💫 - Tujuh

494 52 6
                                    

"Putri Michelle, apa aku boleh mencoba salah satu senjata di sana?" tanya Sabina menunjuk tempat di mana senjata-senjata itu disimpan.

"Bol--."

"Tidak boleh." Brian memotong ucapan Sabina dengan cepat.

"Kenapa? Aku janji tidak akan merusaknya, putra mahkota." ucap Sabina sedikit memohon.

"Kalau aku bilang tidak boleh ya tidak boleh."

"Apa susahnya mengatakan jika kakak khawatir kalau kak Sabina terluka." Michelle mencibir sambil bersedekap dada.

Pengawal pribadi Brian pun tersenyum geli, membenarkan ucapan Michelle. Terlihat sekali jika Brian mengkhawatirkan Sabina.

"Kamu meledekku?" tanya Brian pada pengawal pribadinya yang terlihat menahan senyumnya.

"Tidak putra mahkota."

"Kak Sabina itu pelayan pribadiku. Jadi aku yang berhak menentukan boleh atau tidaknya." Michelle menunjuk dirinya sendiri, ia pun menatap ke arah Sabina. "Kamu boleh mencobanya kak."

"Terima kasih, putri Michelle."

Sabina pun berlari mendekati para ksatria yang tengah berlatih itu. Ia mengutarakan niatnya dan mereka dengan senang hati membantu Sabina untuk mencoba senjata-senjata tajam itu.

"Pakai yang ini." ucap Brian memberikan panah yang berukuran kecil saat salah satu ksatria di sana malah memberikan panah yang berukuran besar.

Sabina mengerucutkan bibirnya tapi tetap menerima panah yang berukuran kecil itu. Sabina mulai bersiap dengan posisinya. Brian, Michelle, dan yang lainnya memperhatikan dari pinggir lapangan panahan itu.

Sabina mengangkat busur panah tersebut dan saat ia menurunkan tangannya, mencoba mensejajarkan busur panah itu di depan wajahnya. Tiba-tiba set tempat di lapangan itu pun berubah, membuat Sabina tersentak.

"Is féidir leat Cliodhna cinnte."

Sabina menoleh ke samping kirinya dan lagi-lagi ia dibuat terkejut karena di sana banyak sekali orang yang tidak ia kenal. Di mana putra mahkota Brian? Di mana putri mahkota Michelle? Di mana pengawal pribadi Brian? Dan di mana para ksatria?

Di mana mereka?

Sabina menatap sekitarnya dengan bingung. Benar, ia masih di area istana Atlanterra. Tapi, suasana tempat ini seperti mundur ke era ribuan tahun yang lalu.

"Cliodhna. Cad a cheapann tú? Déan é go tapa."

Sabina lagi-lagi menoleh ke arah seseorang berpakaian seperti kaisar. Pria itu duduk di singgasananya dan menatap Sabina dengan tegas.

"Téigh a stór. Taispeáin do chumais, is féidir leat é a dhéanamh."

Kini seseorang berpakaian seperti permaisuri tampak menyemangatinya. Hati Sabina menghangat menatap wanita dengan senyum indah itu, tanpa disadarinya Sabina ikut tersenyum padanya.

Sabina menatap busur dan anak panah yang berada ditangannya. Busur dan anak panah ini cukup besar serta terlihat sangat cantik. Ia pun memposisikan busur dan anak panah itu, lalu mulai menarik tali busur panahnya.

Tangannya sedikit gemetar, sebelum akhirnya ia melepaskan anak panah itu dan benda itu pun melaju dengan begitu cepat. Dan menancap tepat di titik tengah papan target yang berdiri kokoh di ujung sana.

Tepuk tangan riuh pun terdengar dan saat Sabina berkedip sejenak, set tempat itu kembali seperti semula. Di mana Sabina berdiri di lapangan panahan area istana Atlanterra di masa sekarang.

Sabina buru-buru menoleh ke samping kirinya dan di sana terlihat Brian, Michelle, pengawal pribadi Brian, dan para ksatria yang menatap ke arah papan target dengan ekspresi tidak percaya.

The Legend of NeverlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang