DELAPAN

82 24 61
                                    

Pagi ini, Hanny sudah terlihat siap untuk berangkat ke kampus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini, Hanny sudah terlihat siap untuk berangkat ke kampus. Walaupun perasaannya kembali buruk karena kedatangan Yudha kemarin malam. Tapi, ia tetap harus berangkat kuliah karena hari ini ia ada presentasi.

Ketika ia keluar dari dalam rumahnya, ia melihat sedan hitam Jansen sudah terparkir rapi di seberang pintu gerbang kediamannya. Spontan gadis tangguh itu menghela napasnya dengan berat karena ia masih tidak memiliki tenaga untuk menanggapi pria menyebalkan itu.

Namun, tampaknya Jansen tidak ingin melepaskan Hanny dengan mudah. Ia tampak keluar dari dalam mobilnya seraya menghampiri Hanny karena gadis itu hanya diam mematung di dekat teras rumahnya.

Hanny tampak sedikit panik karena ayahnya masih berada di dalam rumah. Ia takut, Nazar akan memergoki mereka berdua.

Memang sekeras itu Nazar pada semua anaknya. Pria paruh baya itu memang memberikan peraturan yang sangat ketat pada anak-anaknya. Termasuk, jangan membawa pria asing ke rumah jika belum diketahui jelas asal usulnya.

Untuk menghindar pun, Hanny sudah tidak bisa. Kalaupun Jansen memberi kabar terlebih dahulu pada Hanny sebelum ia datang, belum tentu ia akan menurut ketika Hanny menolaknya.

“Kenapa malah diam? Nanti, kamu terlambat,” protes Jansen sesampainya ia di hadapan Hanny.

“Aku gak kenapa-napa. Aku juga masih bisa berangkat sendiri.” Hanny tampak beralasan sembari sesekali menatap ke arah pintu masuk rumahnya karena ia takut Nazar tiba-tiba keluar.

Netra Jansen mulai mengikuti ke mana arah pandangan Hanny tertuju. “Apa saya harus meminta izin terlebih dahulu pada orang tua kamu?”

“GAK!” tolak Hanny dengan segera sehingga membuat Jansen sedikit terkejut. “Kita berangkat aja sekarang!”

Hanny lantas melangkahkan kakinya yang diekori oleh Jansen dari belakang. Mereka berdua tidak mengeluarkan kata apa pun lagi hingga mereka masuk ke dalam sedan hitam tersebut.

Seperti biasa, Hanny lebih memilih untuk menatap keluar jendela dari pada harus menatap pria tidak ramah lingkungan yang duduk di sebelahnya tersebut.

“Apa yang tidak dimiliki oleh saya, tapi Radja memilikinya?” Tiba-tiba, Jansen bertanya seperti itu sehingga membuat Hanny spontan menoleh kepadanya.

“Apa yang bisa Radja mengerti dari diri kamu, tapi sulit untuk saya pahami?” Jansen kembali bertanya tanpa menatap wajah gadis di sebelahnya.

Hanny sendiri masih mempertahankan tatapannya pada pria tersebut. Pria yang seketika membuatnya tidak mengerti. Pria yang selalu melakukan hal yang spontan untuknya, tanpa memikirkan keinginannya terlebih dahulu.

“Jawabannya karena Radja adalah sahabat aku,” jawab Hanny akhirnya.

Jansen tampak melirik sekilas ke arah Hanny. “Semua orang yang mengenal kalian juga mengetahui jika kalian berdua bersahabat.”

SOULMATE : Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang