TIGA PULUH ENAM

707 19 1
                                    

Happy Reading 🤍

Zeandra merasa bahwa waktu berlalu begitu cepat, dan tinggal satu minggu lagi dia akan melepas masa lajangnya. Setelah satu bulan yang sangat melelahkan, Zeandra harus terus bolak-balik untuk mengukur dan melihat progres baju kebayanya. Selain itu, dia juga harus tetap berkomunikasi dengan orang-orang di Jakarta untuk menyiapkan dress code, mencari venue yang tepat untuk pernikahannya, mengurus wedding organizer, surat undangan, dan suvenir pernikahan. Semua itu ditambah dengan tuntutan pekerjaan di kantor yang semakin menyita waktunya.

Meskipun pekerjaan dan persiapan pernikahan dengan Rafa semakin padat, Zeandra merasa baik untuk tetap fokus. Meskipun sebenarnya mereka bisa saja mengambil cuti, Zeandra dan Rafa memutuskan untuk tetap bekerja normal. Mereka sepakat untuk melakukan hal ini agar tidak menimbulkan kecurigaan di kantor terkait rencana pernikahan mereka. Kesepakatan awal mereka adalah Zeandra akan memberi tahu teman-temannya di divisi pemasaran ketika mereka mulai menyebarkan undangan, sementara Rafa akan memberitahu rekan-rekan mereka di kantor secara bersamaan.

"Kamu yakin mau bareng sampe kantor?" tanya Rafa dengan penuh perhatian saat mereka sudah mendekati area kantor.

Sudah hampir sebulan sejak hubungan mereka semakin erat, Zeandra dan Rafa selalu berangkat ke kantor bersama, meskipun Zeandra akhirnya harus berjalan beberapa meter sebelum mencapai parkiran. Kebersamaan ini telah menjadi rutinitas yang membuat hati Zeandra perlahan melunak.

"Yakin dong, kalau misal mereka ngira yang nggak-nggak, langsung kasih aja surat undangannya," ucap Zeandra sambil tersenyum yakin, mencoba menyembunyikan rasa takut yang mengendap di hatinya.

"Ya udah kalau begitu," jawab Rafa sambil membelokkan mobilnya ke area parkir kantor.

Sesampainya di parkiran kantor, Rafa segera keluar dari mobil dan dengan lembut membuka pintu penumpang, memberikan kesempatan pada Zeandra untuk turun.

"Saya deg-degan, Pak," ucap Zeandra dengan suara yang gemetar setelah Rafa membuka pintu mobil.

"Ya udah, ayo sama saya," ucap Rafa sambil meraih tangan Zeandra untuk digenggam. Sentuhan hangatnya membuat Zeandra merasa tenang dan dilindungi.

Zeandra akhirnya keluar dari mobil dengan hati yang berdebar kencang. Dengan tangan yang masih digandeng oleh Rafa, mereka melangkah ke pintu masuk gedung kantor.

tak terasa perjalanan mereka menuai perhatian dari semua mata yang menyaksikan.

Pandangan tak percaya dan rasa terkejut bercampur aduk di antara para karyawan, terutama para wanita yang sebelumnya menunjukkan ketertarikan pada Rafa.

"Selamat pagi, Pak Rafa," sapa Tasya dengan ramah saat Rafa dan Zeandra melintasi meja resepsionis.

"Pagi, Tasya," balas Rafa dengan singkat namun sopan.

"Eh, ada Zeandra juga," ucap Tasya sambil melirik ke arah Zeandra dengan tatapan mengejek. Zeandra hanya tersenyum tanpa berniat memberikan respons atas komentar Tasya.

"Jadi bener ya gosip yang ramai beberapa minggu ini," ujar Tasya dengan nada menyindir.

"Gosip apa, Tasya?" tanya Rafa, mencoba memahami isi pembicaraan yang mengalir.

"Itu lho, gosip yang katanya Zeandra jadi simpenan Pak Rafa," lanjut Tasya, sementara matanya fokus pada gandengan tangan Rafa dan Zeandra.

Merasa tidak nyaman dengan tatapan dan komentar Tasya yang terkesan mengejek, Zeandra mencoba melepaskan genggaman tangannya, namun Rafa dengan tegas menahan agar Zeandra tidak melepaskan genggamannya.

"Ya, benar kan, Pak?" goda Tasya dengan senyum menyeringai.

"Asal kamu tahu ya, Tasya," ucap Rafa sambil menunjuk tajam ke arah wajah Tasya.

A Journey Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang