£•∞ Lembaran tiga

816 29 0
                                    

°° ©Nonanaf °°

In picture: view dari kamar Ajeng ke lingkungan tetangga.


Udara malam terasa sangat dingin, anginnya terasa menusuk sampai ke tulang. Meski kakinya mati rasa karena lumpuh, tapi tubuh bagian atasnya masih normal sehingga udara malam membuat Agil menggigil kedinginan, dia tidak bisa tidur semalaman.

Selain dingin, keadaan tubuhnya jugalah yang membuat Agil tidak bisa tidur, sejak pulang dari rumah sakit jam tujuh malam tadi Ajeng hanya memindahkan Agil ke kasur lalu pergi keluar tanpa membersihkan tubuhnya lebih dulu.

Tubuh Agil terasa lengket, bau, dan tidak nyaman. Terutama tubuh bagian bawahnya, bau tidak sedap menguar sejak beberapa saat lalu, sepertinya Agil buang air besar. Kedua tangan Agil yang diletakkan di sisi tubuhnya dapat merasakan spreinya basah, bukan air tapi popoknya bocor.

Perut Agil juga terasa melilit perih, istrinya itu belum memberi Agil makan lagi setelah makan siang di rumah sakit. Benar-benar malam yang menyedihkan, penderitaan kombo.

Agil menangis mengingat kondisinya yang menyedihkan, tapi di sisi lain dia merasa pantas mendapatkan semua ini saat mengingat perbuatannya dulu.

Seandainya saja dia tidak bodoh, mungkin sekarang dia masih baik-baik saja. Jikapun Agil tetap ditakdirkan memiliki keadaan seperti ini, dia tidak akan semenderita ini.

Bibir Agil terisak tanpa suara, bergerak melafalkan maaf dan nama seseorang secara beriringan. Tuhan, akan lebih mudah jika aku mati, tapi aku tidak bisa melakukannya sendiri. Bantu aku mati Tuhan, bisik hati Agil saat tubuhnya mulai kehilangan kesadaran secara perlahan.

"Agil kamu ngompol? Jorok! Menjijikan!" Ajeng memekik kesal saat melihat sprei abu-abu yang melapisi pembaringannya Agil tampak basah oleh air seni Agil yang rembas dari popoknya yang bocor.

Ajeng mengacak rambutnya frustrasi, tadinya dia baru akan membersihkan Agil karena tadi Ajeng sibuk menelpon seseorang yang belakangan ini menjalin kasih dengannya.

"Ini udah jam satu pagi, bikin repot aja si Mas!" gerutu Ajeng sambil memakai sarung tangan.

Ajeng menepuk pipi Agil membangunkannya, tidak ada kelembutan sama sekali. Ajeng setengah menampar Agil. Perlahan mata Agil terbuka, bibirnya terlihat sangat pucat tapi Ajeng mana peduli.

"Bangun kamu, jangan keenakan tidur saat aku harus menderita ngurusin kamu," sindir Ajeng sambil membuka satu persatu pakaian atas Agil.

Agil menatap sedih Ajeng, tidak ada sehari yang berlalu dalam hari mereka tanpa Ajeng yang mengatakan hal buruk dan menyakitkan bagi Agil.

Ajeng mengernyit jijik saat akan melepas celana Agil yang terlihat basah oleh air seninya, dia tidak mau menyentuhnya. Ajeng pergi ke dekat nakas dan mengambil gunting, lalu tangannya memotong celana Agil kemudian melemparkannya ke tong sampah.

"Iyukh, kamu sangat menjijikkan Mas! Arggh, kalo saja aku tahu kamu akan menjadi cacat dan menjijikan begini aku tidak mungkin mau menikah dengan kamu." Ajeng terus mengeluarkan unek-uneknya dengan penuh kekesalan.

"Ihhhh," Ajeng memekik kerasa saat melihat isi popok Agil yang penuh oleh kotoran dan air seni yang bercampur menjijikan.

"Ugh, huwek. Jorok, menjijikan." Ajeng rasanya ingin muntah.

AKS || NonanafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang