13. Kata Kata Yang Sama

6 4 0
                                    

Syukurlah pagi ini Septi baik-baik saja. Jika ia terus-menerus memandangi langit malam setiap hari, bisa-bisa ia sakit karena masuk angin. Sebab, angin malam itu nyatanya tidak baik untuk tubuh.

Setelah menyelesaikan sarapan pagi ini, Septi meminta izin kepada Ibu dan Bapak untuk pulang terlambat, karena hari ini ia harus mulai mengikuti eskul seperti biasanya.

Beberapa menit berselang, Riani pun tiba di depan rumahnya.

"Assalamualaikum, Sep. Ayo berangkat."

"Walaupun, Rin. Tunggu sebentar, ya."

"Siapp."

"Bu, Septi berangkat dulu, ya. Kasian Riani udah nungguin di depan."

"Iya sayang, hati-hati. Belajar yang benar, pulang nya jangan sampai sore banget."

"Siap Ibu negara."

***

"Selamat pagi tuan putri." Sapa Herlino.

Septi baru saja menginjakan pintu kelas sudah di sambut saja oleh manusia seperti Herlino. Padahal ini masih sangat pagi, kebiasaan sekali dia ini selalu melakukannya seperti ini, terlalu berlebihan.

"Pagi juga, Banot." Septi sengaja membuat nama panggilan seperti itu untuk Herlino, karena ia bingung sekali harus memanggilnya dengan sebutan seperti apa, namanya terlalu panjang, ia jadi pusing sendiri memikirkan nya.

"Udah sarapan, Sep?"

"Udah, Banot. Kenapa? Lo belum sarapan kan?

"Belum, gue nungguin lo dateng, biar kita bisa sarapan bareng. Tapi ternyata lo udah sarapan, jadi ya udah deh."

"Gue temenin," jawabnya singkat.

"Serius?"

"Nanya mulu, nggak jadi gue temenin."

"Ish, ayo." Herlino menarik tangan Septi dengan halus. Lalu, mempersiapkan kursi yang akan di duduki oleh Septi.

"Lo bawa sarapan apa?"

"Roti, gue juga bawain susu cokelat buat lo, Sep. Tapi ingat, jangan diminum sekarang, nanti lo sakit perut."

Septi sangat terkejut dengan perkataan Herlino. Ia terharu sekali, Herlino sangat perhatian dengan nya. Tidak pernah ia merasakan hal seperti ini dalam hidupnya.

Septi hanya memandangi wajah Herlino saat ia sedang melahap roti yang ia bawa tadi. Wajahnya sangat tenang, Septi merasa sangat nyaman jika berada di dekatnya.

"Banot," panggilnya.

"Kenapa, Sep?" Herlino memalingkan wajahnya ke arah Septi. Tatapan nya tajam sekali dan sangat serius.

"Ish, jangan ngeliatin gua kayak gitu." Dengan refleks Septi mencubit tangan Herlino dengan sangat kencang, membuat laki-laki di hadapannya merasa kesakitan.

"Ya terus harus bagaimana Septiana Alena Rosalina? Ternyata benar yang Novi ucapkan kemarin, lo psikopat ihh, suka cubit cubit orang lain."

"Padahal gue baik hati dan tidak sombong, rajin menabung pula, masa dikatain psikopat, yang bener aja."

"Cantik sih, tapi psikopat," ejeknya.

Dear Stranger [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang