"Gue duluan ya, Va. Maaf gak bisa nungguin lo apalagi bantuin piket hari ini, soalnya gue ada janjian sama seseorang." Ujar Zena merasa tak nyaman karena harus meninggalkan Deva piket sendirian karena harusnya ada lagi dua siswa namun sempat melenggang pergi. Mereka kabur saat yang lainnya keluar berdesak desakan hingga sulit untuk Zena mengejarnya .
Tangan Deva sudah memegang sapu. Ia mengangguk sambil tersenyum kecil membalas ucapan Zena, menandakan ia tak masalah.
"Awas aja mereka berdua. Besok ketemu gue jangan salahin gue kalau gak nyut-nyut tu badan," ucap Zena menggerutu. Deva tersenyum simpul.
"Eh? Dia gak dibangunin?" Tanya Zena menyadari jika Renki masih nyenyak dengan dunia alam bawahnya.
Deva tidak menjawab. Ia sibuk masih menyapu lantai.
"Ya udah, Dev. Gue pamit duluan. Tapi jangan lupa bangunin dia ya nanti. Kasihan gue liat cara tidurnya nyenyak kayak gitu. Jadi gak tega buat banguninnya." Setelahnya Zena pergi. Tinggallah dua insan yang tersisa di kelas itu.
Hampir sepuluh menit sudah berlalu. Akhirnya Deva sudah menyelesaikan semua tugasnya.
Saat ia mengambil tasnya, ia melirik Renki. Matanya masih tertutup. Renki nampak tertidur sangat nyenyak, kepalanya menumpu tasnya sebagai bantalan.
"Matanya lentik dan ya, dia memang manis," ucapnya tanpa sadar.
Mata yang terpejam itu perlahan terbuka. Hal itu membuat Deva sedikit salah tingkah karena ucapannya barusan terlontar begitu saja. Dan sekarang pasti lelaki itu sudah mendengarnya.
Renki menegakkan punggungnya. Ia menatap Deva. Sedangkan Deva berpaling tak mau menatapnya.
Renki terkekeh dengan sikap Deva.
"Gue ... cuma disuruh bangunin lo sama Zena," Meski gugup karena ditatap seperti itu Deva berusaha menjelaskannya agar Renki tak salah paham dengan kehadirannya.
"Oh ya? Oke. Makasih ya." Mendengar jawaban Renki, tanpa sadar Deva menghembus napasnya. Renki beranjak dari tempatnya sambil menaruh tasnya di sebelah pundaknya.
"Kalau gitu gue pergi." Deva melangkah untuk segera pergi. Namun langkahnya sempat tertahan saat mendengar suara di belakangnya.
"By the way lo lucu juga kalau lagi ngelak," ucap Renki. Deva tak menjawab. Justru ia mempercepat langkahnya. Hal itu membuat Renki terkekeh lagi.
***
Deva sudah sampai di pekarangan rumahnya. Ia mengerutkan keningnya saat sebuah mobil mewah berwarna hitam terparkir di halaman rumahnya.
"Ada tamu?" Pikirnya.
Ia berjalan memasuki rumahnya. Terlihat di ruang tamu ada seorang wanita berpenampilan elegan dengan sikap layaknya seorang kelas atas itu sedang duduk di sofa tersebut. Di depan wanita itu sudah ada kedua orangtuanya.
Wanita tersebut meliriknya. Bibir merahnya terlihat tersenyum samar. Ia beranjak dari tempat duduknya begitu pun kedua orang tua Deva.
Mengambil sesuatu dari tasnya, wanita tersebut menyodorkan sebuah amplop coklat yang sudah terisi penuh itu di atas meja.
Deva mengepalkan tangannya.
"Ku harap, kalian bisa melakukannya seperti yang ku ucapkan tadi," ucapnya.
Ia berbalik untuk pergi. Namun sebelum pergi, ia berucap, "Jaga tingkahmu. Jangan sampai melanggar semua yang sudah ku katakan agar kalian tak terkena imbasnya." Ancam wanita itu tepat di sebelah Deva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Presence
Teen Fiction"Layaknya Bianglala yang banyak diharapkan oleh orang-orang saat Varsha mereda, aku juga mengharapkan momen itu tiba."