Tiba-tiba, dia teringat kembali pada masa dimana dia bertemu dengan gadis cantik, yang sekarang dia rindukan, dia Hazel. Pada waktu itu, Alister sedang duduk didekat danau, sambil menatap air danau, pandangannya teralihkan saat mendengar suara anak perempuan seumurannya menangis tersedu-sedu. Ia pun menghampirinya.
Alister menunduk, mensejajarkan posisinya tepat berhadapan dengan perempuan itu. "Lo kenapa nangis?" tanyanya penasaran.
Cewek dengan rambut terurai itu menaikan wajahnya—berhadapan langsung dengan manik tajam milik Alister, "Papah gue ninggalin gue untuk selama-lamanya." Jawab perempuan itu sambil menghapus cairan bening di pipinya.
"Gue turut berduka cita, ya, kehilangan orang yang kita sayang emang sangat menyedihkan, tapi nggak ada jalan yang lebih baik selain mengikhlaskan kepergiannya. Dengan begitu beliau akan lebih tenang di alam sana... sekarang ada gue, gue bakal gantiin peran ayah buat lo, kalau lo mau... lo mau jadi sahabat gue? Kalo lo kangen peran seorang ayah, Lo bisa cari gue."Kata Alister sambil menatap intens mata perempuan itu.
"Kematian bukanlah akhir dari kehidupan, selanjutnya lo harus tetap melanjutkan hidup, meskipun tanpa ayah. Ayo usap air mata lo dan doakan yang terbaik untuk belia. Buatlah beliau bangga punya anak seperti lo.
"Gue mau jadi sahabat lo, janji nggak akan pernah berniat ninggalin gue?"
"Iya," balas Alister sambil mengacak rambut perempuan itu. Sambil tersenyum tipis.