Bab 8 : Suka?

157 23 2
                                    

Sudah 1 bulan kehidupan sekolah Jaemin terganggu. Tak ada kemajuan dan hanya ini-ini saja. Sampai kapan ini semua berakhir? Ia bahkan sudah menjadi seorang korban saat ini. Tak memiliki teman, selalu diganggu, dan sendirian. Bahkan tindakan bullying yang dilakukan oleh para murid dengan reputasi tinggi benar-benar membuatnya lelah? Apakah ia harus meninggalkan sekolah ini saja? Ayolah kesuksesan bukan hanya datang sebagai alumni Neo School bukan? Walaupun kesempatan mendapatkan pekerjaan jauh lebih besar dari alumni sekolah lain.

Namun dalam hati kecilnya ia masih ingin untuk tetap bertahan? Bukan hanya karena orang tuanya yang membuat ia tetap bersekolah disini, namun juga karena kesempatan. Bisa memasuki surga tanpa menimbang amal kebaikan adalah hal yang harus dimanfaatkan dengan baik kan? Jaemin bingung harus mengambil jalan apa. Tetap maju atau memang harus mundur?

Haechan tertawa di sela-sela ia menonton sebuah kejadian di layar televisinya. Ia tertawa dengan puas dan melengking. Sungguh Haechan menikmati kejadian yang ditayangkan di televisi di depannya itu.

Terlihat Jaemin dengan seragam atas nude bercampur celana mauve itu basah karena sebuah wadah berukuran besar berisi susu cair yang mengenai tubuhnya.

Pada awalnya semua baik-baik saja dan berjalan lancar. Namun tetap saja ia selalu menjadi pusat perhatian semua orang. Jaemin sudah mencoba menghindari F4 ketika tanpa sengaja mereka bertemu, walaupun ada beberapa kesempatan ia dan Renjun akan berbicara di ruang kosong dekat taman belakang. Selama Jaemin tak memiliki teman, Renjun akan datang menemuinya. Menjadi teman dadakannya membuat sebuah debaran muncul dalam gejolak hati Jaemin. Ia ragu akan perasaannya. Apakah ini rasa seseorang dengan perasaan lebih? Atau hanya berutang budi?

Namun takdir berkata lain. Sepertinya takdir masih sangat ingin bermain-main dengan Jaemin, ketika jam pelajaran ke 4 selesai, Jaemin baru saja kembali dari kamar mandi dan saat ia telah menarik pintu kelasnya supaya terbuka, sebuah wadah berukuran besar itu tumpah mengenai seluruh tubuhnya bersamaan ia membuka knok pintu tersebut. Semua murid tertawa, memandang wajah Jaemin yang datar tersebut.

Pandangan mata Jaemin mulai menggelap. Ia menahan amarahnya lagi. Ketika ia akan memasang langkah mundur, kaki seseorang menyandung kakinya sehingga otomatis ia terjatuh terduduk. Kemudian disusul sebuah wadah berukuran sedang berisi tepung yang jatuh mengenai tubuh Jaemin kembali.

Sudah cukup ia menerima semua ini. Tindakan mereka sungguh kekanak-kanakan. Namun ia tahu semua sikapnya, Jaemin adalah Jaemin.

Seorang Pria kuat dan percaya diri. Ia pasti bisa melalui ini semua. Wajah Jaemin memperlihatkan wajah amarahnya setelah para murid kembali mengeluarkan suara tawa yang seolah seperti ejekan pada telinga Jaemin.

Ia perlahan berdiri, mengatur keseimbangan tubuhnya agar tidak terjatuh kembali. Perlahan langkah kakinya menuju arah kiri. Arah dimana merupakan tempat santai para F4. Jaemin menghela nafasnya kasar. Sedikit mengacak rambutnya, apakah ia harus menemui Haechan dan memintanya untuk berhenti bermain padanya?

Haechan tertawa kembali. Ia terhibur sungguh terhibur dengan pemandangan itu. Sampai membuat kedua sahabatnya, Yangyang dan Chenle yang sedang terduduk santai disofa merasa terganggu dengan suara Haechan.

“Bisakah kau mengecilkan volume suaramu teman?” suara Yangyang dengan nada mengejek.

“Bukankah kita tidak saling mengenal?!” sinis Haechan dengan muka julidnya.

Yangyang menghela nafasnya kasar. Ingin sekali ia mengacak rambut coklat sahabatnya itu saat ini juga. Namun ia urungkan niatnya karena... kalian semua tahu bukan?

“Kulihat kau sangat tertarik padanya yah Chan? Padahal kalian hanya bertemu beberapa kali saja.” Suara lembut Chenle yang masih fokus pada ponselnya.

“Kau bilang apa? Siapa yang tertarik pada Pria jelek sepertinya.” Ucap Haechan sedikit tersinggung kemudian mengambil remote dan mematikan televisinya.

“Bukti ada di depan mata kalau kau buta. Mengapa kau begitu bahagia cantik?” goda Yangyang yang menutup bukunya setelah lama fokusnya tertuju pada buku pelajaran tersebut.

“Lagipula kau bilang apa? Jelek? Ayolah aku tak naif manis. Dia mempunyai visual yang wawww. Bahkan setara dengan penerus keluarga Lee itu.” Chenle menaikkan alisnya. Ia senang bisa menggoda Haechan.

“Apa? Kau bandingkan dia dengan Jeno? Tidak sekalian kau bandingkan dengan ketua murid juga?” Ujar cepat Haechan.

“Bangchan? Emm mungkin masih jauh dari Jaemin.” Suara Chenle lembut.

“Kau tak ingin membiarkannya saja Chan? Kalian semua sudah bermain-main dengannya cukup lama. Kalau ia sampai mengaduh pada kakek Hyunjoo maka kau bisa kehilangan warisanmu.” Serius Yangyang.

Haechan berdecak kesal. Ia berdiri dari duduknya. Kemudian ia menatap kedua temannya dengan tatapan sinis.

“Biarkan. Lagipula aku sangat terhibur. Itu semua adalah balasannya karena selalu mengangguku. Kalau-kalau dia memang menyerah dari sekolah tak masalah, kehidupanku akan jauh lebih tenang tanpa anak baru sialan Na itu.” Setelah Haechan melangkahkan kakinya pergi. Meninggalkan kedua temannya dengan senyuman jail diwajahnya.

“Aku pernah membaca sebuah buku, bahwa perasaan suka selalu tertutupi dengan sebuah tindakan rendahan milik Haechan. Ia sungguh tipe Tsundere akut.” Kata Chenle dengan tawa remehnya.

“Kau yakin Haechan punya sedikit rasa itu? Bukankah ia tak pernah jatuh cinta dan berkencan?” tanya Yangyang tersenyum.

“Salah satu hambatannya untuk kegagalan cintanya.” Balas Chenle dengan kembali sibuk pada ponselnya.

●●●

Ia membatalkan niatnya. Jaemin membatalkan niatnya untuk menemui Haechan dan berbicara dengannya. Jika Jaemin datang menemui Haechan dengan dirinya seperti ini maka Haechan akan merasa bahwa semua permainan yang ia mulai telah dirinya menangkan.

Kedua langkahan kakinya berhenti di depan loker miliknya. Ia membuka perlahan dan melihat bahwa loker disana sudah tidak terdapat pakaian cadangan kembali. Sudah beberapa hari terakhir mereka semua dengan enaknya mengotori seluruh seragamnya dan bahkan Jaemin harus mendapatkan amarah dari guru kesiswaan lantaran pakaian yang ia kenakan cuku sering tak sesuai dengan jadwal sekolah.

Jaemin menghela nafas. Bagaimana selanjutnya? Pakaian siapa yang akan ia pakai untuk mengganti pakaiannya ini? Sungguh ini sangat lengket. Ketika susu dan tepung bercampur, maka apa yang akan terjadi?

Hanya ada jalan satu-satunya, ia perlu meminjam pakaian cadangan Jeno ataupun Hyunjin. Menemui mereka dengan keadaan sekarang juga sama saja seperti lepas dari mulut harimau, masuk ke dalam lubang buaya. Ia perlu menelfon saja. Yahh menelfon.

Ketika Jaemin akan menelfon Jeno, sebuah suara memanggil namanya. Terlihat seorang Pria Cantik berjalan ke arahnya. Renjun menemuinya kembali. Ia selalu saja datang di waktu yang tepat. Selalu menolongnya dimanapun ia berada. Sebuah senyuman hangat itu muncul di wajah tampan Jaemin.

“Kau mengikuti kata-kataku yah dengan diam saja tanpa melawan?” sinis Renjun menatap Jaemin.

“Jika ada waktu melawan maka penampilanku akan jauh berbeda dari ini.”

“Sudahlah, pakaian cadanganmu sudah habis bukan? Ayo ikut aku keruanganku. Aku punya pakaian lebih.” Ucap Renjun lembut.

Jaemin malah tertawa mendengar ucapan Renjun. Kemudian ia mengikuti Renjun menuju ruangan pribadinya. Seluruh penerus keluarga besar telah disiapkan sebuah ruangan pribadi mereka. Hanya sebuah ruangan bak kamar tanpa ranjang king size. Hanya sofa, buku di rak, meja belajar, dan sebuah lemari terisi disana.

Haechan berdecak sebal di perbelokan arah kiri menuju loker sekolah. Ia tak suka pemandangan Renjun yang sok akrab dan dekat pada Jaemin. Sudah 2 minggu Haechan selalu mengikuti Renjun ketika ia baru saja bermain dengan Jaemin. Renjun selalu muncul bagaikan pahlawan kesiangan untuknya. Membantunya seolah ia sekarang telah menjadi teman Jaemin. Ayolah hanya karena Jaemin masuk ke sekolah ini karena kakek Hyunjoo juga seharusnya tidak membuat mereka dekat seperti ini bukan?

Setelah sesi latihan berpacuan kuda sore hari itu, Haechan tanpa sengaja melihat Renjun sedang menemani Jaemin di kamar mandi bawah. Karena gangguan dari murid sekelasnya, yang dengan sengaja menjahilinya dengan membuatnya telat masuk kelas, membuat guru pengajar jam tersebut menghukum Jaemin dengan memerintahkannya membersihkan kamar mandi Pria dan Wanita dilantai 2. Walaupun Renjun tak membantu Jaemin membersihkan kamar mandi tersebut, setidaknya ia menemani Jaemin mengobrol sehingga membuatnya tak bosan. Bahkan Haechan mulai merasakan bahwa Renjun sekarang mulai jarang bertemu dengan teman-temannya ketika beristirahat. Ia selalu menghabiskan waktu sendirinya seperti hari ini. Menemani Jaemin.

Tangan Haechan mengepal. Ia membenci semua keadaan dimana Jaemin dan Renjun menjadi dekat, dan semua kejadian itu juga berasal dari dirinya? Wajah marahnya mulai tercetak dalam wajah manisnya tersebut. Ia kesal dan perlu melampiaskannya pada seseorang.

●●●

Matahari kembali bersinar. Namun berbeda dengan hari kemarin, terlihat lebih berawan dan sendu. Seperti biasa Jaemin akan diantar ke sekolah oleh sopir keluarga Huang. Jam pelajaran pertama dan kedua berjalan dengan baik-baik saja. Hal itu sangat tidak nyaman untuk dirinya. Karena jika hal itu terjadi maka akan ada hal yang lebih serius terjadi selanjutnya.

Jam ketiga sampai kelima merupakan waktu pembelajaran olahraga. Jaemin beserta murid lainnya bersiap untuk berganti pakaian. Ketika Jaemin membuka lokernya, sebuah sampah mulai terjatuh dari arah dalam lokernya. Jaemin menghela nafas. Setiap hari ia harus melihat pemandangan yang seolah ingin meneriaki mereka semua. Seragam olahraganya juga harus ikut kotor? Apakah ia harus melewatkan jam olahraganya lagi hari ini? Jika terus seperti ini Jaemin ragu ia tidak akan mendapat nilai A, jika setiap ada pelajaran olahraga ia selalu alpha.

Namun pandangannya terhenti pada sesuatu. Terdapat sebuah kertas berwarna merah dengan tulisan F4 tanpa melupakan lambang mereka. Semua murid yang tanpa sengaja melihatnya mulai berbisik. Jaemin yang pada dasarnya masih sangat awam dengan F4 memasang wajah bingungnya. Sebuah tangan menepuk bahunya pelan. Terlihat seorang Pria dengan wajah angkuhnya mulai mengeluarkan suara.

“Selamat karena kau akan mendapat hukuman dari pak Siwon dan... Neraka dari Haechan. Kami akan sangat merindukanmu Na.”

Jaemin mengernyitkan kedua alisnya. Ia bingung dengan teman sekelasnya tersebut. Apakah ada seseorang yang bisa menjelaskannya?

●●●

“Bagaimana kau bisa ceroboh lagi Na Jaemin!!! Sudah dua kali terhitung ini juga kau melakukan kesalahan di jam mengajarku. Kau ingin menguji kesabaranku Na?” marah Siwon terlihat. Ia cukup kesal karena mendapat alasan bahwa Jaemin tak dapat berganti mengenakan seragam olahraga karena seragamnya tertinggal dirumah? Lalu apa gunanya loker disana? Jaemin sayang, mengapa kau malah berbohong pada gurumu?

Jaemin menunduk. Ia tak siap membalas ucapan gurunya itu. Ini adalah kesalahannya. Walaupun ucapan Siwon pada kalimat terakhir tidaklah benar, namun apa yang bisa ia lakukan? Intinya tetap ia tak bisa berganti seragam olahraganya?

“Sudahlah jika kau tetap seperti ini maka nilaimu bisa berbeda dari yang lain Na. Saya memberikan dirimu kesempatan, kau bisa mengikuti pelajaranku ketika kau selesai berlari 10 kali putaran di lapangan tengah.” Kata Siwon mulai menurunkan nada suaranya.

Wajah Jaemin berubah cepat. Ia mengangkat kepalanya. Tak lupa wajahnya dipenuhi senyuman manisnya.

“Terimah kasih pak. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi di pelajaran bapak selanjutnya.” Suara senang Jaemin terdengar candu.

Siwon tersenyum kecil. Ia suka dengan semangat Jaemin.

“Ingat janjimu Jaemin. Saya tidak akan mentolerir kesalahanmu lagi di masa depan.”

“Baik pak. Terimah kasih.”

“Lalu? Sekarang segeralah lari. Jangan buang-buang waktu.”

Jaemin mengulas senyuman kembali. Ia kemudian berlari menuju lapangan tengah. Siwon menatap sendu punggung Jaemin yang sudah mulai menghilang tersebut.

“Sudah ayo bangun. Jangan berleha-leha lagi. Ayo segera lakukan pemanasan. Seungmin pimpin pemanasan yang kemarin saya ajarkan.”

●●●

Cuaca hari ini memang telah berpihak pada Jaemin. Dengan cuaca yang tidak secerah hari biasanya. Masih tetap berawan seperti pagi ini. Dan mendung terlihat jelas hari ini. Cuaca serasa lebih dingin dari biasanya dan angin juga berhembus lebih cepat dari beberapa hari akhir terakhir.

Ini semua memudahkan Jaemin untuk mengelilingi lapangan yang sangat lebar menurutnya. Baru 3 kali ia berputar, ia belum merasakan lelah. Ia bersyukur lantaran cuaca berpihak padanya, sehingga ia tak terlalu gerah ataupun lelah menuju 4 kali putaran sampai akhir 10 kali itu.

Disana Jaemin bisa melihat Jeno dan beberapa teman sekelasnya sedang bermain basket. Cukup lama ia sudah tak berbicara dengan Jeno kembali. Untuk Hyunjin, ia sedang disibukkan dengan jadwal padat pemotretannya. Jangan lupakan ia adalah seorang model muda. Untuk 1 minggu kedepan ia mengambil waktu cuti sekolahnya.

Matanya mulai memincing ketika seluruh member F4 berjalan memasuki lapangan olahraga. Mereka mengenakan seragam olahraga. Menandakan hari ini mungkin jadwal olahraga mereka. Ingatkan semua bahwa jadwal pelajaran mereka berbeda dari kelas lainnya. Semua jam pelajaran tak tetap bagi mereka.

“Bukankah dia Na Jaemin?” tanya Yangyang yang masih berjalan menuju area tengah lapangan, mereka berjalan bersama.

Haechan menyunggingkan senyumannya.

“Aku telah memiliki hadiah untuknya.”

“Apa?” tanya Renjun tegas.

“Ada apa? Kau mulai ikut campur?” balas Haechan santai.

“Bisakah kau melepaskannya saja?” tanya Renjun dengan suara dingin dan langkahnya terhenti.

Haechan tak terima. Ia juga memberhentikan langkahnya, membuat kedua temannya spontan ikut berhenti dan menatap bingung kearah mereka.

“Apa hakmu mengatur hiburanku?”

“Dia bukan hiburanmu. Berhenti dengan permainan kekanakanmu Seo.”

“Kau tak terima aku bermain dengan hewan peliharaanmu?”

“Dia bukan peliharaanku. Dan aku sudah muak dengan hiburanmu menyangkut dirinya.”

Tatapan tajam kedua telah dikeluarkan. Renjun menatap dingin Haechan dan Haechan tak kalah menatap dingin, ia menatap tajam bahkan seolah ingin membunuh Renjun. Yangyang dan Chenle menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal. Mereka bingung dengan keadaan di depannya. Seolah Haechan dan Renjun mengibarkan bendera merah dengan menginginkan peperangan terjadi.

“Teman-teman kalian oke kan?” tanya Chenle ragu.

“Menjauh darinya Seo Haechan!” suara dingin dan penuh penekanan dikeluarkan Renjun.

“Siapanya dirimu baginya?” tatapan remeh Haechan keluarkan. Berusaha mengejek Renjun dengan tatapan angkuhnya.

“Aku menyukainya-“

“Awas kalian...”

Sebuah teriakan menginterupsi 4 penerus keluarga besar tersebut. Menoleh cepat pada suara teriakan Pria tersebut. Kedua pandangan 4 Pria manis itu terkejut melihat bola basket mengarah padanya, lebih tepatnya pada Haechan. Spontan Renjun, Yangyang, dan Chenle berjalan mundur, berusaha menghindari bola tersebut. Namun tidak bagi Haechan. Dia terdiam kaku.
Haechan merasakan kedua kakinya susah untuk digerakkan. Bahkan ia sangat terkejut mendengar suara cicitan pelan Renjun. Namun kedua telinga Haechan masih berfungsi dengan jelas, Renjun menyukainya? Ia menyukai Jaemin?

Brukkk

Sebuah suara tubuh terjatuh itu terdengar. Ia terjatuh. Ia tak sempat mengelak karena otaknya masih mencerna ucapan sahabat dekatnya tersebut. Haechan terjatuh terlentang. Bola basket tersebut mengenai hidungnya. Yangyang dan Renjun segera terduduk melihat kondisi Haechan sedangkan Chenle-

“Siapa yang melemparkannya? Ingin mati hah?” suara teriak dan marah Chenle bercampur jadi satu.

Jeno dan beberapa temannya tak bergerak di tempat. Kedua kaki mereka semua masih kaku. Banyak fikiran bergejolak di otak mereka. Keadaan ini membuat mereka terkejut parah.

Suara gesekan sepatu dengan jalan terdengar dengan jelas. Langkahan kaki tersebut terdengar tergesa-gesa, seolah memang berlari. Dan Jaemin, setelah melihat Haechan terjatuh dengan cepat langkahan larinya ia arahkan pada Haechan. Dan sialnya Haechan melihat dengan kedua pandangan matanya bagaimana Jaemin tergesa-gesa menghampirinya.

“Kau tak apa Haechan-ssi?” tanya Jaemin yang berada di samping kiri Haechan. Yangyang memundurkan tubuhnya ke belakang setelah Jaemin menghampiri mereka.

“Katakan siapa yang melempar bola basketnya? Tak ada yang mengatakannya?” tanya marah Chenle melihat beberapa murid kelas 11-1 hanya diam kaku bagaikan patung melihat keadaan ini. Tak ada yang bergerak.

Haechan menatap Jaemin seolah tak bisa dimengerti.

“Kau bisa mendengarku Chan?” tanya Renjun khawatir mengelus surai Haechan.

“Pusing.” Suara serak Haechan keluar bersama dengan sebuah darah yang keluar dari hidungnya. Haechan mimisan.

“Kita bawa Haechan ke uks.” Suara khawatir Jaemin keluar dengan bersamaan menggedong Haechan bak bridal Style menuju uks.

Segera langkahan kakinya disusul oleh Renjun dibelakangnya. Yangyang menarik tangan Chenle untuk segera mengikutinya.

“Sudah. Ada cctv disini, kita bisa memeriksanya setelah mengetahui kondisi Haechan. Ayo kita pergi dulu ke uks.” Ajak Yangyang dengan suara bergetarnya.

Sungguh ia khawatir pada Haechan. Bahkan seluruh member F4 juga merasakan khawatir pada penerus tertinggi keluarga besar tersebut sekaligus sahabatnya. Dan Jaemin, juga merasakan rasa sedikit khawatir di dalam hatinya.

Boys Between FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang