Happy reading!
Sepanjang perjalanan, Neira dan Asahi sama-sama diam. Tidak ada yang berinisiatif membuka percakapan terlebih dahulu, mereka hanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di depan gerbang rumah Neira. Lalu, mereka sama-sama turun dari motor.
"Jujur, gue kecewa sama lo, Ra," ungkap Asahi dengan tampang wajah begitu serius.
Neira menunduk, ia tidak berani menatap kedua manik mata Asahi. Neira menggigit bibir bawahnya dan ia meremas ujung bajunya, "maaf," cicit Neira, ia tidak tahu harus berkata apa selain kata maaf.
"Udah berapa lama?" tanya Asahi.
"Baru... seminggu...."
"Kenapa nggak cerita sama gue?"
"Gue, takut."
"Takut gue marah?"
Neira mengangguk kecil sebagai jawaban.
"Justru kalo lo nggak cerita, gue bakalan marah, Neira."
"Maaf...."
"Kenapa lo rela ngelakuin itu? Lo masih jadi tanggung jawab om Andra, seharusnya beliau yang nyari nafkah buat lo, bukan malah sebaliknya."
Neira mengangkat kepalanya dan memberanikan diri untuk menatap kedua mata cowok itu, "asal lo tau, Sa, lo nggak pernah tau rasanya jadi gue, lo nggak tau sulitnya jadi gue, lo nggak tau seberapa berat jalan kehidupan gue, lo nggak-"
"Gue, tau, Neira," potong Asahi cepat.
"Gue, ngerasain apa yang lo rasain, gue tau itu semua berat buat lo dan gue tau aslinya lo nggak sanggup ngejalanin itu semuanya sendirian," lirih Asahi membuat mata Neira berkaca-kaca. Namun, sebisa mungkin Neira menahan agar tangisnya tidak pecah saat itu juga.
"Asal lo tau, Ra, lo itu udah gue anggep sebagai saudari kandung gue. Lo udah kayak adek bagi gue, gue siap melindungi lo, gue siap selalu ada buat lo, gue nggak pernah ngerasa direpotin sama lo, justru gue seneng kalo lo banyak mintanya sama gue, lo butuh apapun gue turutin, asalkan gue minta sama lo, lo harus jujur dan mau berbagi cerita sama gue."
Neira semakin menggigit bibir bawahnya menahan rasa sesak yang tengah menyerang rongga dadanya. Neira memalingkan matanya ke samping. Air matanya mengalir membasahi pipinya. Cewek itu menahan mati-matian agar tidak terisak.
Asahi tiba-tiba merasa bersalah dan tidak tega melihat Neira, lalu ia membawa Neira ke dalam pelukannya. Asahi mendekap Neira dengan perasaan hatinya yang tengah campur aduk, ia mengelus rambut Neira dengan lembut. "Sorry, gue nggak bermaksud bikin lo nangis, Ra," ucap Asahi dengan lembut.
Kemudian, cowok itu melerai pelukan mereka, tangannya terangkat untuk mengusap air mata Neira dengan lembut.
"Udahan nangisnya, hati gue ikut sakit kalo liat lo nangis," tutur Asahi.
"Lo yang bikin gue nangis," jawab Neira dengan suara yang sedikit serak.
Asahi tertawa kecil, cowok itu mengelus lembut puncak kepala Neira, "iya, gue yang salah, gue minta maaf, Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
About Them [ON GOING]
Teen FictionMereka memiliki trauma yang berbeda-beda namun dari sumber yang sama yaitu keluarga. Bukankah rumah itu seharusnya menjadi tempat perlindungan teraman? Bukankah rumah itu seharusnya menjadi tempat tinggal ternyaman? Bukankah rumah itu seharusnya men...