Aku memesan kopi hangat terlebih dahulu, sembari menunggu kedatangan Lino. Maksudku, obatku.
Dekalino adalah teman masa SMP hingga SMA. Dia bilang dia menyukaiku, tapi sungguh aku tidak memiliki perasaan untuknya. Jadi aku menolaknya secara baik baik. Lalu keesokan harinya, dia benar benar menghilang dari hadapanku.
Tetapi sekarang dia muncul kembali. Tiba tiba memeluk pula, bagaimana jika seseorang yang mengenalku melihatnya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana amukan mas Ratan nanti. Tidak bisa dipungkiri bahwa mas Ratan memiliki temperamen yang buruk, apalagi saat dia cemburu.
Entah mengapa aku merasa terkejut sekaligus bangga melihat Lino yang sudah menjadi seorang dokter. Padahal dia dulu berada di jurusan IPS dan terlihat tidak tertarik dengan dunia kesehatan.
"Rania!!" Panggil Lino dari kejauhan sambil berjalan mendatangi mejaku.
"Antri panjang?" Tanyaku basa basi.
"Enggak. Kamu nunggu lama?" Lino balik bertanya.
Aku menggelengkan kepalaku.
"Udah makan? Jangan minum kopi mulu, makan juga penting."
"Belum, tapi aku tadi bawa bekal. Soalnya punya niat buat piknik." Jelasku.
"Udah sore gini mau piknik dimana?"
"Di taman kota." Jawabku dengan yakin.
"Aku ikut, kita bicara sambil piknik aja."
"Tunggu, mas Ratan mau nyusul." Aku mencoba untuk membuat alasan.
"Aku nanti pergi sebelum Ratan datang. Aku cuma mau bicara sebentar kok. Anggap aja pertemuan kita ini perlu dirayakan."
"Emang kamu lagi senggang? Kalau ada pasien gimana?"
"Iya. Nanti bisa diurus sama dokter lain."
Lino benar benar tak kenal kata menyerah, dan lagi lagi aku tidak bisa menolak Lino. Segampang itu dia menyerahkan pasiennya kepada dokter lain.
-0o0-
Kami pun berakhir piknik bersama di taman kota. Tetapi tenang saja, kami menaiki mobil masing masing. Aku bersama BMW hitamku, dan Lino bersama Lamborghini merahnya.
"Wah!! Kelihatannya enak!!" Ucap Lino dengan semangat.
"Ini udah dingin semua, jadi mungkin kurang sedap aja." Balasku sembari menata makanannya diatas tikar piknik.
"Kamu yang masak?"
Aku mengangguk dengan percaya diri.
Lino pun memakan masakanku dengan lahap, walaupun itu sudah dingin. Jadi teringat tentang mas Ratan yang selalu protes jika makanan dirumah menjadi dingin.
"Makan yang banyak ya. Ini harus habis semua." Perintahku pada Lino.
"Hah bener? Oke!!" Balas Lino dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Melihat antusiasme Lino membuatku merasa bahagia. Aku merasa sangat dihargai.
-0o0-
Setelah selesai makan, Lino membelikan secangkir teh hangat untukku. Kita pun mulai berbincang.
"Waktu aku mengungkapkan perasaan ke kamu, aku tahu kamu pasti nolak. Tapi aku harus pindah ke New York, jadi mau apapun nanti jawaban kamu intinya aku pasti akan pergi menjauh dari kamu dan kota ini. Yang penting aku udah mengutarakannya, jadi bisa lega." Lino membuka pembicaraan.
"Kamu kapan kembali dari New York?"
"Udah lumayan lama, tapi aku masih sering bolak balik kesana buat ketemu orang tua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi Bersama Hujan
RomansaTak semua yang kita tahu harus diutarakan. Kadang malah memilih untuk memendam padahal tahu rasanya sesakit apa, karena akan lebih sakit jika diungkapkan. Diam juga merupakan sebuah cara, bahkan ada yang bilang bahwa diam adalah emas. Kalau begitu a...