Tempramen Amanda

18 10 0
                                    

Di ujung wilayah bagian negeri Belanda, dua orang insan tampak sedang menunggu balasan notifikasi dari wanita bernama Amanda yang dia kenal sudah lama sehingga sudah tidak awam lagi di sosial media. Mereka ada dalam grup bisnis yang sama sehingga dia cukup penasaran apakah Amanda memiliki banyak waktu kosong?

Menimbang-nimbang keputusan terbaik mengenai langkah mana yang pantas diajukan, seorang pria bersama Sang Ibunda berupaya untuk memberikan pesan terakhir kali, berharap Amanda membalas pesan mereka tanpa menyimpulkan jika mereka ini adalah sepasang penjahat dari negeri kincir angin. Sang Ibunda menoleh ketika pesan terkirim sempurna menggunakan nomor berbeda dengan nomor yang sedang digunakan Amanda. Kemudian Ibunda berujar menggunakan bahasa Belanda ketika raut wajah Putranya menjadi cemas bercampur gelisah.

"Ada apa anakku?" Tanya Sang Ibunda lembut, penuh perhatian sembari mendekat kepada Putra Semata Wayangnya yang mapan. Meski secara fisik putranya memiliki semacam keterbatasan dalam memenuhi syarat ketampanan skala kelas internasional. Bersyukurlah Putranya ini tidak lagi terlahir cacat akibat insiden saat dia masih bayi dan baru keluar dari dalam kandungan Sang Ibunda yang bersusah payah menjaga, memberi makan, sekaligus merawatnya selama sembilan bulan penuh tanpa berupaya mengeluh.

Putranya menengok. Si empu yang tidak ingin namanya disebutkan oleh Sang Ibunda lantaran malu, membuat Sang Ibunda menerima tabiat Putranya yang terkadang masih sering disalahpahami. Jika saja Putranya tidak mapan, mungkin sulit bagi sosial menerima kehadiran Putranya yang memprihatinkan. Semua berkat etos kerja Putranya dan Ibunda diperkenankan tinggal dalam satu atap yang sama karena dia tetap supporter terbaik Putranya yang kini sudah sukses besar. Mereka merayakan kemenangan bersama tentunya, tanpa sosok figur Ayah yang seharusnya menjadi pecutan bukan justru kehadirannya raib, ditelan bumi.

"Bukan apa-apa, Ibu."

---

Servino datang dengan sangat tidak beretika alias motornya terparkir tidak apik di lobby mall, lokasi keberadaan Amanda sekarang. Sial. Servino membatin, tidak biasa masuk mall hanya demi menjemput wanitanya yang biasa suka Servino ajak ke cafe bernama Luxious dan tongkrongan sederhana. Servino mencoba untuk tetap sabar berhubungan bersama anak Menteri sampai ketiga wanita tersebut keluar, satunya melambaikan tangan ke arah Servino, berlari merengkuh erat.

Servino tergelak di posisi belum sepenuhnya siaga. Mengamati Amanda yang sengaja meninggalkan barang belanjaan tidak begitu banyak di dekat kedua temannya membuat Servino menggelengkan kepala, gemas. Entah apa saja isi barang-barang belanjaan tersebut, Servino hanya merenung perkara bisakah mereka pulang dalam keadaan yang demikian? Menggunakan satu buah sepeda motor sport milik Servino yang sejujurnya Servino tidak ada maksud untuk hidup telalu bergaya seperti drama dalam situs Wattpad.

"Kamu yang bener aja," tegur Servino tegas sewaktu Amanda masih setia menempel daripada otaknya berpikir.

Amanda tidak menanggapi secara serius perkataan Servino dan masa bodoh. Sedaritadi dia hanya bergelagat serta menjawab asal yang jawabannya semakin menambah beban pikiran Servino. "Bawa pakai ojek online aja."

"Terus, aku juga tukang ojek?"

Amanda bukannya merasa bersalah dia justru tertawa terbahak-bahak merasa lucu, netranya sekalian ikut memicing penasaran atas reaksi kedua teman yang masih hinggap di belakang sana. Mereka tersenyum kikuk sembari berupaya menyapa Servino, namun Servino terlalu banyak bicara kepadanya hari ini sehingga tidak fokus.

"Kamu telat jemput setengah jam." Amanda memperingatkan Servino.

Servino melongo. "Aku gak peduli." Argumennya bermaksud bergurau namun Amanda justru merungut masam sungguhan dan Servino sudah mampu terka jika Amanda akan selalu mencoba mengaitkan masalah ini ke dalam hubungan baik mereka sebagai sepasang kekasih meski belum ada tahapan lebih lanjut akibat Agra tidak memberikan Servino restu. Amanda juga pasti akan terus merenungkan apabila hubungan mereka terus seperti ini, tidak ada naik level, maka tidak ada kata terbaik selain kata perpisahan.

VRIJE STIJL [Semi-Baku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang