HOME

76 5 0
                                    

Wajah lelah terlihat jelas karena bekerja seharian. Tuhan, apakah ada tempat untuk menghilangkan rasa lelah ini secara instan?

•Home•

Jam menunjukkan pukul 8 malam, dan akhirnya setelah beberapa puluh menit perjalanan dari kantor akhirnya ia sampai di rumah.

Saat membuka pintu, ia di kagetkan oleh sang istri yang sudah menunggunya sejak tadi.

"Selamat datang di rumah, Luffy!" Yang di panggil pun mengarahkan pandangannya pada sang istri, terlihat rambut oranye panjangnya yang di biarkan tergerai, di kombinasi oleh baju piyama berwarna hitam yang membuatnya tampak elegan.

Belum Luffy menjawab, istrinya langsung menanyainya lagi. "Kau lelah? Mau mandi dulu, makan dulu atau... Mau aku?"

Hahaha, lelucon mesum yang sudah kuno. Sang suami hanya tertawa melihatnya, "Hahaha, Nami sangat nakal" Jari jemarinya menari di atas rambut sang istri.

"Biarkan aku beristirahat dulu ya" Lanjutnya.

Holy sh*t, Luffy menolak makanan? Hal yang di perkirakan mungkin akan terjadi 100 tahun kedepan, ternyata terwujud hari ini.

Luffy bergerak melalui Nami, dan duduk di ruang tamu. Nami menatapnya heran, dia yakin ada sesuatu yang salah. Kemudian dia menutup pintu dan bergerak ke arah Luffy.

Luffy membuka jas dan dasinya, hanya menyisakan kemeja merahnya, yang ia gulung di bagian lengannya.

Tiba-tiba Nami bergerak menabrak Luffy dan menindihnya di atas sofa, "Nami... Apa kau tidak akan membiarkan suami mu beristirahat?" Protes Luffy.

Nami masih setia menindihnya, tangannya bergerak melingkari pinggangnya, dan dagunya ia sandarkan pada dada sang suami, "Ada masalah apa?" Tanya Nami.

Kedua bola mata itu bertemu, akhirnya Luffy luluh juga. "Huh... Tidak ada apa, hanya ada sedikit masalah di kantor yang membuatku harus kerja lembur, kau tahu Nami? Itu sangat melelahkan." Tangannya sibuk mengusap-usap pipi Nami.

"Hanya itu?"

Luffy mengerutkan dahinya, agak tidak suka dengan ucapan Nami barusan, 'Hanya itu?' hm... Apa dia tidak tahu rasa lelah karena seharian bekerja?.

"Apa maksudmu?"

"Apakah hanya itu, yang membuatmu lesu dan tidak bersemangat?"

"Y-ya, mungkin" Untuk beberapa menit mereka hanya terdiam dengan posisi yang tidak jauh berbeda, tatapan mereka terus beradu.

Tiba-tiba air mata mengalir melalui sela-sela pipi Nami. Luffy tentu saja panik melihatnya, "H-hei kenapa kamu menangis? A-apa aku melakukan kesalahan?"

Namun, tidak ada jawaban, Nami masih setia dengan air matanya yang mengalir tetapi di iringi dengan senyuman kecil.

"Ayolah Nami, apapun tapi tolong, jangan menangis. Aku tidak suka melihat itu" Luffy menggunakan ibu jarinya untuk menghilangkan air mata itu dari wajah cantik Nami.

"Apa kau tidak bahagia Luffy?" Pertanyaan Nami dengan nada kecil namun masih dapat Luffy dengar.

"Hah?"

"Apa kau... Tidak bahagia hidup bersamaku?" Luffy kaget mendengarnya.

"Hei hei hei, apa yang kau bicarakan? Tentu saja aku bahagia, dirimu adalah salah satu alasan yang membuatku untuk memperjuangkan hidup"

"Tapi kenapa kau tidak jujur padaku?"

"Aku tidak bermaksud begitu, hanya saja...."

Nami menatap Luffy dalam-dalam, air mata masih mengalir, tapi kali ini dengan campuran rasa lega dan cinta. "Luffy, aku adalah istrimu. Aku ingin menjadi tempat di mana kau bisa berbagi segala rasa lelah dan kesulitanmu. Aku ingin kita menghadapi semuanya bersama, bukan hanya saat-saat bahagia saja."

Luffy menarik nafas panjang, merasa beban di dadanya perlahan terangkat. "Kau benar, Nami. Maafkan aku. Aku hanya perlu belajar untuk lebih terbuka padamu."

Nami tersenyum, kali ini tanpa air mata. "Itulah yang kuinginkan, Luffy. Kita adalah tim, ingat? Jadi mulai sekarang, jangan simpan semua sendirian."

Luffy mengangguk, tapi terlihat ragu. "Baiklah, aku akan mencoba lebih terbuka. Tapi... ada satu hal yang benar-benar menggangguku."

Nami mengencangkan pelukannya. "Katakan padaku, Luffy. Apa yang terjadi?"

Luffy menghela napas dalam. "Di kantor, ada masalah besar dengan proyek yang sedang kami kerjakan. Aku bertanggung jawab atas tim, dan kami menghadapi tenggat waktu yang ketat. Kemarin, kami menemukan kesalahan besar dalam perhitungan, dan itu bisa mengakibatkan kerugian besar bagi perusahaan."

Nami terdiam sejenak, mencerna informasi itu. "Kenapa kau tidak memberitahuku lebih awal? Kita bisa mencari solusi bersama."

Luffy menunduk. "Aku tidak ingin kau khawatir. Aku merasa ini adalah tanggung jawabku, dan aku harus menyelesaikannya sendiri."

Nami menggelengkan kepala. "Luffy, aku memahami beban tanggung jawabmu, tapi aku juga bagian dari hidupmu. Jika ada masalah, kita harus menghadapinya bersama. Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?"

Luffy memandang Nami dengan mata penuh rasa syukur. "Hanya mendengarkan saja sudah sangat membantu. Tapi ada satu hal lagi..."

Nami mengangkat alisnya. "Apa itu?"

Luffy menelan ludah, terlihat lebih serius. "Atasanku, Mr. Kuro, mengancam akan memecat beberapa anggota tim jika kami tidak menyelesaikan proyek ini tepat waktu. Mereka semua punya keluarga, dan aku tidak bisa membiarkan itu terjadi."

Nami menarik napas dalam-dalam, merasa marah mendengar itu. "Itu tidak adil! Apa yang bisa kita lakukan untuk melindungi mereka?"

Luffy menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu, Nami. Itulah yang membuatku stres. Aku mencoba mencari solusi, tapi waktu terus berjalan."

Nami meraih tangan Luffy, menggenggamnya erat. "Kita akan mencari cara bersama. Kita bisa memikirkan solusi yang kreatif dan mungkin melibatkan tim lain atau mencari dukungan dari rekan-rekanmu. Yang terpenting, kau tidak sendirian. Kita akan melewati ini bersama."

Luffy tersenyum lelah namun penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Nami. Kau selalu tahu cara membuatku merasa lebih baik."

Nami mengusap lembut pipi Luffy. "Sekarang, bagaimana kalau kita makan malam? Aku sudah menyiapkan makanan kesukaanmu."

Luffy tertawa kecil. "Makan malam? Aku kira kau bilang tadi mau aku?"

Nami tersenyum nakal. "Makan malam dulu, baru mungkin nanti aku."

Luffy tertawa lebih keras. "Deal! Makan malam dulu, dan kemudian aku akan mempertimbangkan tawaranmu yang menggoda itu."

Mereka berdua akhirnya bangkit dari sofa, berpegangan tangan menuju dapur. Malam itu, Luffy dan Nami menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, tawa, dan tentunya cinta yang semakin mempererat ikatan mereka. Konflik di tempat kerja masih ada, tapi mereka yakin bisa menghadapinya bersama, sebagai tim yang kuat dan penuh cinta.

END

Just short fcking story lama yang udah berdebu dan basi.

YOU NEED LUNA SHORT STORY?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang