BAB 2

317 39 2
                                    

Waktu telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam ketika Joss dan kakaknya turun dari jet pribadi mereka. Usai makan malam di hotel bersama dengan teman-teman yang mengikuti regatta, mereka memutuskan untuk segera kembali ke Milan yang memakan perjalanan selama 56 menit dari Trieste.

Joss menggantungkan jas hitamnya ke pundak dan berjalan mendahului kakaknya. Ia melihat dari agak kejauhan, di halaman samping mansion utama, tertata sebuah meja panjang dengan belasan kursi yang menemani di sisinya. Dari tempatnya melangkah, hiasan di atas meja, botol-botol anggur, gelas hingga camilan malam, semuanya tertata rapi dan mewah berkilauan.

“Joss! Boss! Kalian sudah tiba.” Ibu mereka, Chanida, berdiri dari kursinya, lalu menyambut dengan berseri-seri. Wanita itu terlihat masih sangat cantik di usianya yang hampir menginjak 60 tahun.

Joss memeluk ibunya terlebih dahulu, disusul oleh Boss kemudian. “Kami menang lagi, Bu!” Joss menatap ibunya dengan bangga diri.

“Kami sudah melihat siaran di televisi,” kata sepupu-sepupunya yang duduk di seberang meja.

“Ya, aku melihat siarannya.” Chanida mengusap sisi wajah Joss dengan lembut.

“Kakak!”

Joss membalikkan tubuhnya ketika melihat seorang gadis berusia 19 tahun berlari keluar dari pintu samping mansion membawa tablet putihnya.

Joss pun mendekat, “Narin,” panggilnya.

“Aku sangat senang kalian memenangkan regatta lagi tahun ini! Aku sangat menikmati siaran langsungnya!” Narin melompat ke gendongan Joss.

Joss sebagai kakak terdekat dengan Narin, mengusap kepala adiknya dengan ujung hidung mancungnya. Para kepala keluarga Sangngern dan istri-istri mereka tersenyum hangat melihat pemandangan ini.

“Baiklah, ayo kita mulai pestanya!” seorang wanita Alpha, Frida, yaitu anak kedua keluarga Sangngern, adik pertama dari ayah Joss, berdiri dan mengangkat gelas anggur merahnya. Joss pun segera menurunkan Narin dan menggandengnya menuju meja pesta perayaan.

Kepala keluarga Sangngern yang tinggal di mansion utama, yaitu ayah Joss, ikut berdiri, disusul oleh anggota keluarga yang lain. Dia mengangkat gelasnya dan berseru, “Bersulang untuk kemenangan Joss dan Boss di perlombaan regatta tahun ini! Aku berharap, di perlombaan tahun berikutnya, kedua putraku akan tetap menjadi pemenangnya! Bersulang!”

“Bersulang!” anggota keluarga yang lain mengikuti seruannya dengan tak kalah bangga dan penuh harapan untuk kemenangan kakak beradik itu di perlombaan selanjutnya.

“Terima kasih.” Joss dan Boss tertawa menikmati ucapan selamat dari semua orang.

Malam itu begitu membahagiakan, hingga keesokan harinya ketika Joss bangun dari tidurnya, ia merasa sangat damai dan tenang. Namun, perasaan itu segera mengikis perlahan saat ia dipaksa menoleh ke arah pintu kamarnya ketika mendengar suara ketukan dari luar.

“Tuan, tuan Sangngern dan nyonya Chanida sudah menunggu Anda di ruang makan.”

Suara orang di luar pintu terdengar agak cemas di telinganya. Joss mengerutkan dahi mendengar ini. Tidak biasanya asistennya membangunkannya dengan nada seperti itu. Maksudnya, ayahnya dan ibunya sudah pasti sedang duduk di ruang makan di jam sarapan seperti ini.

“Aku akan segera ke sana,” balasnya sembari menyegerakan untuk menyelesaikan tatanan rambutnya.

“Baik, Tuan.”

Tidak ada yang berani memasuki kamar Joss ketika bukan tuan pemilik kamar sendiri yang menyuruh, bahkan, asistennya barusan pun juga tidak berani. Sehingga, untuk anggota keluarga lain, kamar selalu dibersihkan setiap pagi dan sore oleh pembantu mereka, sedangkan milik Joss, itu terkadang satu minggu sekali. Ia lebih sering membersihkannya sendiri. Ini dilakukan bukan karena alasan yang aneh, Joss hanya tidak suka orang lain melihat isi kamarnya, bahkan jika itu adalah ibunya sendiri, tidak akan ia biarkan.

Legacy of SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang