fin

173 23 2
                                    

"Kamu kenapa gak suka permen karet?"

Giva yang tengah dengan nyaman menikmati usapan lembut Sang Pacar pada rambutnya terpaksa membuka mata. Netra kecoklatan itu kini bertemu tatap dengan manik hitam Kiara. Rasa penasaran terpancar jelas dari kedua bulatan itu, ia tersenyum lembut.

"Pengen tahu aja atau pengen tahu banget?" tanyanya usil.

Kiara mendengus sebal mendengar ucapan gadis yang masih dengan nyaman berbantalkan pahanya. Ia cubit pelan pipi Giva, hal itu berhasil mengundang tawa Sang Pacar. "Jawab aja si," ucapnya penuh kesal.

Giva kembali tertawa, asik sekali menjahili pacarnya itu. Sungguh menggemaskan! Ia pun bangun dari posisi awalnya, kedua netra coklat itu menatap jauh ke depan, mengingat kembali masa kecilnya.

"Waktu kecil, aku pernah keselek karena itu. Parah banget, sampai Bapak harus cepet-cepet bawa aku ke rumah sakit." Matanya melirik Kiara yang terkesiap, menutup mulutnya penuh keterkejutan. Giva tersenyum, ia raih tangan yang menutupi mulut gadis itu, ia genggam lembut dalam balutan tangannya.

"Inget banget sesakit apa dadaku waktu itu, sampai rasanya kaya ada yang remes tulang-tulang aku. Untungnya, Bapak bawa tepat waktu jadi aku masih bisa selamat dan...yah...bisa disini bareng kamu," lanjutnya. Ia bisa rasakan tangan Kiara yang bergetar dalam genggamannya.

Tanpa aba-aba, Kiara berhambur memeluk dirinya erat hingga Giva hilang keseimbangan dan terjatuh dengan Kiara yang kini berada di dadanya.

"Hei kenapa?" Tanyanya dengan raut wajah khawatir. Giva usap lembut rambut Kiara, berusaha menenangkannya. Dapat ia rasakan gelengan pelan gadis itu yang masih menyembunyikan wajah di dadanya.

"Sedih banget si, Gi. Aku gak kebayang deh gimana aku kalo gak ada kamu." Giva tertawa mendengar ucapan Kiara. Sebenarnya, membayangkan dirinya tidak ada dan Kiara terduduk disini sendiri atau lebih buruk, bersama orang lain sungguh membuat hatinya terasa sakit. Tapi pengakuan gadis itu juga terdengar menggemaskan, pacarnya lucu sekali.

"Gak usah dipikirin, nyatanya kan aku ada disini, meluk kamu, cium-cium kamu, elus kamu. Lagian yang pengen tahu tadi siapa hayoo~"

Kiara sontak terbangun mendengar nada ejekan dari Sang Pacar. Ia pukul bahu Giva kesal sembari mendengus sebal, "Ya aku kan pengen tahu doang, gak expect bakal sesedih itu."

Giva terkekeh kecil lalu mencubit hidung Kiara pelan, "lucu banget si kamu. Udah ah sedih-sedihannya, mending maksi gak si?"

"Hah? Maksi apa?" tanya Kiara terlihat kebingungan. Giva memutar matanya malas, "masa gak tahu, itu singkatan makan siang. Kudet dih."

Kini giliran Kiara yang memutar matanya malas, sungguh ia heran dengan kebiasaan pacarnya itu yang seenaknya menyingkat-nyingkat kata. Singkatannya aneh-aneh lagi, ia kan jadi bingung. Kiara hanya bisa menghela nafas berat karenanya.

'Untung sayang...'



Kiara kini berdiri, sedikit meregangkan tubuhnya yang terasa pegal karena terlalu lama duduk di sofa. "Kudet apa lagi?" tanyanya yang mulai berjalan menuju arah dapur sembari mengikat rambut, bersiap untuk masak.

"Kurang update! Kamu ini makanya banyakin main internet coba, biar gaul dikit," ucap Giva penuh nada jahil. Kiara berdehem pelan dengan tangan yang kini cekatan mengambil bahan makanan yang ada, ia berencana membuat sayur buncis juga tempe orek.

"Kalau gaulnya kaya kamu si aku ogah!" balasnya ikut menjahili Sang Pacar. Hal itu sontak mendapatkan protesan dari Giva yang langsung berlari menghampiri dan memeluknya dari belakang dengan begitu erat-dan mencubiti perutnya pelan.

PERMEN KARET [Kariselle/Audiz OS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang