1. LELAKI MISTERIUS

161 9 0
                                    

RAMBATAN kegelapan di langit tak dapat terelakkan, seandainya tak ditutupi mendung awan dapat dipastikan aku tengah berjalan ditemani sinar rembulan saat ini. Terlalu banyak menuntut, tidak turun hujan pun sudah menjadi salah satu yang patut disyukuri, padahal.

Langkahku lumayan cepat dan besar-besar, ingin segera sampai kost-an, membersihkan diri kemudian menghempaskan tubuh di tempat tidur setelah melalui satu hari cukup berat.

Semula kupikir masuk perguruan tinggi swasta akan lebih santai, tidak akan seperti cerita teman-temanku dari perguruan tinggi negeri yang menjadi korban spartan Kakak tingkat, rupanya tidak jauh berbeda, hal-hal berbau senioritas tetap ada meski beruntung bukan berkaitan dengan fisik.

Tetapi tetap saja, untuk seorang sepertiku yang menangguhkan kuliah sampai tiga tahun usai kelulusan sekolah menengah atas, cukup sulit juga menyesuaikan dengan semangat para 𝘧𝘳𝘦𝘴𝘩 𝘨𝘳𝘢𝘥𝘶𝘢𝘵𝘦.

Setibanya di kamar, alih-alih melakukan rencana semula, aku justru memilih langsung menghempaskan tubuh di atas tempat tidur tanpa terlebih dahulu membersihkan diri. Setelah dipikir-pikir, enggan juga mandi ketika suhu sedang turun ditambah menggunakan air dingin. Tidak baik untuk tulang dan otot rapuhku.

Aku menarik napas panjang sambil menatap langit-langit yang dicat putih senada dengan dinding dan lantai, terlalu terang bahkan untuk seorang rabun senja.

Besok akhir pekan, hanya ada 𝘦𝘯𝘨𝘭𝘪𝘴𝘩 𝘤𝘭𝘶𝘣 di jam 8 pagi disambung dengan klub pecinta pantai dua jam kemudian. Memikirkannya membuatku menggaruk kening heran, sejauh yang kutahu aku bukanlah seorang pecinta pantai, laut dan semua di sekitarnya. Aku lebih menyukai pegunungan, sungai ataupun danau. Tempat-tempat bersuhu cenderung rendah jika dibandingkan dengan tepian laut, panas dan gersang.

Salah Yuki, semua salah Yuki yang memaksaku ikut klub itu. Kuharap aku cocok berada di sana, atau kalau pun tidak, semoga tidak sulit untuk mengundurkan diri. Tak sampai lima menit mataku tiba-tiba terasa berat, mengantarku ke alam mimpi meski lampu kamar benderang.

Tarikan napas dalam mengiringi pulihnya kesadaran pasca lelap tidur semalam, seolah selelap itu padahal paling-paling tak sampai enam jam, setidaknya pikirku demikian. Kutolehkan kepala ke kiri, di mana jam dinding berada dan seketika itu pula dahiku mengerut.

Jarum pendek jam menunjuk ke arah angka sepuluh bersama jarum panjang di arah dua, aku beralih mengedarkan pandangan karena berpikir jika mungkin ini masih malam, namun sejurus kemudian aku bangkit dan duduk, mana mungkin malam seterang ini. 𝘚𝘪𝘢𝘭! sudah benar-benar pukul sepuluh lebih sepuluh pagi.

Tanpa pikir panjang aku segera melompat ke kamar mandi, membersihkan diri secepat kilat sama halnya dengan berganti pakaian. Hari ini benar-benar hanya sempat mengenakan sunscreen dan lip balm tanpa riasan lain sedikitpun.

Sekitar dua puluh menit aku sudah selesai bersiap, tak lupa menyambar tas selempang yang tergeletak di atas tempat tidur. Dan Oh! bahkan semalam aku lupa mengisi daya ponsel, sekadar diperiksa pun tidak. Sekarang tak ada waktu lagi mengisi daya toh sudah berada di dalam tas.

Aku bergegas keluar dari kamar kost, sesekali berlari menuju gedung kampus sekitar lima ratus meter ke barat. Seingatku berkumpul di ruang serbaguna di lantai dua. Kuharap tidak harus bertemu dengan anggota 𝘦𝘯𝘨𝘭𝘪𝘴𝘩 𝘤𝘭𝘶𝘣, memalukan jika mengatakan terlambat bangun.

Akhirnya sampai, tinggal membuka pintu lalu masuk tapi aku sengaja berdiam diri di balik pintu, sejenak mengatur napasku yang tersengal, rasa-rasanya keringat juga menyelinap di dahi juga tengkuk namun kuabaikan.

Tak melewatkan sopan-santun, tanganku mengetuk pintu tiga kali sebelum kubuka dan memberi salam bersama senyum kikuk. Semua orang sudah berkumpul termasuk Yuki, perempuan berambut keriting ikal panjang di sudut kelas, mengayunkan tangannya lalu menunjuk kursi kosong di sisinya sebagai isyarat agar aku duduk di sana.

I Always Will 「 Jackson x Jihyo 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang