Ada yang mengkhawatirkan masa depannya. Tapi, tidak melakukan apa-apa untuk menyiapkan dan membuatnya jadi terang. Ada yang menyesali masa lalunya. Tapi selalu membicarakannya bukan belajar darinya. Kita jadi bisa tahu mana manusia-manusia yang sebenarnya telah bosan untuk hidup. Tidak mensyukuri apa yang mereka punya, terpaksa menikmati apa yang mereka jalani. Orang-orang sampai tidak sadar bahwa bencana sejatinya datang dari kaum-kaum mereka sendiri. Mereka terlalu sibuk masalah duniawi, sibuk urusan masing-masing. Sibuk atas apa yang mereka anggap idealisme hingga apatisme menutupi segalanya mengubahnya jadi mimipi buruk siang bolong.
Bahkan ketika datang kaum Genius Ops Society yang sebenarnya membukakan mata pada seluruh umat manusia. Mereka hanya dianggap anak-anak TK yang belum lulus sekolah dan mencoba bermain-main dengan teknologi. Temuan mereka dianggap remeh dan tidak guna. Mereka jadi bahan leluconan sekelompok orang yang memang dibentuk sebagai buzzer untuk melawan hal-hal yang bertentangan. Banyak orang yang tidak suka menganalisa terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi, banyak orang langsung memberikan statement sekaligus judgement hanya dari kacamata penglihatannya beberapa saat, kurang sumber, kurang perspektif, kurang segalanya.
Banyak orang berlagak jadi tuhan, mengatur manusia lainnya, menilai, menghujat, memberi sentimen negatif tanpa dasar apapun bahkan pada orang-orang yang tidak mereka kenal. Mereka bilang bahwa dunia ini panggung sandiwara. Tapi, bagaimana mau bersandiwara kalau semuanya berebut menjadi sutradara. Memang ada yang salah di tahun-tahun terkahir sebelum perang dunia ketiga pecah. Beberapa manusia yang sadar, berkumpul, berserikat, mengemukakan pendapat, saling membicarakan dimana-mana, di kelas, di warung kopi, di pinggir jalan. Tapi, tetap saja. Ada yang diam, cuek, lebih tepatnya acuh. Padahal mereka-mereka sendiri yang membuat keanehan di bumi.
Tahun-tahun sebelum perang dunia ketiga pecah, bumi benar-benar bebas. Tidak ada aturan yang benar-benar bisa mengikat. Aturan-aturan itu kalah pamor dengan suara-suara nyinyir sekelompok orang yang menginginkan hidup lebih bebas tapi lupa mereka tetap punya tanggung jawab. Budaya-budaya barat membabi-buta masuk ke negara-negara timur, dengan kultur dan budaya yang sangat berbeda. Identitas suatu suku, agama bahkan negara hilang tidak berbekas oleh orang-orang pembawa pengaruh negatif yang terkenal di jejaring sosial, di TV, dimana-mana. Generasi yang mengaku menjadi penerus. Mereka memang penerus. Penerus kebodohan orang-orang sebelumnya, penerus kegaduhan sebelumnya, penerus kesalahan sebelumnya. Menjadi kesadaran bahwa sebenarnya dunia tidak butuh generasi penerus. Dia butuh generasi pelurus, yang mampu meluruskan hal-hal yang salah dan menyimpang.
Perang dunia ketiga sudah terasa saat pemilihan presiden baru yang serentak dilakukan lima negara adidaya. Secara bersamaan, mereka mendeklarasikan undang-undang baru tentang penggunaan senjata di wilayah-wilayah berdampak perang seperti di negara-negara timur tengah. Mereka juga mengamandemen undang-undang dasar masing-masing negara. Membuatnya jadi terlihat jahat pada negara-negara dunia ketiga. Negara-negara yang sebenarnya kaya tapi kekayaanya dirampas, dimiskinkan.
Di balik pecahnya perang, ada skenario yang sudah disiapkan jauh sebelum lima negara adidaya sadar dan saling membutuhkan untuk membagi kekusaan dunia. Skenario itu telah diciptakan nenek moyang mereka yang dinilai kaum-kaum paling cerdas. Manusia dengan tingkat intelegensia yang tinggi. Selama berabad-abad mereka bersembunyi, melakukan operasi secara diam-diam, atas dasar kesamaan nasib di masa lalu. Bahkan perang dunia pertama dan kedua hanyalah pengantar untuk menuju perang dunia ketiga. Mereka menggunakan perang dunia pertama dan kedua hanya untuk berlatih cara bertempur dan menerapkan strategi.
Setelah perang dunia ketiga pecah. Bumi terlihat sepi, sunyi. Sisa-sisa perang terlihat dimana-mana, kehancuran, radisai nuklir yang membunuh banyak nyawa, langit hitam pekat selama setahun lebih, tidak ada hujan tidak ada matahari. Gelap seperti malam hari. Selain Kaum The Gift yang berhasil bertahan tanpa luka apapun. Mereka yang beruntung selamat dari perang, pada akhirnya mati sia-sia. Mencoba bertahan hidup, namun gagal. Perang benar-benar membunuh, tidak ada yang menguntungkan dari adanya perang. Kecuali untuk mereka yang berada dibaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhanurveda
FantasyPasca perang dunia ketiga, bumi mengalami kerusakan hebat. Serangan nuklir dari lima negara membabi buta seluruh penjuru bumi, benua dan pulau-pulau terpisah tak berbentuk. Lautan naik drastis. Membelotnya beberapa negara untuk tidak menandatangani...