PAK!
PAK!
PAK!"Akhh"
Suara rintihan itu terdengar sangat memilukan tetapi pria di hadapannya itu masih tetap memukuli dirinya dengan ikat pinggang miliknya. Rasa sakit ini sungguh nyata, badannya lemas, sakit dan juga perih.
"Rasakan ini! Kau membuatku dipukuli oleh bajingan itu! Aku hanya meminta kau melayani mereka tetapi mengapa kau malah melarikan diri hah! Seharusnya kau sadar uang ini bahkan kau pakai juga untuk perawatan ibumu! Sialan kau Hinata!" Pria itu berteriak dengan keras sembari memukuli wanita di depannya yang menunduk itu.
"A-aku mohon b-berhentilah ini s-sangat s-sakit, Toneri." Mohon Hinata masih dengan tangisan pilunya.
"Khe, masih berani kau meminta untuk aku menghentikan ini semua hah! Kau pikir aku tidak merasa sakit saat para bajingan sialan itu memukulku!"
PLAK!
Suara tamparan itu terdengar dengan keras, dapat Hinata rasakan rasa sakit tamparan itu hingga ujung bibirnya berdarah. Dirinya sudah sangat lemas karena cambukan hingga pukulan yang Toneri berikan kepadanya.
"Kau dengar jangan harap setelah ini kau bisa melarikan diri lagi, kau harus terima jika aku memintamu untuk melayani mereka." Setelah mengatakan itu Toneri pergi dari hadapannya.
Hinata masih menangis dengan lirih, ini bukan pertama kalinya Toneri memukulinya seperti ini. Ia sudah sering mendapatkan rasa sakit ini, tetapi ia tidak bisa melawan. Sungguh terkadang Hinata merasa lelah, jika bukan karena ibunya ia akan menyerah.
Toneri adalah kekasihnya, keduanya sudah mengenal sejak semasa sekolah. Hingga akhirnya keduanya menjadi sepasang kekasih.
Dulu Toneri adalah pria yang sangat baik, tetapi setelah mereka kuliah sikap kekasihnya banyak berubah. Toneri menjadi sering bersikap kasar, memukulnya, bahkan sekarang Toneri menjual dirinya.
Memang pria itu sudah sangat banyak membantu Hinata selama ini, tetapi Hinata tidak pernah memintanya. Toneri lah yang dengan senang hati mau membantunya.
Hinata lalu bangkit dari posisinya saat ini dengan bersusah payah. Tubuhnya kali ini sangatlah sakit, nampak terlihat lebam biru di tangan serta kakinya. Hinata dengan pelan melangkah menuju luar kamar dimana saat ini ia berada di apartemen Toneri karena pria itulah yang membawa nya kemari.
...
"Mengapa pulang terlambat ibu mengkhawatirkan mu?"
Langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara ibunya. Hinata pikir ibunya sudah tertidur ternyata wanita paruh baya itu menunggunya pulang. Dirinya saat ini sangat bersyukur karena sempat membawa jaket miliknya setidaknya ibunya tidak melihat seluruh lebamnya.
"Ah, ada beberapa yang harus aku kerjakan Bu, maka dari itu aku pulang terlambat. Ibu tidurlah ini sudah sangat larut malam, lagi pula aku sudah pulang dan baik-baik saja Bu." Hinata berujar dengan lembut kepada ibunya.
"Ibu hanya khawatir dan ada apa dengan bibirmu hm?" Terlihat raut di wajah ibunya menunjukkan kekhawatiran. Tangan ibunya memegang luka di sudut bibirnya.
"I-ini bukan apa-apa hanya tergores biasa." Ia menjawab dengan gugup. "Sudah jangan mengkhawatirkan aku Bu. Ini sudah larut malam sudah saatnya ibu beristirahat dan meminum obat ibu." Lalu ia menuntun ibunya untuk menuju kamar.
Hinata membantu ibunya untuk berbaring dan meminum obatnya. Ia lalu menyelimuti ibunya agar tidak merasa kedinginan, Hinata mencium kening dan juga pipi ibunya dengan lembut. "Istirahatlah Bu. Selamat malam." Ia tersenyum lembut kepada ibunya.
Hikari membalas senyum putrinya dengan tidak kalah lembutnya. "Ibu menyayangimu, Hinata."
"Aku juga menyayangi ibu." Ucap Hinata. Kemudian mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur di sebelah ranjang milik ibunya, ia kemudian melangkah menuju pintu keluar untuk menuju kamarnya.
Terkadang Hikari merasa bersalah terhadap putrinya. Hinata sudah sangat bekerja keras untuknya, putrinya itu bahkan bekerja paruh waktu sembari berkuliah.
Semenjak Ayahnya meninggal kehidupan mereka seketika menjadi berubah. Hikari yang sering sakit-sakitan pun tidak bisa lagi bekerja. Maka dari itu Hinata lah yang bekerja untuk kehidupannya kini.
Hikari hanya berharap saat dirinya tidak ada nanti Hinata dapat menemukan seseorang yang bisa membuatnya bahagia. Putrinya sangatlah berhak mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Selepas membersihkan dirinya Hinata mengolesi lebamnya dengan obat yang sempat dirinya beli di apotik. Hinata termenung sembari menatap semua lebam yang ada di tangannya.
Matanya nampak terlihat berlinang dengan cairan bening. Hinata sebenarnya tidak ingin banyak mengeluh, ia sudah terlalu lelah untuk semua rasa sakitnya. Tetapi dengan melihat senyuman ibunya saja ia sudah sangat amat bahagia.
Jika dirinya ingin mengakhiri semua penderitaannya maka ia bisa saja. Tetapi bagaimana dengan ibunya jika dirinya tidak ada. Ibunya hanya memiliki dirinya keluarga yang saat ini ibunya punya hanya Hinata.
Ia hanya berharap dapat bertahan demi ibunya. Ia akan berusaha untuk membuat ibunya bahagia, karena yang saat ini dirinya punya hanya ibunya. Orang paling tulus mencintai dan menyayangi dirinya.
...
• COMING SOON •
Kembali lagi sama cerita baru aku.
Jadi tolong persiapkan hati dan mental kalian wkwk.
Jangan lupa vote nyaa ya setidaknya bisa ngebuat aku jadi semakin semangat ngetiknya dan lanjutinnya.
Pokoknya buat yang udah komen sama vote makasih banyak yaa🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
This Pain [NARUHINA]
Random[ HIATUS ] Bukan kehidupan seperti ini yang Hinata inginkan, dirinya hanya ingin kehidupan dimana dirinya dapat merasakan cinta dan ketulusan yang sesungguhnya. "Jika saja aku bisa mengulangnya, aku hanya ingin kau mencintaiku seperti dulu yang dima...