Mayat-Mayat Robot

0 0 0
                                    

Cahaya jingga mulai terlihat di ufuk timur, pagi tiba. Anggara telah bangun lebih dulu. Dia membangunkan tiga prajurit lainnya untuk mencari sisa-sisa makanan. Mencari di dapur camp, menyingkirkan reruntuhan kayu yang menjadi arang. Asap-asap bekas kebakaran masih terlihat di beberapa sudut. Mereka hanya menemukan jagung dan ketela, sisa makanan yang lain ikut terbakar. Mereka membawanya, menghampiri Saka yang sudah membuka mata, tatapan kosong sembari bersandar.

"Hanya ini yang tersisa," Anggara menaruh jagung dan ketela di depan Saka.

"Makan," Saka tersenyum, mengambil jagung. Anggara dan tiga prajurit lainnya ikut makan bersama Saka. Anggara terus menatap Saka yang lahap memakan jagung, sesekali melirik kondisi Popy dan Mara.

"Mereka baik-baik saja. Jangan khawatir," ucap Saka, mengunyah jagung.

"Yaa, I know," Anggara mengangguk.

"Ayo!" Saka bangkit, membuang batang jagung.

"Kemana?" tanya Anggara, mendongak.

"Kalian akan suka," Saka berlalu. Anggara dan tiga prajurit lainnya saling menatap, lalu bangkit, mengikuti Saka sembari menghabiskan makanannya.

Anggara membuang sisa jagungnya, mempercepat langkah—menghampiri Saka.

"Mereka gimana?" Anggara menatap Saka.

"Tenang aja. Mereka sedang istirahat."

"Istirahat?" Anggara bingung.

"Udah, nggak perlu dipikirin. Kita harus bakar mayat-mayat."

"Bakar mayat? Untuk?" Anggara mengejar Saka.

"Biar nggak bau... Alam nggak suka tempatnya kotor karena kita,"ucap Saka.

Sisa-sisa api masih terlihat membakar beberapa pohon. Asap sisa pembakaran membuat udara tidak lagi segar. Bangkai kapal mulai koyak, dikelilingi arang-arang pohon yang terbakar. Mayat tersebar dimana-mana. Bau tidak sedap mulai tercium. Saka, Anggara dan tiga prajurit lainnya menggunakan sehelai kain untuk menutup hidungnya. Mereka mengumpulkan mayat-mayat di satu titik, hingga menggunung. Anggara melihat Saka terus menatap mayat serba putih yang berubah kehitaman karena terbakar. Anggara penasaran.

"Canggih," suara Saka pelan.

"Ada apa?" tanya Anggara.

"Kita taruhan. Menurutmu mereka ini apa?" Saka menantang Anggara.

"Oranglah. Sama kayak kita juga."

Saka menggeleng.

"Terus?" Anggara menatap Saka serius.

"Mari kita lihat."

Saka memilih salah satu mayat, memukul di beberapa titik dengan kayu. Anggara terus melihatnya. Saka membersihkan sisa-sisa abu. Makhluk itu sangat mirip dengan manusia, hanya saja seluruh tubuhnya berwarna putih. Saka mendongak, menatap Anggara lalu memainkan kedua alisnya beberapa kali.

"Kenapa?" tanya Anggara.

"Lihat nih," Saka membalikkan badan salah satu mayat.

"Oke dia bukan orang," Anggara menjauh.

Di punggungnya terdapat semacam resleting yang terpasang vertikal dari pinggul hingga tepat di bawah leher. Saka membukanya pelan, menariknya. Resleting itu tidak menimbulkan bunyi. Garis lajurnya tidak terlihat karena warnanya mengikuti warna tubuhnya. Anggara ternganga melihat isi punggung itu ketika Saka telah membuka setengah. Anggara melotot, bertanya-tanya pada diri sendiri. Saka telah benar-benar membukanya.

"Robot?" Anggara bertanya-tanya.

Saka masih memfokuskan diri pada robot itu. Saka tetap tenang, dia telah menduganya sejak awal. Komponen mesin robot itu panas karena api. Seluruh komponen di dalamnya tidak mengalami kerusakan. Saka melihat satu komponen berwarna hitam dengan logo kaki bayi berwarna biru di sudut kiri bawah.

DhanurvedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang