£•∞ Lembaran dua

1K 40 16
                                    

°° ©Nonanaf °°

In picture Ajeng Nilam Prahar(j)a —sc : pinterest


Hasbi mengangkat tubuh Agil dengan mudah dan membaringkannya di atas ranjang. Pria yang malang, padahal dia orang yang baik. Hasbi menatap iba pada Agil yang tengah Ajeng selimuti.

"Makasih banyak ya Mas sudah nolongin suami Ajeng," ucap Ajeng sambil membenahi rambutnya ke belakang.

"Kenapa gak nyewa perawat aja Mbak?" tanya Hasbi penasaran, mengingat orang berkebutuhan khusus seperti Agil perlu perawatan intensif dari profesional.

"Nyewa perawat mahal Mas, keperluan Mas Agil harganya juga mahal-mahal. Aku gak kerja, jadi ya ... aku merawat Mas Agil sendiri dengan sisa tabungan kami," jelas Ajeng dengan nada sedih, wajah cantiknya terlihat sedih tapi tegar.

Hasbi merasa tidak enak karena telah berpikir buruk bahwa Ajeng tidak becus merawat Agil melihat tubuh Agil yang terlihat tidak terurus dan kamarnya yang berantakan.

"Kalo ada apa-apa jangan sungkan ya Mbak, kita kan tetangga," pamit Hasbi saat telah berada di luar rumah Ajeng.

"Sekali lagi makasih ya, Mas. Kalo tidak ada Mas, Ajeng gak tahu harus gimana," balas Ajeng sambil tersenyum.

Ajeng menatap punggung tegap berlapis kaos Hasbi dengan kekaguman dan bergumam, "Kenapa aku baru sadar ya, suami Mbak Mikan ganteng banget. Selain itu, dia juga punya pekerjaan yang mapan."

Ajeng menyeringai, sepertinya akan sangat nikmat berada di bawah kukungan laki-laki dewasa yang gagah dan panas ini.

Ajeng kembali masuk ke rumah begitu Hasbi sudah tidak terlihat lagi, kembali ke kamar suaminya tercinta itu.

Akhirnya Ajeng memilih untuk tidak memandikan Agil, dia hanya mengusap tubuh Agil dengan kain dan air dingin. Dengan susah payah Ajeng melepas celana Agil dan memasangkannya popok lagi, syukurlah suaminya ini tidak ngompol atau pun pup di atas ranjang.

Agil telah rapi memakai kaos lengan pendek dan celana selutut berwarna hitam, rambutnya pun sudah Ajeng rapikan. Dalam posisi ini Agil terlihat tampan dan normal, porsi tubuhnya belum banyak berubah meski Agil terlihat lebih kurus karena kehilangan berat badannya.

Jika bukan hendak pergi ke rumah sakit Ajeng tidak mungkin mau membersihkan Agil, tapi uang asuransi perusahaan hanya akan cair jika Agil melakukan perawatan. Suaminya ini pekerja kesayangan bosnya, dan mereka berharap Agil bisa kembali bekerja —tapi sepertinya itu tidak mungkin.

Ajeng menepuk pipi Agil untuk membangunkannya, tapi Agil tidak kunjung bangun. "Mas Agil!" Pekik Ajeng tepat di telinga Agil, pria berusia tiga puluh lima tahun itu terbangun dengan raut terkejut.

Kepalanya sakit luar biasa, dua kali jatuh dan terbentur dengan keras. Agil ingin protes dan marah, tapi bagaimana caranya? sekarang dia bisu.

Selain itu protes atau marah hanya akan membuat Ajeng berbuat buruk. Seperti yang terakhir Agil ingat saat awal mereka pulang ke rumah dari rumah sakit, Agil marah karena Ajeng membiarkan Agil duduk di kursi roda seharian. Popoknya sudah penuh dengan bau yang sangat mengganggu, tubuhnya juga sakit luar biasa tapi Ajeng malah asyik berbaring di sofa dan memainkan ponsel.

Agil melenguh memanggil Ajeng mengingat sekarang dia tidak bisa bicara, lama kelamaan ternyata suara Agil mengganggu Ajeng. Wanita bertubuh mungil itu berdiri dari duduknya kemudian menghampiri Agil dengan kesal.

AKS || NonanafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang