18.

14 1 0
                                    

Mau lanjut baca bukan?
Eitss..vomment duluu..

Udah?  Yaudah, lanjut..

🦋🦋🦋

Alana perlahan membuka mata.
Pandangan Alana mengelilingi seisi ruangan. Sepertinya ini bukan di kamar appartementnya.
"Di-dimana ini?" Ucap Alana dengan nada suara yang serak.

"Dirumah, sayang" Wanita paruh baya masuk kedalam kamar Alana dan duduk ditepi ranjang, tepat disamping Alana berbaring.

Wanita paruh baya itu mengelus surai hitam Alana dengan lembut. Alana melihat mata wanita itu yang sembab. "Mama kenapa?" Tanya Alana khawatir.

Kania-mama Alana hanya menggeleng pelan sambil tersenyum seakan dibalik senyumannya ada sesuatu yang ia sembunyikan.

"Mama nggak apa-apa, kan?" Alana kembali bertanya dengan nada yang semakin khawatir.

"Nggak, sayang"

Ceklek

Kini pria paruh baya memasuki kamar Alana. Ia menghampiri Kania, dan Alana.
Pria itu pun juga ikut duduk bersebelahan dengan mama Kania.

"Sebaiknya Alana tau dari sekarang" bisik pria itu kepada Kania namun, masih terdengar sedikit oleh Alana.

"Kasih tau apa, Mah? Pah?" Raut wajah Alana bertambah khawatir.

Kania yang sudah tak tahan menahan air matanya pun akhirnya menjatuhkan setetes air mata.
"Mama, Kasih tau Alana dong, ada apa?" Alana menggoyang-goyangkan tangan Kania yang berada di atas paha nya.

Kania semakin menangis. Ia menengok menatap Gala, suaminya itu. Gala-papa Alana menggangguk seakan memberi kode kalau ini tidak apa-apa.

Kania menatap Alana dalam.
Perlahan ia menghapus air matanya lalu menarik nafas panjang, dan menghembusnya.

"Kamu diceraikan oleh Agastya" ucap Kania dengan berat hati.

Alana menggeleng sambil tertawa tidak percaya. "Nggak, gamungkin."

"Bohong kan mah?" Lanjut Alana. Kini matanya mulai berkaca-kaca.

Kania menutup wajahnya dengan telapak tangan sambil menangis. Gala pun merangkul Kania, memberikan ketenangan padanya.

"Mah, nggak bener kan ini? Gamungkin kan? Agas pernah bilang kok sama aku kalo dia sayang sama aku" ucap Alana meyakinkan bahwa semua yang diucapkan mama nya tidak benar.

"Ini benar, Alana." Tegas Kania.

Alana terdiam mendengar perkataan Kania.
Perlahan air matanya yang ia tahan, kini sudah turun membasahi pipinya.

"Gamungkin, mah..hiks..gamungkin" Alana memukul-mukul kepalanya karna tidak percaya apa yang barusan Kania katakan.

"Alana, Alana. Sudah, nak. Berhenti." Kania menahan tangan Alana yang terus memukul kepalanya sendiri.

Kania memeluk Alana
Kini mereka berdua sama-sama menangis didalam pelukan. "Nggak, mah. Hiks..Ini gamungkin..hiks."

Alana melepas pelukannya
Kini pikirannya tertuju pada perutnya. Ia mengelus perutnya yang terasa rata. "Mah, bayi aku masih ada, kan?"

Kania dan Gala saling bertatapan.
Alana terus mengelus-elus perutnya. Namun, kenapa terasa rata?

"Mah, jawab mah." Tangis Alana kembali muncul. "Hiks..hiks..tapi kenapa perut Alana kecil mah?"

Kania bingung harus menjelaskan bagaimana lagi. Sudah cukup Alana sakit karna mendengar bahwa ia diceraikan oleh suaminya.

"Kamu keguguran, nak" jawab Gala dengan pelan. Ia pun tak bisa menahan air matanya yang ingin keluar.

"Nggak, kok. Ini masih ada. Ya kan, mah?" Ujar Alana sambil mengelus perutnya
"Ini masih ada. Gamungkin dia ninggalin aku," lanjutnya.

Kania menggeleng sambil menahan tangan Alana yang terus mengelus-elus perutnya. "Papa kamu benar. Kamu pendarahan dan kamu keguguran. Itu sebabnya Agas menceraikan kamu karna tugasnya kini selesai. Dia menikahi kamu karna kamu mengandung anaknya. Dan sekarang kamu sudah tidak mengandung, Agas menceraikan kamu." Finish Kania.

Deg..Alana merasa dunianya terhenti. Sudah cukup ia diceraikan suaminya, kenapa Tuhan juga harus ambil anak yang sudah dia kandung selama 3 bulan?

"Alana aja yang mati! Hiks.. Alana aja!" Pekik Alana sambil memukul-mukul perutnya.

"Alana!" Kania langsung memeluk erat Alana. Sebagai orangtua, ia juga merasa hancur sehancur-hancurnya.

Alana sudah tidak bisa apa-apa lagi. Orang yang dia sayangi kini sudah menceraikannya, dan ditambah nyawa didalam kandungannya juga sudah tiada.
Ia hanya bisa menangis histeris didalam pelukan Kania.
..
Perlahan tangan Alana bergerak.
Seorang pria yang duduk disebelah Alana berbaring, dengan cepat menekan tombol yang ada diatas brankar.

"Alana, hei.."

"Alana, ini aku"
Pria itu langsung menggenggam erat jemari Alana, seraya mencium kening Alana.

Kelopak mata Alana pelan-pelan terbuka. Ia melihat sekeliling ruangan yang berwarna putih, dan telinganya mendengar suara EKG berbunyi.

"A-agas" lirih Alana.
Satu tetes butiran air yang keluar dari mata coklat Alana.

"Iya, ini aku. Aku disini" Agas kembali mencium kening Alana.

Dokter datang dengan satu perawat menghampiri Alana. Ia mengecek detak jantung Alana. "Detak jantung nyonya Alana mulai stabil, namun kondisinya masih belum." Ucap seorang dokter.

"Makasih, dok"
Balas Agas yang langsung diangguki oleh dokter.

"Baik, saya pergi dulu."
Setelah selesai memeriksa Alana, dokter dan satu perawat pergi keluar dari ruangan Alana.

Setelah dokter keluar, tiba-tiba dengan raut wajah yang panik wanita dan pria paruh baya datang dan menghampiri Alana.
"Alana, kamu tidak apa-apa, nak? Apa yang kamu rasakan?" Ucap Perempuan itu seraya memeluk Alana.

"Alana gapapa, mah." Jawab Alana sambil tersenyum.

Eh, sebentar. Alana baru ingat dengan janinnya. Alana dengan cepat meraba perutnya, "dia gapapa, kan?" Tanya Alana dengan raut wajah khawatir.
Ia takut akan mimpi yang ia rasakan terjadi.

Agas tersenyum sambil mengelus pucuk Alana "dedenya gapapa kok. Dia bisa diajak kerja sama juga ternyata." Ucap Agas dengan cengirannya.

Alana menghela nafas lega. Akhirnya, apa yang ia pikirkan tidak terjadi.

🦋🦋🦋

Gimana?
Ada yang tertipu nggak pas diawal cerita?

Eh, bentar. Alangkah baik dan indahnya kalau tombol vommentnya di pencet dulu dehh.
Kasiann dicuekin terus kayak perasaan dia ke kamu. Aduhh.

Agastya The Good PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang