Happy reading🖤
Sekumpulan lembaran kertas yang ter jilid menjadi pusat fokus Nanda. Di depan rak tinggi berisi jejeran buku berbagi ukuran. Tebal dan tipis, besar dan kecil, juga ada beberapa buku baru dan usang.
Laki-laki cantik itu sudah berada di sana sejak pagi. Ruangan yang dibuat Damarion khusus untuk Nanda. Jejeran rak tinggi dan ratusan buku menjadikan ruang baca tempat favorit bagi Nanda.
Buku dengan sampul berwarna hitam merah menemani Nanda pagi ini. Membalik kertas demi kertas secara perlahan. Bahkan sampai melupakan dirinya sedang berdiri saat ini. Terlalu terhanyut tulisan membuat Nanda lupa sekitar.
Dering ponsel menyapa indra pendengaran Nanda. Ia lantas mencari sumber suara yang ternyata berasal dari meja baca. Meraih ponsel berwarna hitam dan layar menyala memperlihatkan deretan angka. Kening Nanda berkerut kala melihat nomor tidak dikenal. Berniat mengabaikan tapi khawatir itu panggilan penting.
Sebelum menggeser icon hijau, Nanda menarik napas lebih dulu. “Halo.” Sapanya saat sudah terhubung.
Hening. Tidak ada jawaban. Nanda sedikit menjauhkan layar ponsel dari telinganya. Masih tersambung tapi kenapa tidak ada jawaban. “Halo?” sapanya lagi.
“Siapa? Kalau ngga penting aku matiin.” Ucap Nanda memperingatkan.
“Jangan.”
Mata Nanda membola saat mendengar suara dari seberang sana. Entah karena apa ia terkejut. Seolah suara itu menyimpan memori buruk. “Ini... Lian?” tanyanya ragu.
“Iya.”
Nanda meletakkan buku yang sebelumnya dibaca ke atas meja. Karena posisinya berada di dekat pintu membuat Nanda memilih pindah di depan jendela besar yang memperlihatkan halaman utama. “Ada apa?” tanya Nanda lagi saat merasa tidak ada tanda-tanda Lian akan memulai obrolan.
Sedangkan di seberang sana, Lian sedang berusaha mengontrol perasaannya. Tangan kirinya yang bebas mengepal erat melampiaskan emosi rindunya. Ia merindukan suara lembut yang selalu memanggilnya ‘Kak Lian’. Awalnya Lian hanya iseng mencoba menelepon nomor Geo. Karena ia ingin mendengar suara Nanda. Tidak disangka ternyata benar-benar diangkat. Dan sekarang rasa rindunya semakin meluap sampai tidak bisa ditampung.
“Lian ada apa?” Nanda berulang kali bertanya karena Lian diam tidak menjawab sejak tadi.
Mata Lian berkedip beberapa kali mendengar namanya dipanggil. Ia berdehem dekil dan membenarkan posisi duduknya. “Bagaimana keadaanmu?” Tanya Lian akhirnya.
“Aku? Aku baik-baik saja.” Jawab Nanda. Menyenderkan punggungnya ke dinding sembari menunggu pertanyaan selanjutnya.
Tidak, Lian tidak bisa tenang. Ia bangkit dan berjalan ke arah kaca besar gedung kantornya. “Apa ingatanmu ada kemajuan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
PRISON [END]
Novela Juvenil[END] Terjebak seperti dalam penjara? Begitu dingin dan juga mengekang. Posesif dan juga menggairahkan. Romantis dan juga cemburu. Sakit tapi candu. Nanda dengan kedua kakak tirinya. Sanggupkah Nanda menahan rasa sakit yang 'mereka' berikan? Nanda h...