Part 15

1.9K 125 2
                                    


"Duduk dulu, Nak."

Permintaan dilontarkan sang ibu, namun Segara yang bisa melakukannya. Ia pun tetap berjalan mondar-mandir melintasi berada depan rumah.

Selama Samiya belum tiba, mustahil akan bisa tenang. Pikirannya akan terus diisi wanita itu.

Ingin sebenarnya ditelepon, tapi sang kekasih pasti masih menyetir. Enggan diganggu fokus Samiya mengemudi. Tentu demi menjaga juga keselamatan wanita itu dalam berkendara.

Kenapa tak dijemput saja?

Bahkan, sebelum menawarkan diri, Samiya telah menyatakan akan datang ke rumah orangtuanya sendiri. Ia hanya disuruh menunggu.

Segara pun memilih menurut karena tak ingin saja menciptakan pertengkaran ditengah jalinan asmara mereka yang baru dimulai kembali.

Apalagi berencana menikah juga.

Terakhir kali dihubungi Samiya sekitaran empat jam lalu. Mereka bertelepon singkat saja. Dan wanita itu bilang akan berangkat ke rumahnya.

Jujur saja, ada kecemasan akan terjadi hal tidak diinginkan pada Samiya. Namun, ia berusaha tak memperpanjang pemikiran buruk di kepalanya.

"Oh, itu ada mobil berhenti, Nak?"

Tanpa menoleh lagi pada sang ibu, kaki sudah dilangkahkannya menuju gerbang utama rumah orangtuanya, hendak menyambut Samiya.

Tentunya satpam yang berjaga, sudah membuka pintu lebih dulu agar kendaraan bisa masuk.

SUV hitam milik Samiya pun melaju sampai ke pekarangan. Terparkir tepat di depan garasi.

Tak lama kemudian, Samiya sudah keluar.

Mata Segara sudah jelas tak akan bisa dialihkan dari wanita pemilik hatinya itu, ketika berjalan mendekati Samiya untuk menyambut.

Namun kemudian, sang ibu sudah mendahului.

Ya, menyapa Samiya dengan ramah. Memeluk kekasihnya dan mengucapkan beberapa sapaan.

Walau berada tak cukup dekat, Segara mampu mendengar ungkapan kerinduan sang ibu pada Samiya yang masih didekap dengan erat.

Saat masa SMA dulu menjalin kasih, ia sempat beberapa kali mengajak Samiya ke rumahnya dan meminta sang ibu memasak. Jadi, mereka memiliki kedekatan yang cukup akrabm

Tentu, Samiya belum ingat memori-memori di masa lalu dengannya. Amat wajar jika wanita itu kebingungan saat menerima pelukan ibunya.

Akan diberitahukan nanti pada Samiya tentang kenangan mereka agar wanita itu mendapatkan gambaran tentang bagaimana mereka dulu.

"Bibi masak makanan kesukaan, Nak Miya."

"Bibi tahu makanan yang saya suka?"

"Biasanya Nak Miya suka miso sup buatan bibi dan karage. Apa sampai sekarang masih suka?"

Samiya pun mengangguk cukup antusias. "Iya, Bibi. Saya masih suka miso sup dan karage."

"Terima kasih sudah membuatkannya, Bibi."

Samiya tahu Ibu Citra Rany memiliki ketulusan pada dirinya. Tampak nyata dari tatapan teduh dan sayang di sepasang netra cokelat beliau.

Ibu Citra Rany akan menjadi mertua yang baik untuknya nanti setelah menikah bukan? Ia akan disayang seperti anak sendiri juga?

Samiya tak hanya ingin dicintai secara tulus oleh Kapten Segara, namun juga keluarga pria itu.

Ibu Citra Rany sudah menunjukkan secara nyata kasih tanpa pamrih dan penerimaan yang terbuka pada dirinya. Tentu hal tersebut melegakan.

Kemudian, Samiya dibuat tertegun mendadak menyaksikan kedua netra ibu dari Kapten Segara yang berkaca-kaca. Apa penyebabnya?

"Bibi kenapa?" tanya Samiya langsung saja.

Lalu, ia mendapatkan pelukan Ibu Citra Rany.

"Bibi senang kamu kembali bersama Segara, Nak Miya. Kamu itu sumber kebahagiaan untuk anak Bibi. Terima kasih sudah mau memberi kesempatan bagi Segara mencintai kamu, Nak."

"Semoga kamu bahagia menikah dengan anak Bibi. Kalian direstui semesta untuk bersama."

Entah bagaimana bisa rasa haru menghantam diri Samiya secara tiba-tiba dan membuatnya ikut meneteskan air mata dalam pelukan Ibu Citra Rany. Perasaan turut berkecamuk.

Namun satu hal disadari, yakni keputusan untuk memilih Kapten Segara Adyatama sebagai calon suaminya bukanlah jalan yang salah.

Suami Pilot PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang