Ibu Mertua

63 4 0
                                    

Keesokan paginya, aku kembali mendapati mas Ratan yang mencium keningku.

"Udah bangun?" Tanya mas Ratan tanpa rasa bersalah.

Aku heran. Setelah apa yang dia lakukan semalam, dia masih bisa memberiku kecupan pagi seperti biasa.

"Kamu bisa tidur lagi, aku nanti minta mbak Yah buat nyiapin minuman herbal buat kamu." Ucap mas Ratan yang ternyata masih peduli padaku.

Aku tidak menanggapinya. Aku kembali menutup mataku karena muak melihat mas Ratan.

"Aku berangkat." Pamit mas Ratan, lalu pergi meninggalkan kamar.

Aku beralih duduk di depan meja rias. Dia memang berlebihan, tanda cupangnya terlihat jelas di leher dan bagian sekitarnya. Bahkan ada beberapa memar baru yang muncul di lengan dan lututku.

Tubuhku masih terasa lemas. Bahkan untuk berdiri saja aku sempoyongan. Aku pun memutuskan untuk melanjutkan tidurku. Berharap semua rasa sakit ini akan hilang saat aku bangun nanti.

-0o0-

Siang harinya, ada seorang ibu ibu yang terlihat berhenti di depan rumah Rania. Penampilannya seperti ibu ibu sosialita lengkap dengan kacamata hitamnya. Dia pun memasuki rumah Rania tanpa permisi. Bahkan tanpa melepas alas kaki yang ia kenakan.

"Nyonya Lusi?" Mbak Yah terlihat melongo tak percaya.

"Selamat siang Diyah. Apa saya enggak disambut disini?"

Raut wajah mbak Yah terlihat terkejut, bingung dan segan. 

"Tentu saja anda disambut, silahkan nyonya." 

Mbak Yah pun mempersilahkannya duduk di ruang tamu.

"Aduh! Nyonya besar kok datang sekarang?" Batin mbak Yah sembari membuatkan teh untuk tamunya.

"Silahkan nyonya." Mbak Yah menyuguhkan tehnya.

"Dimana Rania?" Tanya wanita itu sembari melepas kacamatanya.

"Nona Rania masih tidur, tuan Ratan bilang nona Rania lagi enggak enak badan." Mbak Yah mencoba membela.

"Jam segini masih tidur!?" Sentak tamu itu yang membuat mbak Yah terkejut.

"I...i...iya nyonya Lusi." Mbak Yah menjawab dengan gemetar.

"Diyah pekerjaan kamu sudah selesai sampai disini. Sekarang kamu pulang." Perintah sang tamu.

"Lho maksudnya saya dipecat?" Mbak Yah terkejut tidak percaya.

"Saya enggak bilang kalau kamu dipecat. Saya hanya bilang kamu bisa pulang sekarang." Jelasnya.

"Oh... Iya nyonya saya pulang sekarang." Mbak Yah pun mengemasi barangnya lalu pulang.

Mbak Yah benar benar terlihat takut dan tidak mampu melawan perintah nyonya Lusi itu. 

-0o0-

Aku terbangun dengan nafas yang berat dan air mata yang mengalir. Aku mengalami mimpi yang sangat buruk. Di mimpiku, mas Ratan pergi bersama wanita lain. Meninggalkanku sendiri di tengah lautan dangkal yang luas. Kemudian dia menghilang tersapu ombak sehingga tangan yang aku ulurkan tidak bisa menggapainya.

Aku mengusapi air mata dan keringat yang bercucuran akibat dari mimpi itu. Aku harap mimpiku itu muncul bukan sebagai pertanda, melainkan hanya bunga tidur saja. Mungkin, aku hanya merindukan laut. Dimana janji suci kami terucap, dan hati kecil kami terikat.

Akan tetapi, mimpi adalah suatu hal yang memang terkadang aneh. Kita bisa berpindah tempat hanya dalam kedipan mata. Tempat yang kita datangi pun kadang diluar nalar. Mungkin aku bermimpi buruk karena tubuhku yang kurang sehat. Anggap saja, menurunnya imun tubuh dapat menyebabkan mimpi buruk yang aneh.

Pergi Bersama HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang