1

0 0 0
                                    

Kamu terlampau hebat menyimpan sakitnya
Hingga tidak sesiapa pun tau bahwa kamu sering menangis


Sebuah mobil berhenti di pekarangan Mansion. Seorang remaja laki-laki keluar dengan jaket yang membalut tubuhnya. Dia Semesta. Remaja dengan tubuh tegap itu mulai melangkah menuju pintu utama. Gerimis turun membasahi bumi malam itu.

Kegelapan menyapanya ketika pintu utama terbuka. Langkahnya ia bawa menyusuri kegelapan rumahnya. Kemudian terhenti ketika memasuki ruang tamu.

Tampak seorang pria duduk di tengah remang cahaya lampu nakas. Ditemani secangkir kopi yang tampak masih mengepul.

"Ayah belum tidur?" Tanya nya pada sang ayah

"Belum, nungguin Cakra" Jawab Narayan tenang

"Udah jam 2 pagi yah, besok ayah kerja kan" Jawab Semesta "Ayo tidur yah, Semesta udah pulang" Lanjutnya sebelum sang ayah membuka mulut.

"Karena ini udah jam 2 pagi, makanya ayah nunggu kamu Cakra" Jawab sang ayah sembari berdiri

" Kenapa nunggu semesta? Bunda baik-baik aja kan yah?" Tanya Semesta sedikit panik

"Bunda gapapa, bunda ga tau kalau kamu ga di rumah" Jawab Narayan "Cakra" Panggilan pelan

"Semesta Yah, ini semesta, panggil aja semesta yah" Ucap semesta memprotes panggilan Narayan sebelum sang ayah sempat melanjutkan kata-katanya

"Semesta dan Cakra sama aja nak, Kamu tetep jagoan ayah. Ayah masih ingat kok ketika ayah memberi kamu nama. Semesta Cakrawala Calya Dewandaru. Ayah bahkan hafal di luar kepala. Moso kamu si pemilik nama bisa lupa Cak" Jawab Narayan mantap diselingi candaan. Ia menatap dalam remaja di hadapannya. Jagoan yang ia besarkan dengan penuh kasih sayang. Bak pangeran yang ia jaga agar tak tergores sedikitpun.

"Tapi bagi bunda aku ini Semesta yah, bukan Semesta Cakrawala. Tapi Semesta Nirankara yah. Itu bukan Cakra yah tapi Kara. Masih tetap Kara yah yang jadi pemenangnya" Suara lembut itu mengalun putus asa. Dia marah tapi tidak pernah sekali pun dia menaikan nada suaranya.

"Berhenti bahas itu yah, Semesta takut bunda denger pembicaraan kita. Ayo tidur yah, ini udah malem" Lanjut Semesta. Kemudian melangkahkan kakinya ke lantai 2 dimana kamarnya berada.

Narayan terdiam sendu. Entah sebesar apa luka yang di torehan keluarga ini pada putranya. Pangeran yang ia jaga agar tak tergores. Namun nyatanya memang bukan goresan yang didapati. Tapi ribuan belati yang membuat luka menganga.

Narayan tidak pernah mengira semuanya akan menjadi seperti ini. Dia amat mencintai putra putranya. Pun Divya sang istri yang tak pernah membedakan kedua putranya.

Namun ternyata ia salah. Pilihannya untuk menahan Kara di sisi Divya untuk tidak pergi mengikuti Cakra ketika menempuh pendidikan di negri yang jauh itu salah.

Caranya melindungi kedua jagoannya memang beda. Kara dengan fisik tidak sekuat Cakra ia tahan untuk tetap di sisinya dan sang istri. Agar mereka dapat terus memantau kondisinya.

Sedangkan Cakra ia biarkan memilih jalannya. Menempuh pendidikan di tempat yang ia inginkan. Menurutnya caranya mencintai sang putri sudah tepat.

Karena putranya punya kehidupan yang berbeda. Maka beda pula porsinya. Pikirnya dulu jika ia melepaskan Cakra mengejar mimpinya. Itu adalah cara paling benar untuk si jiwa bebas Cakra.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Semesta KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang