bab 1

3 1 0
                                    

Elia Senvero membuang biji buah bit dari atas jendela, matanya menyapu jalanan dibawah benteng Bordeaux istana keluarganya, beberapa kereta kuda melewati jalanan tanah itu, ada petani yang menumpukkan jerami penuh diatas kereta kuda, ada pula beberapa pria bangsawan yang sedang memulai paginya dengan beberapa bisnis sebagai tuan tanah.

matahari pagi menyeruak menembus jendela kamarnya hingga membuat matanya menyipit. Berta mengetuk pintu kamar Elia, iapun masuk tanpa menunggu izinnya dulu seperti biasa, wanita yang lebih tua tujuh tahun diatasnya itu membawa sewadah air untuk majikannya, ia mengambil kain lalu memasukkannya kedalam wadah dan memerasnya lalu mengusap wajah dan tangan Elia.

" Lady Engkau akan pergi ke desa Lourdes, apakah tidak lebih baik engkau melakukan mandi mingguanmu dulu, kupikir perjalanan kesana cukup melelahkan, bibimu akan sabar menunggumu di Lourdes" ucap Berta pada majikannya itu.

" Ya, dua hari lagi baru genap seminggu sejak hari kamis itu aku berendam di air Rosemary, aku cuma tidak sabar, ayahku baru mengizinkanku pergi sekarang" sahut Elia sambil mengeringkan wajahnya dengan kain.

"Ayahmu hanya khawatir, sejak dirimu beranjak gadis dia akan lebih protektif, apalagi Lourdes adalah desa perbatasan dengan Andalusia, bayak tentara Moor berjaga disana kudengar mereka sanga sangar. Sang Lord khawatir kau tidak aman disana"

"Apakah ayahku lupa kalau aku pernah berlatih pedang dengan Jendral Jakop selama enam bulan?" Tanya Elia percaya diri

" Lalu kau sudah menganggap dirimu seorang warrior?" Sahut Berta cekikikan, " orang perlu berlatih selama bertahun-tahun baru bisa masuk menjadi prajurit biasa"

Elia tersenyum kecut mendengar komentar Berta "yah, siapapun mereka prajurit Moor disana, kita kesana hanya ingin bertemu dengan bibi tidak ingin membuat masalah"

"Jangan terlalu cemas my Lady, ayahmu punya cukup tentara untuk melindunginu seandainya kamu punya sedikit keinginan iseng untuk melempar prajurit Moor dengan biji biji buah bit ini"

Elia tergelak

Berta memasangkan gaun kuning pagi ketubuh Elia, yang telah dipasang korset sebelumnya. Lalu menggelung rambut merah perak Elia dan menyisakan dua pilinan rambut menjuntai di tepi poni kanan kirinya. Topi putih dengan hiasan bunga tersemat miring menutup kepalanya. Ia terlihat sangat cantik apalagi diwajah putihnya tidak ada bercak-bercak merah seperti ibunya.

Elia memasang sarung tangan putih, sementara Berta mengisi koper majikannya dengan beberapa gaun beludru yang dihiasi Payet mutiara dan batu safir.

"Sudah siap?" Tanya Berta.

"Ya" jawab Elia berjalan ke luar kamarnya menuruni tangga

Dilantai bawah para pelayan sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, bagian hidangan sedang membawa panci-panci berisi sup dan panggang daging juga ada bacon kesukaan ayahnya, namun perjalanan pelayan kemeja makan itu tidak mulus tatkala mereka harus diganggu segerombolan anjing-anjing yang berkeliaran bebas di istana, mereka kadang menarik pakaian para koki sehingga makanan yang mereka bawa tertumpah sedikit, anjing-anjing itupun berpesta dengan makanan tumpah tersebut.

Dari segala sudut istana aroma tidak selalu neyenangkan karena tukang kebersihan hanya mengutamakan kamar-kamar tuan mereka sementara tempat yang lain mereka abai.

Elia selalu mendesah tidak nyaman dengan hariannya seperti ini. Dia harus pergi ketaman setiap pagi dan sore atau hanya duduk dikamarnya. Ditaman udara segar walaupun bunga-bunga kurang terurus, mawar-mawar harus berebut wilayah tumbuh dengan rumput liar. Namun mekarnya bunga-bunga mawar itu bisa menghilangkan sedikit kejenuhannya dalam istana.

Perjalanan ke Lourdes cukup baik, cuaca sangat mendukung ini adalah musim semi setelah melewati beberapa bulan dinginnya salju, kereta kuda membawa mereka menuruni lembah dan menerobos hutan Cemara kadang mereka melewati perkampungan yang masih dalam wilayah kekuasaan ayahnya yaitu Pierre Senvero seorang Lord of Bordeaux yang berhasil menaklukkan beberapa benteng di timur Prancis sehingga ia mendapat kewenangan memimpin penuh dari Raja Prancis Phillip ll di daerah tahlukannya yang meliputi Bordeaux, Araechon,Mont de Marsan hingga Lourdes. Sayangnya selama kepemimpinan ayahnya belum mampu menyelesaikan secara tuntas kesenjangan rakyatnya antara tuan tanah dan petani jelata.

Elia memandangi perkebunan anggur di pinggiran gunung yang sebentar lagi memunculkan putiknya, empat belas prajurit mengikuti mereka dibelakang dan dua panglima berjaga didepan. Elia berencana menghabiskan akhir bulannya di rumah bibi Tara, adik kandung Ibunya Lady Eleanor.

Bibi Tara tersenyum ceria melihat kedatangan keponakan cantiknya Elia Senvero. Ia mengembangkan tangannya mendapati Elia sudah berdiri digerbang rumahnya. Rumah yang hampir seperti istana, ini adalah rumah standar biasa para bangsawan , tetap mewah walaupun tidak sebesar istana orang tuanya.

"Elia, ayolah nak peluk bibimu" ucapnya walaupun dia duluan yang menghampiri Elia, ia memeluknya sudah sebelas bulan tidak bertemu dengan keponakan kesayangannya itu.

" Apa yang kau bawa ini?" Bibi Tara mengamati dua bingkisan ditangan Berta yang disodorkan kearahnya.

"Untuk Leoni" jawab Elia tersenyum semangat, matanya berkeliaran keseluruhan sudut ruangan seolah mencari sesuatu tidak lain sepupunya.

"Sudah, jangan pikirkan dia dulu, dua Minggu ini dia berangkat pagi dan pulang hampir senja, tapi perubahan padanya dia panda berkemas tidak semanja dulu, dia juga sudah menjadi juru tulis ku"

"Apa?" Mata Elia membeliak, dia pandai menulis? Bibi Tara mengangguk

"Dia pandai membaca dan menulis?" Ulang Elia memperjelas pertanyaannya. Ia teringat setahun yang lalu ia merengak pada Pendeta di istananya minta diajarkan baca tulis namun pendeta itu mengatakan bahwa aturan kerajaan melarang wanita belajar baca tulis.

"Iya Leoni suda pandai baca tulis, Ayolah nak, kita nikmati teh mawar ini dulu, nanti kita bahas itu, di Lourdes akhir-akhir ini memang ada sedikit revolusi pendidikan" bibi Tara mengajak duduk Elia di sofa dekat perapian, sambil menuangkan teh dan menyodorkan pie apel pada Elia.

Sayangnya Elia tertarik pada sekilas kalimat Revolusi di Lourdes yang baru diucapkan bibinya itu.

Elia menikmati segelas teh mawar lalu memotong kecil pie apel dan meletakkan di piring kecilnya. bibinya tidak henti-hentinya menceritakan ibunya yang dulu selalu mengguruinya hingga sekarang, kadang dia bercerita dengan expresi kesal kadang dia selingi dengan tawa. namun Elia masih menunggu jeda dimana dia bisa bertanya tentang Leoni, namun sepertinya tidak perlu lagi karena kehebohan sejenak terdengar tatkala suara Leoni bersorak mendapati sepupunya datang mengunjunginya. Ia segera meyongsong Elia dan memeluknya erat, namun setelah sadar apa yang dilakukannya ia mundur beberapa langkah lalu membungkukkan tubuhnya tanda menghormati sang putri.

"Maaf my Lady" ucap Leoni lirih, seketika Elia tertawa.

"Haruskah seperti itu?" Tanya Elia

"Ya, semua orang kecuali ayah dan ibumu" jawab Leoni hampir tersenyum.

Namun Elia tidak suka formalitas seperti itu, ia segera menarik tangan sepupunya itu menuju balkon.

Bersambung...



Menghilang di Andalusia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang