Malam itu, Sagara habiskan waktu untuk menatap indahnya langit malam di balkon. Tatapan pemuda itu kosong, pikirannya berkelana jauh ke masa lalu. Sagara sedang mengingat momen indah bersama kakek yang berada di Yogyakarta.
Ia masih ingat betapa enaknya masakan yang dibuatkan oleh kakek untuknya. Meski hanya sebatas nasi hangat dan telor ceplok saja, masakan yang dibuat oleh kakeknya akan terasa enak dan spesial.
"Kangen kakek."
Gumaman itu terlontar bebas dari mulut Sagara yang sudah mulai kedinginan. Pemuda itu mengeluarkan ponsel untuk mengetahui sudah berapa jam ia berada di balkon.
00.30
Ternyata sudah pergantian hari, pantas saja udara terasa menusuk. Beginilah ia ketika sudah melihat langit, selalu tidak menyadari bahwa dirinya sudah lama menghabiskan waktu di sana. Sagara memutuskan untuk kembali masuk ke dalam dan berjalan menuju dapur, mencari makanan untuk mengganjal perutnya yang keroncongan.
Saat kakinya menyentuh tangga terakhir, tak sengaja pemuda itu bertemu dengan Tamara yang sedang memasak mie instan seorang diri.
"Ma?" panggil Sagara menghampirinya.
Tamara menoleh ke belakang, memberikan seulas senyum. "Kenapa belum tidur?"
"Laper," jawab Sagara singkat. "Mama sendiri kenapa belum tidur? Ayah lembur lagi, ya?"
Mendengar hal itu, Tamara kembali memberikan senyuman dan mengangguk. "Iya, ayah lembur lagi. Kamu mau Mama bikinin apa?"
"Nasi telor ceplok."
Tamara mengangguk dan menyuruh Sagara menunggu di meja makan, sementara dirinya mulai memanaskan minyak seraya mengurus mie instan yang sedang ia rebus.
Sementara itu, Sagara melihat gerak-gerik ibunya yang cekatan dalam melakukan pekerjaan. Padahal bisa saja Sagara memasaknya sendiri, tapi Tamara tidak keberatan untuk memasak bagiannya.
"Tapi apa rasanya bakal seenak buatan kakek?" gumam Sagara kembali mengingat rasa masakan spesial dari kakeknya.
Ia sudah membayangkan rasa yang selalu sama setiap nasi telur ceplok itu masuk ke mulutnya. Rasa yang tak bisa tergantikan oleh siapa pun.
Tak lama kemudian, Tamara membawa makanan Sagara dan mie instan miliknya. Mereka berdua duduk berhadapan, tak ada percakapan sebelum akhirnya Sagara mengucapkan satu kata yang membuat hati Tamara menghangat.
"Enak."
Tamara tersenyum, merasa senang karena wanita itu masih mengingat resep masakan mertua nya dan bisa membuatkan Sagara makanan kesukaannya.
"Kenapa Mama tahu kalau Gara suka nasi telor ceplok pake kecap?" tanya Sagara setelah menelannya.
"Itu kan kesukaan kamu, Sayang. Waktu kecil kamu sering minta Mama buat masakin telor ceplok kecap, gak mungkin Mama lupa," jawab Tamara mulai memasukkan mie ke dalam mulut.
Sagara terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Tamara.
"Makasih," ucapnya.
"Sama-sama. Habis makan jangan langsung tidur, kasih jeda beberapa menit," tegur Tamara mengingatkan Sagara.
Sagara menganggukkan kepala dan memakan telor ceplok buatan ibunya dengan lahap, habis tak tersisa. Sepertinya Sagara benar-benar merindukan masakan kakeknya di Yogyakarta.
Setelah mereka berdua telah menghabiskan makanan, Tamara berdiri. Hal itu mengundang perhatian Sagara.
"Mama cuci piring dulu. Kamu langsung ke atas aja. Udah tengah malam juga, nanti kamu kesiangan ke sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction"Satu kesalahan kecil memiliki dampak yang besar." Keluarga cemara. Ya, itu kata orang sekitar saat melihat keluarga mereka. Namun, tidak bagi Savalas. Ia tidak menemukan arti cemara di keluarganya, meskipun kondisinya saat ini adalah apa yang ia h...