Sabina yang dengan beraninya membuat preman pasar di sana marah.

"Davies.. maafkan cucuku, dia baru di sini, jadi tidak mengetahui persoalan di pasar." ucap Matilda dengan begitu khawatir.

Pasalnya Davies dan para anak buahnya cukup ditakuti di area pasar ini. Siapapun yang menentang Davies, pasti akan berakhir dengan kematian. Dan Matilda, tidak mau terjadi sesuatu pada Sabina.

"Persoalan apa?" tanya Sabina dengan begitu datar dan dingin, membuat siapa saja yang mendengar suaranya cukup merasa merinding.

Bahkan Matilda sampai terheran dengan perubahan sikap Sabina. Davies dan para anak buahnya mulai merasa aura yang tidak enak dari Sabina, tapi mereka berusaha bersikap biasa saja. Mau di taruh di mana wajah mereka jika takut dengan seorang wanita.

"Aku bertanya, nek." ucap Sabina lagi, tanpa mengalihkan pandangannya dari Davies dan pria itu mulai merasa terintimidasi dengan tatapan datar wanita dihadapannya itu.

Dalam hati Davies menggeram marah, karena baru kali ini ada yang berani membuatnya dan para anak buahnya terintimidasi seperti ini. Biasanya ia yang akan mengintimidasi orang.

"Apa maksudmu mereka memalak para pegadang di sini, dengan dalih upah biaya pasar?" tanya Sabina tepat sasaran begitu melihat Matilda ragu untuk mengutarakannya.

"Kalau iya, kenapa, huh?!" ucap Davies dengan ekspresi menantang.

"Jangan pernah memberikan upah lagi pada orang-orang yang tidak memiliki masa depan ini, nek. Bukankah kamu bilang setiap pasar yang ada di kekaisaran ini mendapat lapak gratis dari pihak kerajaan?"

"Tidak usah ikut campur!" teriak Davies penuh amarah, "Dasar pelacur!"

Bugh.

Tanpa pikir panjang, Sabina memukul area leher Davies dan membuat pria itu mundur beberapa meter, sebelum akhirnya terjatuh dan langsung batuk dengan mengeluarkan darah.

The Legend of NeverlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang