Hanya empat jam Andrean bisa kembali stabil dan sadar, dia bisa dipulangkan. Sementara Bernard kemungkinan dipulangkan esok hari karena di usia senja seperti ini sangat rentan mengalami dimungkinkan terkena penyakit jantung atau darah. Akhirnya Andrean yang pulang disusul Harris.
Lim asisten pribadi Bernard itu baru saja tiba. Ia bergegas mendatangi rumah sakit karena ditelpon Zack.
"Maaf Tuan Muda, bagaimana kondisi Tuan Besar?" Ucap Lim dengan menormalkan pernafasan.
"Kakek harus opname, kemungkinan besok bisa pulang. Menurut dokter ada zat lain yang membuatnya dan Daddy melemahkan tekanan darah drastis.
Beruntung Daddy kuat dan bisa merespon baik obat yang diberikan dokter, jadi la belas menit yang lalu sudah dibawa pulang Harris." Jelas Zack.
"Huh jadi begitu. Apa mereka sengaja minum?" Lim terlampau heran sejak kedatangan Arsena yang tak menyukai alkohol, Bernard sudah tak menyentuh anggur-anggur mewahnya. Hanya akan diminum saat tertentu. Dan tentu satu botol hanya diminum setengah gelas, kemudian membagi sisa padanya dan siapapun yang mau.
"Yah, sepertinya begitu. Mereka pergi ke bar. Tubuh Daddy sendiri banyak terdapat sisa bercinta, kemungkinan mereka ribut lalu dicekoki orang lain dan kakek ikut ditendang keluar bar." Zack menjelaskan seperti hal biasa menangani urusan bar.
"Bar?" Lim benar-benar tak mengira akan Bernard yang datang ke tempat itu. Bernard sudah tak muda lagi, haus belaian mungkin saja. Namun sejak dulu dia bekerja dengannya, orang itu adalah tipe pria setia.
Sejenak terduduk di kursi tunggu, kini Bernard dipindahkan ke ruang rawat biasa. Langsung Lim mengurus administrasi serta membeli beberapa barang yang dititipkan Zack. Ia keluar menuju minimarket yang ada di seberang jalan rumah sakit.
"Ya, tak akan separah itu."
"Benar? Sedikit tak yakin dengan ucapanmu. Bahkan dia sudah tua!"
"Tenang saja, anggap cuma setetes. Dia akan kembali seperti biasa besok."Percakapan dua orang dengan pakaian hitam layaknya seorang bodyguard di parkiran kendaraan. Seseorang bahkan melirik kedatangan Lim dan langsung mengubah jawabannya agar tak gamblang isinya. Meyakinkan bahwa mereka hanya membicarakan sebuah kejadian hangat diantara mereka sendiri.
Tentu Lim bukan sosok yang gampang percaya. Tetapi dua orang bodyguard yang terbiasa terlihat di belakang saingan Bernard itu tak biasa. Mereka hanya berdua disini dan amat santai meski melihatnya dengan menelisik. Bahkan mereka tak peduli dengan orang lain karena sibuk bergosip sambil meminum susu ultra mimi rasa strawberry.
Saat Lim keluar, mereka mebuang sampahnya ke tempat sampah dekat pintu keluar. Sedikit menyapa karena sempat beberapa kali ketemu lalu pergi dengan mobilnya. Keyakinan Lim akhirnya goyah, yang berarti bukan Renzo dalangnya.
Usai belanja, dia kembali menuju ruang rawat yang diberitahukan Zack.
"Terimakasih" ucap Zack membuka kantung kresek itu.
"Anda tak pulang Tuan Muda?" Lim bisa berjaga disini sendirian.
"Tak mungkin aku pulang, apalagi jika kakek keluar dari tempat itu bersama Daddy. Bisa-bisa diomeli karena tak mau mengurusnya." Zack paham kakeknya, orang itu sangat suka mengomel ketika mendapatinya tak mau menjenguk kala neneknya dulu sakit.
Beruntung saat jam 9 pagi Bernard telah pulih. Dokter menjelaskan agar dirinya tak minum-minum lagi meski memiliki toleransi alkohol yang tinggi. Bahkan menganjurkan pemeriksaan fungsi ginjal dan darah.
Di rumah, tempat ini kembali sepi. Sudah jadwal cucunya pulang ke rumahnya sendiri. Seharusnya dia ditatap sinis karena merusak dirinya sendiri.
"Kejam sekali, dia tak pamitan denganku!" Rengek Bernard.
Lim terkejut, tuannya merengek pada orang yang tak berada disini. Sejak kapan orang tua ini bisa merengek. Namun ditahan semua pemikirannya agar tak mendapatkan masalah atau hukuman nanti.
Seperti halnya Bernard, Andrean juga tak merasakan kekurangan. Tak pernah ada rasa aneh dalam hidupnya. Dia baik-baik saja.
Hari berganti hari, perusahaan bekerja seperti biasanya. Pejabat COO mereka pasti akan sulit ditemui di dua hari pertama melakukan WFH, biasanya hanya bisa mengirimkan surel lalu dibalas saat siang hari. Mereka mulai terbiasa dengan hal ini.
"Bu Yola, ada paket untuk Tuan Arsena." Seorang satpam menyerahkan sebuah kotak kardus.
"Siapa pengirimnya?" Tanya Yola sambil mencatat pada sebuah sticky notes.
"Jasa paket Bu." Jawab singkat satpam.
"Terimakasih." Usai mengucapkannya satpam itu kembali.
Di sisi Yola sendiri dia sedikit heran. Tak pernah sekalipun bos nya ini memesan sesuatu yang dititipkan. Bahkan melalui jasa paket yang beralamat tak jauh dari lokasi kantor. Curiganya, kotak ini masih rapi tanpa penyok meski memang ada stiker bukti jasa pengiriman.
Ia meletakkan barang itu di meja COO. Tak lupa menghubunginya melalui pesan disertai foto lalu kembali ke mejanya. Tanpa tau ponsel yang dikirimkan pesan itu telah terbaca atau tidak.
Berbagai acara rapat dan lain-lain sejak hari itu dihandle oleh Nuel. Entah acara resmi atau acara biasa, orang itu yang mewakilinya. Sehingga seluruh agenda diatasnamakan oleh Nuel.
Agenda pekerjaan hari ini adalah evaluasi kinerja bagian operasional lapangan. Nuel menjelaskan berbagai hal, dan tentu menjelaskan bahwa dirinya ditunjuk menghandle langsung pekerjaan ini oleh COO. Hingga selesai pekerjaan, segera ia keluar ruang rapat dan kembali ke ruangannya.
Rumor pun tersebar, dimana COO mereka saat ini tak mau bekerja. Pun hal itu berhembus di kalangan karyawan hotel. Seolah pekerjaan hanya dilakukan oleh asistennya yang dipekerjakan rodi. Nuel? Dia tak menanggapi memilih pergi tanpa penjelasan kala dia ditayai siapapun.
Memang rumor belum berhembus kencang saat ini. Kepergian Arsena masih lima hari, namun meninggalkan lima hari dengan pekerjaan yang super padat.
Para petinggi perusahaan maupun hotel juga belum mendengarkan hal demikian. Sehingga tak bermasalah dengan pekerjaannya. Berbeda dengan para karyawan level bawah.
Perlahan mereka mengumpati COO mereka. Apalagi mereka yang pernah bermasalah dengannya. Seolah menjadi bensin, rumor langsung menyala. Berkobar dan menyambar satu persatu orang atau divisi yang sering dievaluasi bosnya itu.
Hingga satu Minggu penuh, rumor memenuhi perspektif karyawan biasa. Memberikan opini bahwa COO tak bisa bekerja. Selama ini apapun yang dihasilkan adalah jerih payah sang asisten yang selalu setia. Serta CEO yang mempekerjakan hanya sebagai penerus perusahaan. Memberikan gaji buta saat orang itu marah tanpa paham bagaimana mengurus perusahaan.
Meski tak mengadakan demo, berbagai opini dan spekulasi terus bermunculan. Mereka dari kalangan karyawan biasa atau magang menggodok pemikirannya masing-masing.
'Enak ya, baru fg udah jadi bos.'
'Previlage lah, lu punya uang lu punya kuasa!'
'Tapi beneran kasihan sama asisten pribadinya, pasti tertekan.'
'Bener! Kerjaannya kan banyak, padet juga.'Dalam dua minggu ini, seluruh rumor, opini bahkan spekulasi menyebar luas. Para petinggi perusahaan yang mendengar berusaha protes pada pihak keluarga. Takut bahwa akan merembet pada masalah kerjasama, investor serta profesionalitas perusahaan.
Jangan tanyakan bagaimana Bernard dan Andrean kelimpungan. Ia sulit menghubungi Arsena. Pun saat menghubungi Rangga, dia hanya bilang masih di luar kota semenjak tiga minggu lalu karena pendidikan sub spesialis dan jarang pulang. Mereka bahkan tak menceritakan bagaimana kejadian di perusahaan saat ini.
TBC
Till' we know that dream would be safe place. Only dreams.....
KAMU SEDANG MEMBACA
SOLO
Short Story"Kalo masih punya otak MIKIR" bentaknya sambil menatap nyalang. "Lo masih tinggal disini cuma karena kita semua kasian, ngga usah drama!" "Pernah kepikiran hidup bebas diluar? Lakuin aja, Papa malah seneng kalau kamu inisiatif gitu. Seenggaknya Papa...