Tewas!

7 9 0
                                    

Berbagai taktik ku lakukan untuk mengungkap siapa dalang di balik kematian ibu, dan malam ini adalah waktu yang tepat. Berbagai bukti sudah ku amankan. Saatnya mengumpulkan bukti selanjutnya.

Ku lihat jubah hitam terpampang jelas di hadapanku. Ku pakai jubah itu untuk penyamaran kali ini bersama Edward. Sempurna! jubahku menyatu dengan gelapnya malam.

2 jam usai melewati tengah malam, ku lancarkan aksiku bersama dua orang kepercayaan ku. Edward dan Daniel anak dari pelayan kerajaan. Aku bergerak selincah mungkin. Betapa bodoh dan buruknya kualitas para penjaga kerajaan, mereka bahkan tak mencurigai gerak-gerik kami.

Daniel berjalan kearah selatan, sementara aku dan Edward masih tetap bersembunyi di balik tumpukan jerami untuk menunggu waktu yang tepat melakukan aksi yang sudah kami rencanakan.

Para pegawai tengah lengah, sontak Edward bersiul dengan mudahnya, membuat para penjaga istana berkumpul dan berdiskusi. Sontak pada kesempatan itu juga Daniel berjalan menuju kearah mereka, menegur dan menggiring mereka agar menjauh dari lokasi.

"Apa yang kalian lakukan! cari suara itu kesana dan berhenti berbicara omong kosong." Bentak Daniel pada penjaga kerajaan.

Daniel menggiring para penjaga istana kearah utara, lalu menengok kearah persembunyian kami dan mengangguk halus seraya membuat pesan isyarat bahwa kami sudah aman.

Aku dan Edward bergerak gesit ke seluruh lorong istana. Mencari-cari keberadaan peracik obat istana itu. 40 menit kami mencarinya sampai akhirnya seorang wanita dengan pakaian lusuh menabrak bahu Edward dan terjatuh.

"Yang mulia ini dia." Ucap Edward terkejut. Seketika aku menoleh kearah wajah wanita itu. Ia terlihat ketakutan dan penuh kegelisahan.

"Yang mulia tolong selamatkan aku." Ucap wanita itu tertunduk disertai dengan tangisan pun rintihan gemetar.

Ku sejajarkan posisi tubuh ku dengan wanita itu. Lalu memerhatikan tanganya yang terlihat kini hanya memiliki 3 jari dengan darah kering yang melekat pada jari yang telah terpotong.

"Siapa di balik semua ini? siapa tuanmu?" Tanyaku halus. Edward membopong tubuh wanita malang itu lalu ia menatap kami dengan gemetar.

"Siapa yang memerintahmu?" Tanyaku kembali.

"Aku tau aku salah yang mulia, namun tolong selamatkan aku, aku akan di habisi." Jawabnya ketakutan.

"Tidak ada yang akan menghabisimu. Katakanlah." Ucapku meyakinkan.

"I-itu adalah orang yang dekat dengan raja. Dia adalah-"

"agrhh!" Tiga anak panah menancap sempurna pada kedua bola mata dan tenggorokan wanita itu, tentu membuatnya seketika ambruk dan tewas.

Mataku terbelalak melihat sekeliling, memastikan siapa pemanah dengan kemampuan yang luar biasa itu. Sontak Edward mengambil posisi sigap untuk melindungi ku.

"Panah itu bukan di tujukan untuk ku. Seseorang telah membuntuti kita Edward." Ucapku.

Terdengar suara hentakan kaki berlari kearah kami. Sial entah siapa mereka. Dua puluh orang asing memakai pakaian merah menyala dengan topeng aneh datang mengelilingi kami.

"Sarungkan pedang kalian atau kalian akan tiada malam ini." Ancam Edward.

"Hiat!!" Mereka mulai menyerang kami secara brutal. Hal tak terduga terjadi malam ini. Aku dan Edward bertarung melawan puluhan orang terlatih.

"Ha' ha'! " Pertarungan semakin sengit, membuat decitan pedang terdengar begitu merdu kala itu.

Satu persatu akhirnya mereka mulai tumbang, kini menyisakan satu orang dengan gestur tubuh kekar.

Ting!
Ting!
Ting!

Kemampuannya dalam bertarung dan menggunakan pedang begitu mahir, sangat terlatih.

Sret..

Leherku tergores sisi tajam pedang itu, tentu membuat leherku seketika terasa sakit dengan darah segar yang mengucur.

"Bajingan! ha' ha'!"

Cukup lama kami bertarung akhirnya pria asing itu tumbang dan kehilangan tenaganya. Pedangnya pun telah berhasil kami rebut, membuat ia terkapar tak berdaya di bawah kaki ku dan Edward.

"Pergilah, atau akan ku penggal kepalamu malam ini." Ancamku pada pria asing itu. Seketika ia terbangun lalu bergegas berlari menjauh dari kami berdua dengan keadaan tak karuan.

Aku menghela nafas panjang, meraba leherku yang masih bercucuran darah. Lukanya tak begitu dalam memang, tapi robekannya sangat besar, kira-kira sepanjang jari kelingking.

"Yang mulia sepertinya mereka akan datang kembali. Saya harap Anda menghentikan dahulu aktivitas malam ini." Pinta Edward padaku.

"Akan ku hentikan dahulu malam ini. Namun esok hari kita harus menyusun rencana kembali." Ucapku pada Edward sembari melihat mayat peracik obat istana yang terlihat membiru.

"Rencana?" Ucapnya keheranan.

"Ya. Aku yakin, pemanah itu adalah kunci untuk membongkar siapa penjahat di balik kasus ini." Ku turunkan tubuhku mendekat pada panah yang tertancap sempurna di atas bola mata wanita itu yang telah hancur. Seketika aku mencabutnya, membuat bola matanya pun ikut tercabut dengan urat urat segar di takik nya. Mengerikan.

Ku amati panah itu dengan seksama. Teksturnya, takik nya, tak lupa juga ujung panahnya yang di hiasi bulu elang putih.

"Yang mulia waktu semakin menyusut dan bahaya semakin mendekat. Mari kembali ke istana sebelum ada orang yang mengetahui aktivitas kita setiap malam." Pinta Edward padaku.

Aku hanya mengangguk, kemudian berjalan mendahului Edward dengan gesit dan penuh hati-hati.

Vote dulu dong wkwk

Thankyou 🌹 🌹

LOST MY PROPERTY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang