Alvaro Ananta Chandana

38 3 0
                                    

Aku merasakan sesuatu mengalir di pipiku dengan cepat aku mengusapnya, air mata itu turun tanpa diminta.

Aku kembali membaca sebuah buku kecil dengan sampul polos berwarna biru laut, ada sebuah stiker awan di bagian bawahnya.

Hatiku kembali terasa sesak saat membaca sebuah halaman dengan tulisan tangan yang kurang rapih itu, kalimat pembukanya adalah namaku, nama yang kuingat.

.
.
.

Alvaro Ananta Chandana

Dia Al kembaran gue, padahal kita cuma beda beberapa menit doang tapi hari lahir kita beda karena gue lahir hampir tengah malem.

Dia itu adik gue satu-satunya, sedikit tantrum, tukang ngambek, si pencari perhatian, ceroboh, tapi juga orang yang paling peka.

Katanya dia bisa baca pikiran orang dari ekspresi wajahnya aja. Dia itu paling gak bisa kalo ditinggal sama abang-abangnya terutama kak Alby.

Yang gue heran sama dia itu kenapa dia suka megangin bibir kalo lagi ngomong?

Gak akan lepas tuh bibir dari muka lu yang katanya ganteng paripurna itu, tenang aja dek.

Intinya gue sayang banget sama lu dek, lu emang gak suka gue panggil adek tapi buat gue lu tetep adek satu-satunya yang gue punya.

gue cuma mau liat lu bahagia, soalnya gue suka liat senyuman di muka lu yang ganteng itu.


----🥇⚡️🧠🌎----

Pukul 23:54.

Aku berjalan menyusuri alun-alun di kota, beberapa orang terlihat saling bercanda dan bertukar tawa, mereka terus mengobrol padahal waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam.

Biasanya Zion akan menemaniku berjalan-jalan di alun-alun ini. Tapi, dia sedang menginap di rumah temannya.

Langkah kakiku terhenti saat melihat siluet orang yang kukenal sedang bermesraan dengan seorang wanita, "Dodo?"

Aku berjalan menghampiri sambil menyalakan kamera, "Gue bilangin kak Alby ya! izin mau ngerjain tugas malah pacaran di sini! Pokoknya lu gak usah bujuk gue! gue mau laporin ke kak Alby sekarang juga biar...."

Ucapanku terhenti karena seseorang merangkul pundakku, "Maaf adik saya sudah menganggu kalian, kami pergi dulu."

Aku hanya menatapnya dengan bingung dan dia membawaku ke tempat yang lebih sepi, dia duduk di bangku taman yang kosong.

"Gue kira lu lagi pacaran tadi...."

"Jam berapa ini? kenapa lu belum pulang?" Potong Zion sambil memijat pelipisnya.

"Gue cuma mampir sebentar kok."

Zion menghembuskan napasnya kasar, dari ekspresi yang dia tunjukkan sekarang dia sepertinya lelah.

"Lu sendiri ngapain di sini?" Tanyaku yang membuat Zion terdiam cukup lama.

"Gue cuma nyari angin aja."

Aku memalingkan wajahku, "alesan."

"Apaan?"

Aku langsung menggeleng, "ayo pulang kak Alby pasti nyariin."

"Duluan aja gue gak pulang malem ini." Zion berdiri dari duduknya dan hampir terjatuh kalau saja aku tidak memegang pundaknya.

"Lu kenapa Do?" Tanyaku sambil berusaha melihat wajah Zion yang menunduk.

Zion mengusap wajahnya dengan kasar lalu tersenyum, "gue ngantuk."

Aku menghela napas lega, aku sempat berpikir kalau Zion sedang sakit. Tapi, dia tersenyum seolah dia memang baik-baik saja.

"Lu bisa pulang sendiri kan Al?"

Aku langsung menggeleng, kalau aku pulang sendirian sekarang pasti kak Alby langsung memarahiku belum lagi bang Sad yang super bawel.

Aku juga gak punya alasan buat pulang selarut ini sendirian, setidaknya kalau bersama Zion mereka akan percaya kalau kami habis belajar bersama.

"Nginep nya besok-besok aja Do, sekarang kita pulang aja gimana?" Aku memeluk lengan Zion erat, berusaha membujuknya.

"Gue yakin tugas lu juga udah beres daritadi makanya lu bisa jalan-jalan begini." Tambahku.

Zion terlihat sedang berpikir lalu menghembuskan napas dengan kasar, "kali ini mau pake skenario yang mana?"

Aku menyengir mendengarnya, Zion selalu tahu apa yang aku pikirkan sehingga pikiran kita bisa langsung menyambung tanpa perlu pembicaraan yang panjang.

Mungkin memang seperti itu yang dialami para kembar di dunia, aku merasa sangat beruntung memiliki kembaran seperti Zion.

Seperti yang aku duga, Kak Alby sudah menunggu di depan teras dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dada. Aku dan Zion memarkirkan motor kami masing-masing di depan garasi dan tak lupa aku mengunci gerbang.

Aku menundukkan kepalaku saat bang Sad keluar dengan dua gelas di tangannya, aku pikir abang itu sudah tidur.

"Jam berapa ini?" Tanya Kak Alby.

"Maaf kak kita lupa waktu, tadi gue keasikan ngerjain tugas." ucap Zion.

"Kebiasaan banget lu Do, katanya mau nginep?!" Ucap bang Sad dengan sinis, "mau nginep apa gak mau diatur sama kita?"

Aku menoleh ke arah Zion yang masih menundukkan kepalanya, "bukan begini maksud gue!" batinku.

"Bang Sad kok gitu sih ngomongnya?!" Seruku merasa tidak terima.

"Terus gue harus gimana?" Tanya Bang Saadan seolah dia tidak melakukan kesalahan.

"Gue yang paksa Dodo buat ngerjain tugas gue, padahal tugas dia juga banyak tapi gue ngelupain itu."

"Jadi kalian pulang jam segini gara-gara tugas?" Tanya kak Alby yang langsung aku jawab dengan anggukan kepala.

"Yasudah besok pagi gue bantuin tugas kalian. Tapi, sekarang kalian harus tidur jangan memaksakan diri." Aku kembali menganggukan kepala mendengar penuturan kak Alby, sedangkan bang Sad sudah masuk ke dalam rumah.

Aku melirik Zion yang masih terus menunduk, aku mendekatinya dan berbisik sangat pelan kepadanya, "perkataan bang Sad jangan dimasukin ke hati, dia itu khawatir cuma caranya aja yang beda."





----🥇⚡️🧠🌎----

Volare : ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang