4. Badut Kelinci

18 5 7
                                    

Happy reading!

Rajevan, cowok itu memakai kaos lekton putih dan celana training hitam, ia tengah meninju samsak dengan begitu semangat hingga tubuhnya basah kuyup oleh keringat.

Hampir setengah jam Rajevan habiskan untuk meninju samsak di ruang olahraga pribadinya.

Tiba-tiba, di dalam benaknya terlintas memori kelam yang terjadi di keluarganya saat 8 tahun silam, Rajevan mengingat jelas saat Raja ayahnya itu terus memukulinya saat ia gagal mendapat nilai terbaik di kelasnya, dan saat ia gagal menjaga kedua adiknya, bahkan hal sekecil apapun yang ia lakukan akan tetap salah di mata Raja. Rajevan akan mendapat tamparan serta pukulan, kata-kata kasar yang tidak sepatutnya ia dapatkan di masa kecil, Raja malah selalu melontarkan kepadanya.

Rajevan benar-benar membenci pikirannya sendiri, semua ingatan itu selalu saja datang menghantuinya. Jika saja ia diberi pilihan oleh Tuhan, Rajevan akan lebih memilih untuk hilang ingatan dari pada selalu di hantui oleh semua ingatan kelam itu.

Rajevan memejamkan matanya rapat saat rasa sesak menyerang rongga dadanya.

Detik kemudian, kedua matanya menatap tajam ke arah samsak, yang ia lihat adalah wajah Raja disana, gejolak emosinya kini memuncak, Rajevan meninju kembali samsak itu dengan kekuatan penuh untuk meluapkan seluruh emosinya.

"ARGHHH!" raungnya hingga terdengar sampai di luar.

Rajevan kemudian berjalan ke arah sofa dan menjatuhkan tubuhnya dengan kasar disana, napasnya memburu, ia memejamkan matanya untuk menenangkan pikirannya.

Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Rania, wanita paruh baya itu masuk dengan segelas susu hangat di tangannya.

Rania menaruh segelas susu tersebut di atas nakas dekat sofa, ia kemudian ikut duduk di samping putra sulungnya itu.

Rajevan masih memejamkan matanya, Rania melihat keringat bercucuran di pelipis putranya itu, dia lantas mengelapnya dengan handuk kecil yang tadinya tersampir di sandaran sofa.

"Lagi ada masalah ya, A?" tanya Rania sembari mengelap keringat di pelipis Rajevan.

Rajevan dan keluarganya berasal dari Bandung, 6 tahun lalu mereka memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan memilih menetap di sini, Rania adalah seorang single parent, dia berpisah dengan Raja sejak 8 tahun silam. Rania terbiasa memanggil Rajevan dengan sebutan 'Aa' sejak Rajevan di beri adik perempuan kembar yang bernama Raya dan Reva.

Rajevan membuka matanya, ia menggeleng pelan sembari membenarkan posisi duduknya.

Rania menghela napas pelan, "tidak usah bohong, ibu itu tau betul sikapmu, jadi tidak usah membohongi ibu. Orang, kalau lagi ada masalah itu harus bisa cerita setidaknya sama satu orang, jangan di pendem sendiri!"

"Beneran teu aya ibu...," jawab Rajevan dengan nada lembut.

"Terus, kenapa tadi teriak-teriak tidak jelas sampai kedengaran di lantai bawah? Hayo...," todong Rania.

"Jevan tadi terlalu semangat, bu, kan, Jevan sebentar lagi mau ikut seleksi Taekwondo nasional," jawabnya.

"Tidak usah berbohong, Jevan."

Mampus, dirinya kalah telak sekarang, jika Rania sudah memanggilnya dengan sebutan nama itu artinya adalah sebagai sinyal kalau Rania benar-benar serius sekarang.

About Them [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang