"Ungu? Kenapa kamu berapa di sini? Pergilah! Nanti kamu akan disergap seperti kami juga!" teriak Nila pada Ungu.
Yang diteriaki malah tidak bergeming, bungkam menatap teman-temannya yang telah diikat itu.
"Ungu?" panggil Nila sekali lagi.Suara tertawa tiba-tiba lantang menggema memenuhi ruangan. Itu adalah Kelabu bersama dengan Putih yang berdiri tepat di belakang Ungu.
"Kalian warna-warna tanggung benar-benar naif! Apa lagi dengan yang satu ini." Kelabu mencengkram kuat bahu ungu. Ia terkekeh, "Mudah sekali dibodohi."
"Ungu, apa yang telah terjadi? Jawablah!" Kesabaran Merah benar-benar dibuat habis oleh kejadian ini.
Bukannya Ungu, Kelabu kembali menjawab, "Kalian benar-benar ingin tahu ya? Oke, mari kita kilas balik sejenak."
***
"Baiklah, yang lain bisa keluar." Raja meminta semuanya keluar dari ruang persenjataan, kecuali Hijau dan Oranye.
Disaat semuanya telah keluar, Kelabu menghadang jalan Ungu dan Putih, lantas menarik kedua tangan mereka untuk ikut dengannya.
Ungu dan Putih dibawa ke perpustakaan kerajaan.
"Jangan khawatir, aku tidak berniat buruk pada kalian. Aku hanya ingin menawarkan sebuah kesepakatan," jelas Kelabu sesampainya di sana.Putih memiringkan kepalanya. "Kesepakatan? Kesepakatan apa?"
Seringai menyeramkan memenuhi raut wajah Kelabu. "Sederhana. Kalian berdua, bisakah kalian menahan tida teman kalian itu? Dua yang lainnya serahkan saja pada kami."
"Apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan, Kelabu?" Ungu menatap tajam lawan bicaranya ini.
"Apa yang aku maksud? Ya, dengan kata lain, tolong singkirkan teman-teman kalian dan biarkan pencarian harta karun ini diselesaikan oleh aku, kalian berdua, Raja, dan beberapa anggota kerajaan lainnya. Bagaimana? Tertarik?" balas Kelabu
Putih telah membinarkan matanya, tanda bahwa ia telah setuju. "Tentu saja–"
"Tidak! Mana mungkin aku menyingkirkan mereka, mereka teman-temanku!" Ungu terlebih dahulu memotong kalimat persetujuan Putih.
"Oh, begitu ya? Sayangnya kesepakatan ini tidak meminta persetujuan, melainkan pilihan." Kelabu menangkupkan tangannya, tersenyum lebar.
"Pilihan pertama, kalian sendirilah yang akan menyingkirkan teman-teman kalian. Terserahlah dengan cara apa, seperti menyuruh mereka pulang atau menetap di istana ini, tidak masalah! Tapi kalian berdua tetap ikut denganku."
Kelabu menghela napasnya, memutari dua warna itu. "Sebaliknya pada pilihan kedua, kalian bisa ikut dengan teman-teman kalian itu, tapi akan ku pastikan kalian tidak akan pernah dapat melihat matahari terbit keesokan harinya," Kelabu tertawa keras.
***
Kembali lagi pada ruangan lusuh itu, hening. Semuanya telah tenggelam oleh kalimat-kalimat Kelabu, membuatnya seakan-akan dongeng bagi mereka.
Kelabu terkekeh pelan, "Dan kalian tahu persis, bukan? Ungu memilih pilihan pertama. Betapa ia sangat menyayangi teman-temannya ini, manis sekali."
"A-artinya, Hijau? Oranye?" Kuning gagap bertanya.
"Itu semua rekayasa, mereka tidak benar-benar sedang mencari harta karun. Raja dan beberapa prajurit kerajaan menjebaknya," kali ini Putih lah yang menjawab.
Ungu tertunduk dalam, ia jelas merasa amat bersalah, tetapi apa boleh buat? Serba salah.
"Tahan di sana, kawan!" seseorang berseru lantang, langkah kakinya terdengar sedang berlari kencang ke arah mereka.
Sebentar, orang-orang itu terlihat tidak asing. Kuharap aku tidak salah lihat, itu adalah Biru! Dan, pelayan restoran pusat Kota Krasner alias Jingga?
Bagaimana mereka bisa bertemu? Bagaimana mereka bisa sampai di sini? Apakah warna-warna ini akan kembali mendengar kilas balik lagi?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiruk Pikuk Warna
Фэнтези"Pulau Anantara itu nyata adanya," Oranye berteriak lantang di ruang makan asrama pagi itu. Disitulah awal mula sebuah cerita dimulai, tentang ada atau tidaknya pulau yang orang-orang dambakan pada masa nya juga persahabatan serta perbedaan mereka y...