Kaki jenjangnya melangkah meniti tangga hingga berdiri memijak panggung. Menghampiri kepala sekolah dan mengambil ijazah dengan kedua tangan sembari membungkuk hormat sebelum turun melalui tangga berlawanan.
Tanpa dirasa hari kelulusan telah tiba usai masa birunya berlangsung setelah kepergian Utahime Iori. Satu semester terakhir dijalani [Name] dengan memfokuskan diri pada nilai-nilai dan keterampilannya untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta dunia kerja.
Beberapa kali Satoru membantunya dengan membawakan susu kotak berbagai rasa untuk menghilangkan kejenuhan selama belajar. Bahkan lembaran-lembaran kertas berisi rangkuman dan rumus-rumus tiba-tiba saja memenuhi lokernya, dengan tulisan tangan yang sulit dibaca-dapat dipastikan kertas itu dari si pria berambut putih.
Berulangkali mendapat penolakan dan pengusiran, Satoru tetap keras kepala ingin membantunya meski dengan hal-hal kecil. Berpikir bahwa itulah satu-satunya cara yang dia punya untuk bisa meluluhkan hati sang dara. Memang seharusnya [Name] menyerah pada pemuda keras kepala itu sejak awal.
Tapi, kehampaan kedua muncul setelah kelulusan. Tak ada kabar apapun dari Satoru maupun dua sobat karibnya.
--
Satu tahun setelah kelulusan.
Syal merah melingkari lehernya dengan rapat, diselimuti dengan mantel tebal juga baju berlapis-lapis guna mengurangi rasa dingin yang menusuk. Halte bus tampak kosong dalam sudut pandangnya, menanti kendaraan beroda empat sambil sesekali menyeruput sekotak susu rasa coklat.
Mata hazelnya bergerak kesana-kemari, sesekali memainkan salju di bawah sepatu demi menghilangkan rasa bosan menunggu. Kedua tangan dimasukkan ke dalam saku mantel sambil bersiul santai menatap burung yang sesekali melintas. Didapati mentari telah muncul setelah sebelumnya tampak berawan.
Kehadirannya tak lagi dapat dikatakan sendiri setelah eksistensi lain datang dan berdiri berjarak di sebelahnya. Gelagat menunggu bus tiba membuat [Name] tak mau bersusah payah memastikan wajah si pemilik tubuh jangkung.
Akan tetapi niatnya tak jadi diurungkan saat suara bariton mengalun lembut di telinga. Suara itu menyuarakan satu pertanyaan, "Sudah ganti rasa?"
Kepalanya menoleh, bersitatap dengan dua netra biru kemilau yang sudah tidak dilihat selama kurang lebih 275 hari dalam kekosongan. Terpaku sejenak seolah menikmati pemandangan bersalju yang begitu menyatu dengan rambut putihnya.
"Yeah, ternyata coklat lebih enak."
Suasana kembali hening, hanya diselingi beberapa suara kendaraan yang melintas sesekali, bahkan lebih sedikit dari musim panas. [Name] merasa pipinya menghangat di tengah suhu dingin, entah efek samping dari musim bersalju atau alasan lainnya.
Sesuatu dikeluarkan Satoru dari dalam saku mantel hitamnya. Sekotak susu rasa pisang di genggaman tangan kanan, dan sekotak susu rasa coklat di genggaman kiri. Mengulurkan tangan menunjukkan dua minuman tersebut.
"Pilihlah."
Sesaat hanya ada suara mobil melintas yang menjadi tanggapan untuk Satoru sebelum kemudian bus yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Keduanya masuk ke dalam setelah menempelkan kartu pada mesin reader. Tak mendapati tempat duduk yang kosong, mau tak mau mereka memilih berdiri berpegangan pada handles bus. Menghadap jendela yang menampilkan pemandangan di luar kendaraan.
[Name] menancapkan sedotan ke permukaan kotak susu berwarna coklat, menyeruputnya sambil sesekali mencuri pandangan ke sosok pria di sebelah. "Thanks."
"Always."
--
Enam bulan setelah musim dingin.
Hela nafas keluar dari bibir bersamaan dengan suara dari tulang yang gemeretak setelah melakukan peregangan. [Name] bersandar pada kursi kerjanya dengan mata terpejam, mencoba memanfaatkan waktu-waktu istirahat dengan berdiam diri sebagai bentuk mengisi daya sebelum lanjut bekerja hingga malam tiba.
Di tengah-tengah masa istirahatnya, seseorang dengan aroma khas berdiri di belakang. Mata [Name] yang terpejam dengan kepala mendongak itu terbuka perlahan, menatap seorang pria bersurai pirang dengan pipi tirus khasnya.
"Kento?"
Tangan kanannya terangkat menunjukkan sebuah tote bag yang akhir-akhir ini selalu beralamatkan nama perusahaan tempatnya bekerja. Hela nafas kembali keluar sebelum menerima benda itu dan mengucapkan terimakasih kepada pria yang disebut Kento.
Satu kotak makan siang lengkap dengan sumpit, sekaleng kopi dingin, serta sebotol air putih-isi dari tote bag. Kento mencuri-curi pandangan untuk memastikan bahwa rekan kerjanya itu benar-benar menyantap makan siang. Kemudian dengan terburu-buru, pria berkacamata ini keluar dari ruangan sambil menerima panggilan telepon.
"Dia sudah memakannya. Ya, baiklah..."
Kunyahan diberhentikan paksa saat sesuatu mengganggu kegiatan makan siangnya, sebuah benda melingkar berbahan platinum dengan liontin berbentuk lingkaran kecil keluar dari mulut [Name]. Segera menyadari ada gulungan kertas yang terselip di dalam tote bag.
Kertas itu bertuliskan kalimat yang membuat nafasnya tercekat sesaat hingga terbatuk-batuk. Mata kantuknya mendadak melebar usai membaca isi dari gulungan kertas tersebut.
"Orang gila mana yang melamar dengan cara seperti ini?"
--
Enam bulan sebelum musim panas.
"Hime tak ada kabar sama sekali."
Kepala sang adam terangguk bersamaan dengan suara bising dari sedotan yang diseruput kuat. Membuat beberapa penumpang yang duduk di hadapan merasa terganggu.
Kekehan kecil keluar saat mendapati bahunya dipukul ringan. Satoru menatap gadis pujaannya yang telah berubah menjadi wanita dewasa. "Baguslah, kita bisa menikah nanti."
"Semudah itu?"
"Tujuh bulan- tidak, enam bulan. Enam bulan lagi aku akan melamarmu."
Kalimat itu diucapkan begitu ringan dari bibir tipisnya, membuat [Name] mau tak mau mengurungkan niatnya untuk menaruh harapan berlebih dari perkataan Satoru. Dia hanya berpikir jawaban itu tak berbobot.
Hingga tibalah hari dimana Gojo Satoru benar-benar menjatuhkan keraguannya. Pria itu melamar dengan cara yang anti-mainstream.
- Tamat -
[!] DEVIANT GIRL [!]
19/06/2024(🔓) Unlocked Character
Nanami Kento
[ 七海建人 ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Deviant Girl | Gojo S.
Fanfiction"I like girls." "I can fix it." Perjuangan Gojo Satoru dalam misi merebut hati seorang gadis bermulut keji. Namun tantangan terbesar tak hanya karakteristik gadis tersebut, tapi juga seksualitasnya. (Warn! Out of Character) ©gege.akutami