15. Pengadilan

14 0 0
                                    

Hai temannnn jumpa lagi!!

Yuk sholawat dulu supaya berkah...

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

(Allahumma Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad Wa 'Ala Ali Sayyidina Muhammad)

(Allahumma Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad Wa 'Ala Ali Sayyidina Muhammad)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••
••

Dari sorot mata Adhiba memancarkan begitu kesedihan yang mendalam, menyorot kosong kedepan menatap Hakim yang kini sudah memukul palu hingga tiga kali. Dan berarti hari ini, jam ini, detik ini Umma dan Ayahnya kini telah resmi bercerai. Gadis itu menunduk dalam dan memejamkan kedua matanya merasakan sesak didada.

Tak lama Adhiba berdiri dari tempat duduknya dan membuat Naresh ikut mendongak menatap sang adik seraya memegang tangan Adhiba.

"Dhiba mau sendiri dulu," ucap gadis itu cepat mendahului Naresh yang ingin berbicara.

Naresh mengerti, ia juga merasakannya. Namun ia tak bisa apa-apa. Lalu kemudian Laki-laki itu tersenyum tegar dan mengangguk mengerti.

"Oke, jangan jauh-jauh ya."

Perlahan tangan Naresh lepas dari tangan Adhiba. Setelah lepas sepenuhnya, Adhiba langsung berjalan kearah pintu berlari keluar dari sana.

Sepanjang jalan gadis itu terus berjalan diatas trotoar, entah kemana kedua kaki itu akan membawanya. Namun saat ini ia hanya ingin menenankan dirinya dan menenangkan pikirannya yang sedang kacau ini.

Hingga kedua kaki itu berhenti disalah satu taman kecil dekat danau yang kini terdapat beberapa orang yanh tengah berpiknik kecil-kecilan lengkap dengan keluarga masing-masing. Tanpa sadar gadis itu melangkah kearah pinggiran danau dan mendudukan dirinya diatas kursi panjang dihiasi beberapa tanaman bunga yang begitu terawat disampingnya.

Kedua bibirnya tertarik keatas membentuk senyum tipis saat memandang satu keluarga yang tampak begitu bahagia menikmati kebersamaan yang mereka ciptakan, walaupun cukup sederhana namun dikedua matanya sangat amat berarti baginya.

Sedikit demi sedikit bayangan tentang kehormonisan keluarganya tiba-tiba terbelit dalam benaknya, bayang-bayang dimana keluarganya tertawa tanpa beban, melalukan piknik bareng disaat sang Ayah tengah libur kerja. Namun itu hanya bertahan sementara setelah Ayahnya menghadirkam seseorang dalam keluarganya, dari sanalah awal mulanya kehancuran dalam keluarganya. Setiap hari sikap Ayahnya semakin berubah, yang dulunya sangat lembut, harmonis kini perlahan-lahan berubah menjadi kasar dan ringan tangan kepada anak-anaknya.

Gadis Donat [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang