Arc 01 : Adhibrata Felix Hadikusumo (4)

41 19 1
                                    

♠ Selamat Membaca ♠

---;---

"Felix, kenapa difoto ini cuma kamu berdua saja sama ayah kamu? Ibu kamu kemana?"

"Kata bapakku sih keluarga ku meninggal karena kecelakaan."

"Kecelakaan?"

"Iya, kenapa memangnya? Kok muka kalian macam gak yakin gitu?"

"Enggak..." gusar Panji menggelengkan kepalanya, "tapi, bukannya..."

"Sudah, jangan dibahas lagi!" tegas Kirana memotong perkataan Panji.

Kirana menatapku dengan merasa bersalah, "maafkan kami karena membuka luka lama kamu, Felix..." Kirana pun menyenggol lengan atas Panji dengan bahunya, menatap si landak hitam itu sengit.

Peka dengan isyarat dari cewek topian itu, Panji menunduk dan berucap dengan rasa menyesal. "Maaf-"

"Tidak," potong Naomi dengan ekspresi panik bercampur dengan rasa bersalah, "Kirana dan Panji tidak bersalah. Naomi lah yang seharusnya meminta maaf pada Felix karena Naomi duluan lah yang membahas tentang keluarga Felix..."

"Felix, maafkan Naomi karena Naomi sudah menanyakan tentang keluarga kamu dan membuka luka lama Felix..." lanjutnya berucap padaku dengan tatapan yang sama.

Aku menghela napas, tersenyum simpul memakluminya. "Ah, gak apa-apa... Lagian itu sudah kejadian lama kok..."

"Iya, tapi kan..."

"Udah lah, santai aja... Oke?"

Sejujurnya, aku tidak mau membahasnya lebih dalam soal ini karena sejujurnya sedikit sakit kalau mengingatnya kembali. Namun aku harus menanggapinya santai karena takut kalau mereka bakal canggung samaku nantinya.

Benar saja, rasa canggung mulai menjalar diantara kami-menyelimuti suasana dengan keheningan yang tidak nyaman. Aku mengerti hal ini terjadi karena mereka pasti merasa bersalah padaku karena membahas keluarga ku dan aku pun juga ikut canggung karena perasaan tidak enakkan dari mereka.

Suasana seperti ini harus dipecahkan-dengan topik apapun yang menyenangkan. Namun, entah kenapa aku mendadak mati topik-gak tau topik apa yang seru untuk dibahas.

"Naomi, coba kau lihat ini!"

Pandanganku kembali fokus ke arah di mana Naomi berdiri dan disampingnya sudah ada cewek tomboi bertopi. "Dia sangat lucu pas kecil, tapi besarnya amit-amit. Iya kan?"

Manik ku menyipit dan alisku tertaut mendengar celetukan Kirana. "Apa kau bilang tadi?"

Tanpa memperdulikan reaksiku, Kirana malah semakin bersemangat menunjukkan foto itu padaku. "Lihatlah foto ini, kau disini sangat lucu!"

"Tapi sekarang... Yah, amit-amit, deh. Iya kan, Naomi?" lanjutnya mengejekku dengan tampang julid- diakhir ucapannya, dia meminta persetujuan dari teman kami yang berdiri di sebelahnya.

Aku menghela napas panjang, mencoba memahami niat di balik sikap Kirana yang menyebalkan itu.

Dia sedang berusaha mencairkan suasana dengan cara mengejekku?

Ah sudahlah, ku ikuti saja permainannya.

"Masa?" tanyaku setengah bercanda, mencoba menahan rasa kesal dengan senyuman.

Naomi yang sedari tadi diam, segera menyela dengan suara lembutnya. "Tidak kok, Felix yang sekarang sangat tampan..."

Sontak aku tertawa bangga mendengar apa yang dikatakan Naomi. "Kan? Kau dengar tuh, Naomi aja bilang aku ganteng!" kata ku dengan bangganya mengejek balik Kirana.

TRAUMA ; Ingatlah Atau LupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang