"Kalo reinkarnasi itu ada, Dodo mau jadi gitarnya bang Saadan aja. Biar selalu dibawa kemana-mana dan dirawat dengan sepenuh hati, terus Dodo bisa bikin bang Saadan bahagia deh sama suara yang Dodo buat."
.
.
.
Aku duduk di kursi belajar yang selalu Zion pakai. Meja belajar yang biasanya dipenuhi dengan tumpukkan buku yang berantakan kini tidak ada, karena semua buku masih tertata rapih, bahkan berbagai camilan di laci pun masih terlihat rapih seolah tak tersentuh."Seharusnya gue lebih merhatiin lu Do." Gumamku saat menyentuh sebuah buku hasil karya Zion, buku yang berisi berbagai latihan soal matematika. Volare begitulah tulisan yang tertera di sampul bergambar anjing dengan syal merah.
Aku membuka lembaran demi lembaran yang dipenuhi dengan coretan pensil, semuanya sudah terisi dan ada beberapa kata di bagian sudut bawah, hanya seperti kata penyemangat pada umumnya tapi berhasil membuatku meneteskan air mata.
"Gue abang yang buruk ya Do?" Batinku yang semakin tenggelam dalam tangis.
----🥇⚡️🧠🌎----
"Oke... cut!" Seru seorang wanita yang berada di antara jajaran kamera, dia adalah seorang sutradara.
"Terimakasih semuanya atas kerja keras kalian!" Seru sang pembawa acara begitu juga dengan para kru yang ada di sana.
Aku pun melakukan hal yang sama, tersenyum sambil menatap setiap orang dan mengatakan terimakasih atas kerjasamanya. Hingga tidak menyadari kalau Zion sudah pergi dari sisi ku, aku sempat mengedarkan pandanganku hanya untuk mencarinya di ruang syuting tapi tidak ketemu.
Hari ini kami baru saja selesai syuting untuk konten di channel seorang pembawa acara terkenal, aku dan Zion yang datang untuk mewakili pemenang acara kampus war tahun lalu. Olimpiade antar universitas yang ditayangkan di tv nasional.
Zion menghilang sejak syuting selesai membuatku terus menelponnya, bisa gawat kalau dia hilang atau pulang duluan bisa-bisa aku yang kena marah kak Alby, pasti.
Aku langsung berseru saat teleponnya tersambung, "Dodo lu dimana? lu gak ninggalin gue kan?!"
Terdengar suara air mengalir dari sambungan telpon, "Do, lu di toilet?"
"Iya bang, tapi lu tunggu aja di parkiran." jawab Zion yang langsung memutus sambungan teleponnya.
Awalnya aku memang menuju parkiran yang berada di basement. Tapi, baru satu menit berlalu aku langsung berbalik arah menuju toilet di lantai kami syuting tadi.
"Do?" Panggilku saat masuk ke dalam toilet.
Aku terdiam saat melihat Zion yang sedang mencuci tangannya di westafel, dia melihat ke arahku dengan terkejut.
"Udah dibilangin abang tunggu aja di parkiran." ucapnya sambil mengeringkan tangan.
"Gue mau ke toilet juga." Setelah mengatakannya aku masuk ke salah satu bilik terdekat.
.
.
.Beberapa menit kemudian kami sudah berada di dalam mobil, Zion duduk sambil memainkan handphone nya di sampingku.
"Mau langsung pulang?" Tanyaku setelah menyalakan mesin mobil.
Zion mengangguk tapi pandangannya masih menatap layar handphone nya, tentu saja aku langsung mengendarai mobil ku keluar area gedung.
"Kata lu nanti Al bakal ngambek gak ya?" Tanyaku mencoba memecah keheningan.
"Enggak lah orang dia yang nolak juga." Jawab Zion, memang benar Al menolak datang dengan alasan banyak tugas tapi masalahnya kita pulang dapat hadiah.
"Tapi hadiah nya kan sepatu, lu tau sendiri dia maniak sepatu sama jaket." Ucapku sambil melirik Zion yang masih memainkan handphone.
Aku terus memperhatikannya sampai aku yakin dengan apa yang kulihat di hidungnya, "Lu mimisan bjir!"
Zion langsung mengusap hidungnya dan bercak merah menempel di tangannya, dia langsung mengambil tisu di dashboar dan menyumpal hidungnya.
"Jangan dongak kepalanya!" Seru ku saat Zion mengangkat kepalanya.
"Biar berhenti bang." jawabnya yang masih menatap ke atas.
"Bukan gitu caranya!" Seru ku sambil membuatnya menundukkan kepala.
"Terus gimana?"
Aku mengeluarkan handphone ku dengan tangan yang bergetar, aku berniat menelepon kak Alby, "biar gue tanya kak Alby dulu."
Zion merebut handphone di tanganku, "jangan kasih tau kakak!"
"Tapi darahnya gak berenti-berenti." ucapku sambil menatap tisu yang sudah dipenuhi warna merah.
"Abang liat mata Dodo!" ucapnya sambil menatapku.
"Gue gak apa-apa bang jangan panik, gue cuman kurang istirahat aja." ucapnya berusaha untuk meyakinkanku.
"Jangan buat yang lain panik ya bang."
Aku mengangguk dan mencoba mengatur napas, "tapi kita harus ke rumah sakit."
"Ngapain?" Tanya Zion, "Dodo harus ngerjain tugas sekarang."
"Gue gak tenang kalo lu belum berobat."
"Gue udah berobat kok bang."
Aku kembali menatapnya, menunggu perkataanya lagi.
"Kata dokternya gue cuman stress sama kelelahan aja." Zion tersenyum tipis.
"Lu udah minum obatnya?"
Zion menggeleng, "gue cuman butuh istirahat sama vitamin doang kok."
----🥇⚡️🧠🌎----
KAMU SEDANG MEMBACA
Volare : Shadow
Novela JuvenilAlzion Dion Chandana adalah seorang remaja berusia 19 tahun yang penuh ambisi dan rencana, dia terlihat pendiam dan terkadang suka ikutan tantrum seperti saudara kembarnya. Orang-orang mulai memberikannya julukan Zhuge Liang matematika karena strate...