🌶️ 1 🌶️

590 71 6
                                    

Konoha High School terdiri dari gedung bertingkat tiga membentuk huruf L, dengan sebuah lapangan besar di tengahnya. Di sisi lain gedung, terdapat sebuah taman disertai beberapa bangku dan pohon Akasia yang berusia ratusan tahun sebagai peneduh. Di sinilah Hinata menghabiskan waktunya di siang hari. Berbanding terbalik dengan kehidupan gemerlapnya di malam hari. Gadis belia ini hanyalah seorang remaja yang kehilangan arah, tanpa mendapat sokongan.

Kehidupan siang dan malam yang berbeda, tapi mengenai penampilan tak jauh berbeda. Seragam press body yang menampakkan dada montoknya, selalu melekat. Rok super pendek, tidak cukup untuk menutupi paha mulusnya. Poni terbelah menjadi pilihan, menampilkan dahinya yang putih. Rambut diikat ponytail karena malas keramas, biasanya rambut itu akan tergerai indah bak bintang iklan shampoo ternama. Wajah kusut karena kurang tidur. Lingkaran hitam menghiasi sepasang area mata, membuatnya terlihat seperti panda yang imut. Satu hal lagi yang tak boleh terlupakan yaitu minyak wangi. Minyak wangi berupa cologne bermerk menjadi andalannya disaat kesiangan seperti ini. Tidak perlu mandi, yang penting wangi. Kalau wangi, orang-orang tidak akan risih dengan penampilannya.

"Sialan, gara-gara si botak mood-ku jadi rusak !" Gerutunya seraya berjalan melintasi lapangan menuju ke kelasnya yang ada di lantai dua. Sesekali ia juga tampak cekikikan. Tapi rasa kesal, jauh lebih mendominasi. Berujung, wajahnya berubah menjadi cemberut lagi.

Namun, tiba-tiba raut cemberut di paras jelitanya, berganti dengan penuh tanda tanya."Hm, siapa semalam yang ... membawaku ke hotel itu ya?" Tanya Hinata pada dirinya sendiri. Bola matanya bergerak-gerak, menebak-nebak apa yang terjadi semalam, setelah kejadian dengan si botak.

Pertama kali dalam sejarah hidupnya, ia menenggak minuman beralkohol, sampai tak sadarkan diri. Sesudahnya, ia tak mengingat apapun lagi. Ia dibawa oleh seseorang ke suatu tempat. Dan ia sangat bersyukur, ia terbangun di kamar hotel masih dengan pakaian lengkap. Andai orang itu adalah pria brengsek, sudah dipastikan ia terbangun dalam keadaan tanpa busana.

Ia terus dan terus berusaha menggali ingatannya untuk kembali ke belakang. Hingga sepasang alisnya mengerut serius.

"Lihat si jalang baru datang!"

"Cih, semalam habis berapa ronde sampai kusut begitu!?"

"Kenapa mesti datang ke sekolah sih!? Sengaja cari perhatian?!"

Bisikan sinis disertai cibiran yang berasal dari mulut busuk beberapa siswa perempuan, mewarnai sepanjang jalan yang ia lewati. Menurut pandangan Hinata, itu adalah wujud dari rasa iri mereka yang tak tersalurkan pada tempatnya. Makanya, ia tak ingin menghabiskan waktunya yang berharga untuk merespon cibiran, hinaan dan ejekan yang didengungkan. Hinata membiarkan anjing-anjing itu terus menggonggong, sedangkan dia ... tetap berjalan anggun melewati mereka begitu saja. Bahkan, dengan sengaja mengibaskan kunciran rambutnya yang sehalus sutra itu.

Apa yang Hinata dapati dari para siswa perempuan, sangat kontras dengan siswa laki-laki. Mereka justru sangat bersemangat, terlebih pandangan mereka selalu disuguhi tampilan seksi nan menggiurkan dari tubuh Hinata yang berbalut seragam ketat.

"Wah lihat tuh Hinata!"

"Ah, yang semalam menghabiskan waktu dengannya, pasti beruntung!"

"Kapan giliranku Tuhan!? Aku rela drop out asal bisa bermalam dengan Hinata."

"Sialan! Sebelum kau, aku dulu!"

"Maksud kalian?"

Segerombolan siswa yang terdiri dari tiga orang itu, seketika terperanjat mendengar suara dingin menusuk tulang menginterupsi khayalan mereka. Menoleh patah-patah, mereka mengurai senyum kaku. Melihat ketua geng mereka yang bernama Toneri bersidekap sembari tak menghilangkan pandangan dari mangsanya.

Fake Chilli (End)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang