2 - bridesmaid duty

1.9K 88 1
                                    

Satu minggu sebelumnya...

"Niel, lihat dompetku nggak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Niel, lihat dompetku nggak?"

Satu pasangan yang kelihatan bugar berada di salah satu suite The Eden Resort.

Daniel Darwin, sedang duduk dengan tabletnya seraya mengangkat alis, melihat perempuan bersuai hitam panjang bergelombang yakni calon istrinya—Deborah Erlangga yang akan segera menjadi Deborah Darwin—seperti mencari jarum di tumpukan jerami. "Dompet? Logo CC, LV, atau yang dari kulit buaya?"

"Yang—oh my God, aku bahkan lupa dompet mana yang hilang!" Debbi berhenti sejenak, berpikir keras. "Mungkin yang LV itu. Eh, tapi nggak mungkin, itu baru aku pakai kemarin."

Daniel menyesap espresso yang baru saja dibuat, memperlihatkan Rolex Daytona di pergelangan tangannya yang berkilau. "Kamu tahu Deb, mungkin ini tanda kalau kamu terlalu banyak barang."

"Barang? Ini koleksi Yayoi Kusama loh."

"Ya, dan kamu punya setengah dari seluruhnya itu. Lagian juga ngapain punya dompet banyak bentol-bentolnya begitu," sindir Daniel. Walaupun Debbi tahu Daniel only being dramatic.

Perempuan dalam setelan athleisure dari Lululemon, menonjolkan sosoknya yang ramping berhenti sejenak, lalu merogoh tas lain, yang entah bagaimana dompet yang dicari muncul di tangannya dalam sekejap. "Oh, ternyata di sini! Aku benar-benar harus atur tas-tas ini. Kadang kok mereka kayak hidup sendiri."

"Mungkin kamu bisa mulai kurangi jumlah tas yang kamu bawa setiap hari. Itu akan mengurangi peluang kamu kehilangan dompet, Deb."

Debbi pun tertawa keras. "Sayang, kamu tuh emang selalu lucu. Mengurangi tas? Mungkin kamu yang harus kurangi koleksi jam tanganmu dulu kali."

Daniel tak menanggap lagi mendengar balasan Debbi itu, hingga tiba-tiba terdengar ketukan pintu. Debbi pun membukanya.

"Deb, sorry gue baru landing tadi malem," suara Sara riuh dan ia masuk ke pelukan Debbi, mereka berjingkat-jingkat seperti remaja yang baru saja mendapat pengumuman kelulusan. Saat itu pula, Debbi yang merasa mereka akan bercerita panjang lantas melirik Daniel, yang sudah berdiri dengan senyum setengah. Tanpa basa-basi, ia melambaikan tangan dan mengusirnya keluar ruangan.

"Honeymoon gue ke Thailand, tau."

"Serius jadi?" tanya Sara, sambil menyeruput es kopi almond milk oat yang katanya organik langsung dari Bali.

"Iyalah, thanks to you untuk rekomendasi honeymoon package nya."

"No big deal lah. Tapi kenapa Thailand? So humble. Biasa orang kan ke Positano, Lake Como, Mykonos, Côte d'Azur, Antibes?"

"Yang dekat dulu."

"Ah. Jadi, Koh Samui?"

"Koh Samui iya, sama beberapa tempat. Daniel nggak bisa jauh-jauh, masih tanggungan kerjaan dia. Tapi tahun depan kita ada honeymoon jilid dua!" Debbi dan Daniel memang hanya punya waktu terbatas untuk liburan, beberapa hari sebelum harus kembali ke pekerjaan. Perjalanan dari Indonesia ke Eropa memang membutuhkan waktu yang cukup lama, termasuk transit yang menyebalkan dan penyesuaian waktu yang tak ada habisnya. Sedangkan, Thailand hanya berjarak beberapa jam penerbangan. Ia memilih menghabiskan lebih banyak waktu bersama di pantai, bukan di pesawat. Dengan memilih destinasi yang lebih dekat, bisa memaksimalkan waktu bulan madu. Jika ada sesuatu yang mendesak di rumah juga bisa kembali lebih cepat. Mereka jadi lebih merasa aman dan nyaman, mengetahui tidak terlalu jauh dari keluarga dan bisnis.

A Sweeter PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang