Takiishi Chika & Sakura Haruka: Step-Siblings AU

308 27 4
                                    

Notes:
1. Takiishi & Sakura step-siblings AU
2. OOC
3. Bahasa Indonesia
4. Alur kecepetan + gak jelas, cuma prompt

Disclaimer: all characters belong to Nii Satoru as the rightful owner!

.

Plot:

Sakura diadopsi sama orang tua Chika seketika mendengar berita kematian orang tua Sakura, dimana orang tua Chika berteman baik sama orang tua Sakura. Orang tua Sakura mengalami kecelakaan saat pulang ke rumah dan menyebabkan keduanya meninggal di tempat. Saat bertemu sama Chika pertama kali, Sakura masih canggung, bingung harus bersikap seperti apa. Apa yang tidak diketahui Sakura, dia membawa perasaan baru buat Chika, dimana Chika merasakan perasaan lain selain perasaan hampa dan bosan. Mereka berdua tumbuh bersama dengan akur, membuat keduanya lengket seperti lem dan perangko, tidak bisa dipisahkan. Sifat Chika sama seperti di canon, cuma dalam AU, Chika diam-diam protektif terhadap adiknya, sisanya dia biarkan Sakura melakukan apapun yang dia suka, kecuali sesuatu yang membahayakan nyawanya. Sifat Sakura sama seperti di canon, tidak berubah, tetap tsundere imut.

Nickname Chika ke Sakura: Haruka, Haru, kucing kecil

Nickname Sakura ke Chika: Chika-nii, Chika (kalau marah)

.
.
.
.
.

"Chika, mulai hari ini, dia adik angkatmu. Namanya Sakura Haruka, anak dari teman baik kami. Nah, Sakura-kun, ayo kenalkan dirimu ke kakakmu," ujar seorang perempuan dengan lembut sambil mendorong pelan punggung anak lelaki berusia lima tahun yang bersembunyi di balik kakinya. "Aku akan tinggalkan kalian sebentar untuk memasak makan siang. Kalian bisa berkenalan dengan nyaman selama aku tidak ada." Setelah berkata demikian, perempuan itu pergi meninggalkan ruangan. Anak lelaki berusia lima tahun, Sakura Haruka, melirik ke arah anak berusia tujuh tahun, Takiishi Chika. Chika hanya menatap Sakura tanpa bersuara atau pun bergerak dengan ekspresi datar di wajah, membuat anak berusia lima tahun menundukkan kepalanya.

"...Sa-sakura... Haruka... yoroshiku," sapa Sakura dengan suara pelan dan kecil, hampir tidak terdengar oleh Chika. Chika tetap bergeming. Kemudian dia melangkahkan kakinya ke arah Sakura, mengangkat tangan kanan, lalu mengelus lembut kepala Sakura. Sakura tersentak atas tindakan Chika yang tiba-tiba. Dia menatap ke arah Chika yang masih dengan ekspresi datarnya. Chika kemudian berkata sambil terus mengelus kepala Sakura dan menatap balik Sakura, "...Takiishi Chika. Kau boleh panggil Chika-nii atau Chika sesuka hatimu." Sakura menatap Chika beberapa saat, lalu menganggukan kepala sebagai persetujuan.

Setelah itu tidak ada yang memulai pembicaraan. Merasakan suasana masih canggung membuat keduanya tidak tahu harus membicarakan apa. Sakura berpikir sejenak, menimbang pilihannya untuk mencoba atau tidak. Chika tetap terus mengelus kepala Sakura dalam diam. Keduanya kalut dalam pikiran masing-masing. Yah, setidaknya hanya Sakura yang kalut dalam menimbang pilihannya.

"Chi-chika-nii..."

Terdengar suara kecil memecahkan kecanggungan tersebut. Chika menatap Sakura, terkejut. Hal ini sampai membuat Chika menghentikan tindakannya dan melihat seluruh wajah Sakura memerah seperti tomat segar yang baru dipetik pagi hari.

Imut, pikir Chika. Dia tidak menyangka Sakura akan mencoba memanggilnya dengan sebutan nii pada pertemuan pertama. Chika tidak mengatakan apa pun, membuat Sakura salah tingkah dan wajahnya menjadi merah padam, hampir dikira mengeluarkan asap dari kepalanya. "He-hei, katakan sesuatu," ujar Sakura, risih ketika tidak ada respon dari lawan bicara. Chika kalut dalam pikirannya.

Aneh. Aku merasakan sesuatu ketika dia berkata begitu dan perasaan itu tidak terlalu buruk, pikir Chika. Jika dia berpikir ulang, saat ibunya memperkenalkan Sakura (dia juga ibu Sakura dan Sakura sudah menjadi adikku sekarang, batinnya memperingatkan, tetapi dia menghiraukan batinnya), dia merasa anak lelaki itu sangat... kecil darinya. Dia juga menyadari tubuhnya pun sangat kurus, seperti tidak pernah diasuh dengan baik.

Muncul sebuah perasaan asing dalam hatinya ketika melihat kondisi Sakura. Perasaan ingin menghancurkan sesuatu yang membuat kondisi adiknya seperti itu. Entah itu makhluk hidup atau mati, dia ingin menghancurkannya hingga berkeping-keping tanpa sisa. Namun dia segera menepis perasaan tersebut. Baginya perasaan asing itu sangat tidak nyaman, sesak. Ketika Sakura memanggilnya dengan sebutan kakak, perasaan asing itu muncul kembali, namun berbeda dengan sebelumnya. Rasanya seperti... entahlah? Dia tidak bisa mendeskripsikannya dengan jelas. Mungkin seperti diberkati atau semacamnya? Yang pasti itu perasaan yang nyaman dan juga hangat. Dia kembali memperhatikan Sakura lekat-lekat, akhirnya menyadari arti dari kedua perasaan yang ada di dalam hatinya, lalu membulatkan tekadnya.

Ah, begitu rupanya. Dia sudah menjadi adikku sekarang. Sudah kewajibanku untuk menjaga dan melindunginya. Rasa dendam dan benci kepada orang yang melukai adikku... tak akan kumaafkan. Aku akan mencari mereka sampai ketemu dan kuhancurkan mereka seperti mereka kepada adikku. Rasa hangat itu... aku... suka dipanggil dengan sebutan kakak olehnya. Aku akan menjaga adikku dengan baik. Tak akan kubiarkan para serangga mendekati adikku.

"...Hm." Chika bergumam rendah sebelum melanjutkan mengelus rambut Sakura. Sakura menatap Chika dengan ekspresi bingung, namun dia menyadari tangan Chika yang mengelus rambutnya sangat hangat. Tanpa disadarinya, dia mengikuti kehangatan tangan Chika yang mengelus rambutnya seperti anak kucing kecil. Chika yang menyadari tindakan Sakura seperti anak kucing, pun terkekeh kecil atas sikap adiknya yang sangat gemas itu. Menyadari Chika menertawainya, Sakura langsung sadar dan mengembungkan pipi tembamnya, serta tak lupa menghentakan kaki menunjukkan kekesalannya. "Kenapa ketawa Chika-nii?!"

Chika hanya mendengus geli melihat tingkah Sakura yang lucu dan berkata, "Teruslah memanggilku Chika-nii. Aku suka mendengarnya dari kau." Sakura menatap Chika dengan tatapan aneh, namun lebih anehnya dia justru menyetujui perkataan Chika. Suasana di antara keduanya sudah tidak canggung lagi.

Kemudian keduanya main bersama, entah itu lego atau puzzle, dan asyik bermain tanpa memedulikan waktu. Pada saat Chika membaca buku cerita bersama Sakura, dia merasakan berat di pundak kirinya. Dia menoleh, mendapati Sakura menyandarkan kepalanya di pundaknya dan menyadari adiknya tertidur pulas. Dia tidak tega membangunkan adiknya untuk merubah posisi agar Sakura bisa tidur dengan nyaman, sehingga dia memutuskan untuk tetap membiarkan posisi keduanya seperti itu. Melihat Sakura tertidur pulas, dia pun merasakan kantuk datang tiba-tiba. Dia menutup buku, menaruhnya di samping kanan, lalu memejamkan mata. Tanpa disadari, entah sejak kapan dia tertidur pulas. Kepalanya ada di atas kepala Sakura yang ada di pundak kiri. Keduanya tertidur pulas tanpa tahu waktu, terbawa arus alam mimpi.

Sang ibu memasuki ruangan berniat memanggil mereka untuk makan siang. Menemukan keduanya tertidur pulas bak malaikat kecil, sang ibu tersenyum lembut ke arah mereka. Dia kemudian merubah posisi mereka menjadi telentang dengan pelan-pelan supaya tidak membangunkan mereka. Agar tidak merasakan sakit pada bagian kepala, dia mengambil bantal panjang yang ada di ruangan itu, tak lupa membawa selimut untuk menyelimuti mereka.

Ketika selesai memberikan kenyamanan untuk anak-anak, entah secara naluri atau semacamnya, Chika langsung memeluk adiknya ke dalam pelukannya, yang dibalas oleh Sakura dengan memeluk kakaknya. Tak tahan melihat adegan yang sangat gemas itu, dia ingin sekali berteriak dan mengambil beberapa foto sebagai kenangan, namun diurungkan niatnya agar tak membangunkan keduanya. Sebelum beranjak pergi dari ruangan itu, dia mengecup dahi mereka dan berbisik lembut, “Selamat tidur, para malaikat kecilku. Mimpi indah.” Setelah berbisik demikian, dia pun mematikan lampu dan beranjak menuju ruang tamu, membiarkan keduanya tidur dengan nyaman.

Wind Breaker (Nii Satoru) - Prompt/Ideas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang